Sebuah Pengakuan yang tak sesuai ekspektasi
***
Dua hari berlalu dengan Arta di sampingnya. Dia selalu mengikutinya sepanjang hari dan membuatnya gemas ingin sekali menculiknya dan memasukkannya ke dalam karung. Hal tak terduga pun datang dengan kehadiran kedua orangtua Arta.
Pemuda itu berhadapan dengan pria paruh baya yang menatapnya serius. Kebetulan hari ini pemuda itu sedang bermain. Calvin sudah memberitahu bahwa kedua orangtuanya sudah pulang.
Arta dengan senang memeluk bundanya dan sedikit khawatir tentang pertemuan antar mereka.
Sang bunda pun merasakan hal yang sama. Perubahan Arta begitu singkat yang tadinya pasif sekarang menjadi aktif dalam berbagai aspek membuatnya senang. Kehadiran pemuda itu membawa aura positif.
Mereka berdua mengobrol di ruang kerjanya menatap pemuda di depan dengan raut wajah datar. Dia menggetuk jarinya ke meja. Pemuda itu berinsiatif bersuara.
"Ada keperluan apa Anda memanggil saya ke sini?"
Pria paruh baya terbatuk pelan lalu menjawab, "Ada yang harus saya pastikan terlebih dahulu. Apa hubunganmu dengan putraku?"
Pemuda itu mengernyit. Sepertinya dia tahu arah pembicaraan ini dengan tegas menjawab, "Kami memiliki hubungan spesial dan saya harap Anda tidak mengganggu."
Pria paruh baya tersentak dengan penuturan pemuda di depannya. Dia menatapnya tajam. "Saya berhak tau tentang hubungan ini. Hei anak muda apakah Anda tidak malu mengatakan ini kepada saya?"
Pemuda itu tersenyum. "Selagi saya nyaman kenapa harus malu? Sebaiknya Anda tidak perlu khawatir tentang hubungan kami."
Pria paruh baya meneliti dari atas ke bawah masih dengan wajah angkuhnya seraya mencibir, "Anda masih muda tapi sudah kelewatan. Tentu saja saya khawatir tentang masa depan anak saya jika lengah sedikit bisa saja anak saya hancur."
"Heh, untuk pria dewasa seperti Anda rupanya sangat berhati-hati dalam memilih. Baiklah apa yang Anda inginkan akan saya lakukan."
Pria paruh baya itu memandangnya tak percaya. Dia harus memastikan satu hal. "Apakah Anda serius dengannya dan bagaimana saya harus percaya jika melihat Anda yang tak punya masa depan."
Pemuda itu menundukkan kepalanya, dan berkata terus terang, "Saya bukan berasal dari keluarga kaya dan setidaknya saya punya penghasilan meski tidak banyak. Saya tahu ini berlebihan tapi saya sangat serius dengannya meski hubungan ini tidak ada masa depannya. Satu hal yang harus Anda tahu bahwa saya cukup tahu diri untuk tidak melangkah lebih jauh lagi."
Pemuda itu berdiri, membungkukkan kepalanya lalu pergi. Pria paruh baya itu melongo dengan cepat berubah haluan. "Tu-tunggu sebentar. Apakah Anda menyerah karena tak direstui?"
Pemuda itu menggelengkan kepalanya. "Tidak akan! Hanya saja untuk saat ini saya cukup tahu diri untuk tidak memaksa kehendak orang lain. Saya tahu saya tidak masuk akal. Maaf sudah melibatkan semua ini dan saya tidak akan mengganggu Anda lagi."
Pria paruh baya tertegun sejenak. Pemuda itu sudah pergi dari hadapannya. Arta melihatnya keluar dari ruangan dengan wajah suram. Sang bunda menghampiri suaminya yang berjalan di belakang.
Mereka saling berbicara di tempat lain. Arta tak banyak bersuara hanya saja hatinya menjadi pahit tanpa sebab.
Pemuda itu menetralkan wajah suramnya dengan lembut menatap Arta. "Gue baik-baik aja. Jangan khawatir."
"A-ayah bilang apa tadi? Pasti bukan hal yang baik."
Arta menundukkan kepalanya. Baru kali ini dia merasa frustrasi. Pemuda itu menepuk kepalanya.
"Jangan kebanyakan mikir. Ntar cepet tua lagi," ledeknya sembari mencairkan suasana.
Arta mencubit pinggangnya dan langsung ditangkap olehnya.
"Kalau gue pergi jangan gila ya," terangnya sembari bercanda.
Arta mendongak dan menatapnya dengan sedih.
"Pergi ke mana? Kalau jauh aku ikut." Arta tak 'kan membiarkannya pergi lagi.
Pemuda itu hanya menatapnya dalam diam. Di seberang sana sepasang suami istri saling memandang.
"Tuh liat anak kesayanganku jadi sedih gitu. Kamu apain anak itu hah?" tanya sang istri bertubi-tubi.
Sang suami menjawab, "Aku menolak niat baiknya. Hubungan ini seharusnya tidak ada. Bukankah menurutmu ini tidak normal? Bagaimanapun aku tidak ingin melihat Arta hancur lebih baik memisahkan mereka dari awal sebelum terlambat."
Bunda Iren pun sepemikiran dengannya. Akan tetapi, melihat putra kesayangannya sedih membuatnya sakit. Dia kembali mendiskusikan dengan suaminya.
***
Pemuda itu pamit. Arta tak melangkah lebih jauh. Calvin merasa kasihan dan tak berdaya. Sebenarnya dia senang melihat Arta berekspresi selama ini Arta selalu sendirian meskipun dia tahu bahwa Arta butuh perhatian.
Di saat orang lain memberi rasa nyaman dan sialnya tidak berjalan dengan semestinya. Hati Calvin ikut tergerak untuk meyakinkan Arta bahwa semuanya baik-baik saja.
Arta menatap nanar kepergiannya. Dia berbalik, berlari ke dalam mengunci pintu kamar rapat-rapat tak ingin melihat dunia luar lagi. Sepasang suami istri menjadi bersalah.
Pintu gerbang tertutup. Pemuda itu berbalik dan memandangnya dalam diam. Setelah ini dia tak 'kan menginjakkan kakinya lagi. Sepasang mata saling menatap sama lain.
Arta berdiam di atas balkon hanya untuk melihatnya dengan mata berkaca-kaca. Pemuda itu tersenyum tipis sambil menatap mata birunya yang berair. Hatinya juga sakit.
Dia menaiki motor sambil memakai helm. Tatapan itu berakhir dengan hening. Motor hitam pergi meninggalkan luka yang tertanam dan tidak menyisakan apa pun. Sejak hari itu Arta berubah. Tidak ada lagi suara yang meramaikan dan tatapannya juga kosong.
Seperti kertas putih tanpa coretan. Kosong dan hampa. Calvin merasa jauh darinya. Keributan itu tidak ada lagi. Sepasang suami istri ikut terhanyut akan kesedihan ini. Mereka tak tahu akan berakhir seperti ini. Arta tetap menjalankan aktivitasnya.
Tidak ada keluhan di sekolah akan tetapi, cahaya itu menghilang secara perlahan. Tidak ada lagi perhatian yang membuatnya nyaman.
Semuanya hilang dan pergi. Bisma dan Vero menatap Arta yang sedari tadi diam merasa suasana di sekitar menjadi suram.
Bisma bersuara. "Mampir ke cafe kuy. Gue dengar ada yang baru."
Vero ikut menyahut, "Boleh tuh kebetulan gue bosen pengen nyari suasana yang lebih segar. Lo ikut kan Ar?"
Tepukan di pundak menyadarkan lamunannya. Arta hanya menengok kemudian mengangguk setuju. Sebenarnya dia tak minat melakukan apa pun.
.....
TBC
😭😭 Sad aku nulis part ini
KAMU SEDANG MEMBACA
Artamevia [END]
Novela Juvenil[FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Caesar Arta Viandra ialah sosok pemuda yang acuh tak acuh akan sekitar. Namun, sejak mengenalnya hidup lelaki bermata biru saphir lebih berwarna serta sifat cueknya, berubah haluan menjadi manja hanya kepadanya seorang. Ap...