8. Tidak Jelas

1.3K 144 4
                                    

Suara televisi menggema di dalam ruangan. Sepasang insan bergelut di dalam selimut, kasur berantakan. Keduanya enggan keluar dari tempat nyaman. Sudut kamar gelap, tak ada satu pun cahaya menerangi. Pemuda itu menekan orang di bawah.

Aktivitas tadi sangatlah menyenangkan. Tenggorokannya terasa kering, terpaksa dia keluar dari selimut berjalan sembari menguap panjang karena minim cahaya ia tersandung kakinya sendiri yang mengakibatkan dirinya  terjatuh ke bawah. Mulutnya terbuka dan mengumpat kasar.

Dia duduk sebentar, membuka matanya lebar. Meski dalam gelap sekalipun dia masih bisa melihat. Dengan gontai berjalan ke tepi menyalakan lampu. Kamar yang ditempati berantakan dengan baju berserakan di lantai dan tak terurus sama sekali.

Dia mengabaikan pemandangan yang merusak mata. Keluar kamar, turun ke bawah sudah disambut ramai orang, seketika menyipitkan mata.

"Sejak kapan kalian di sini?" tanyanya dengan suara serak sehabis bangun tidur.

Salah satu dari mereka menjawab, "Dari tadi sore pintu terkunci terpaksa kita mendobrak masuk lewat cerobong asap puas lo!"

Suaranya begitu nyaring membuat siapa saja tuli.

Dia menulikan telinganya, berjalan cuek ke dapur. Mengambil air dingin di kulkas dan langsung meneguknya. Dia juga masuk ke dalam kamar mandi, mencuci wajahnya dan melihat keluar jendela rupanya sudah malam.

Eh? Permainan tadi? Mendadak mukanya menjadi merah, dia menangkup wajahnya.

Sial, tadi itu beneran nyata? Dia terdiam kaku.

Dibuka lagi itu kulkas tangannya mengambil kotak susu yang tinggal separuh. Susu tersebut dituangkan ke gelas sedikit mencicipi dan rasanya masih segar dan alhamdulillah belum basi. Dia kembali berjalan ke lantai atas, mengabaikan tatapan orang-orang di bawah.

Pemuda itu menaruh gelas yang berisikan susu putih ke atas meja. Dia masuk ke dalam selimut sambil berbisik, "Dek, bangun yuk."

Pemuda di dalam selimut mengerjapkan matanya berulang-ulang, rasa kantuk masih menguasainya. Bisikan itu kembali terdengar kali ini lebih lembut dan penuh perhatian. Arta membalikkan badannya, membuka matanya sedikit menyipit, pipinya dipermainkan seperti quisy.

Arta bangun dari tidurnya. Dia masih linglung. Usapan lembut di kepalanya membuatnya sadar 100%. Rohnya yang tadi berkeliaran kini menyatu ke dalam raganya.

"Jam berapa sekarang?" tanya Arta lesu.

Dia melirik jam di atas dan menjawab, "Setengah tujuh."

Arta merentangkan tangannya ke atas. Mendadak wajahnya mendekat, Arta mendorongnya menjauh. "Ish, dasar genit."

Pemuda itu tertawa kecil. "Lucu banget sih jadi pengen nambah."

Kepalanya langsung dihantam dengan bantal. Tidak terima menjadi korban mereka saling beradu bantal, dia menggelitik tubuhnya.

Arta kegelian. "Haha, cukup ...."

Tiba-tiba pipinya dicium membuat tubuhnya menegang. Arta menundukkan kepalanya karena malu. Pemuda itu menyodorkan gelas padanya dan langsung diterima, mulut kecilnya bersentuhan dengan pinggiran gelas menyeruput susu tersebut. Pemuda itu menatapnya dengan mata yang jauh lebih gelap.

Tatapan lapar yang ingin memangsa lawan yang lemah. Arta menghabiskan minuman tersebut sekali tegukan. Dia mengusap jejak yang menempel dengan jempolnya. Lidah tidak bertulang mulai bermain, dan dia kehabisan napas.

***

Rumah tingkat dihuni banyak orang, seperti pengungsi yang kebanjiran. Riuh televisi bergema di dalam ruangan. Jarum jam terus bergerak tanpa jeda. Arta memainkan ponsel milik pemuda itu di pojokan, sedangkan pemuda itu bermain kartu dengan yang lain sambil bergosip.

"Cutie boy itu siapa elu?" tanya Andi.

Pemuda itu mendongak. "Kepo lo, udah ayo main lagi."

Yang lain ikut menyahut, "Kelihatannya masih polos. Belom lo sentuh kan?" Pertanyaan sesat dilontarkan.

Dia melirik ke samping dan tersenyum tipis. "Anjay, emang playboy bangsat ya lo! Rupanya begitu hiks kasian tuh bocah."

"Ngomong apa sih lo pada? Kagak paham sumpah, kalian ini kan sudah tua jangan ngajarin yang sesat dong."

"Yey, si kardus malah ngeles. Lo jauh lebih sesat daripada kita. Lo itu belok mulu, kapan lurusnya? Ganteng-ganteng kok gak normal," cibir Beni.

"Ck, bacot lo! Sebelum menghujat ngaca dulu, korban lo jauh lebih banyak mana pada masih bocah lagi. Emang dasar pedofil akut."

Dia mengeluarkan kartu As membuat mereka semua terdiam.

***

Permainan berakhir, tak sengaja Arta membuka video aneh yang terlintas di kolom bawah, di dalamnya terdapat adegan yang luar biasa. Mendadak jarinya menjadi kaku. Pemuda itu sudah berada di dekatnya, dia pun ikut menonton.

Sesekali melirik ke samping.

"Mau coba gak?"

Arta menoleh. "Gimana rasanya?"

Pemuda itu terbatuk pelan. "Ada yang bilang enak dan tidak. Tergantung posisinya."

Dia menggaruk kepalanya, bingung menjelaskan.

Arta kembali fokus menonton tanpa ekspresi, hanya ada kerutan kening menghiasi. Arta menaikkan volume. Terdengar suara nyaring dari luar rumah.

"Woy bangsat! Malah pada berbuat mesum lagi. Tobat woy kalian itu masih muda. Tolong lurus sedikit jangan belok-belok. Ntar malah nyungsep lagi dan berakhir sesat."

Arta dan pemuda itu terdiam beberapa saat. Hanya suara lain yang terdengar riuh di dalam ponsel. Mereka saling lirik, ia mematikan ponselnya.

"Udah malam, jangan dengerin bisikan setan terkutuk. Tutup mata dan bermimpi indah," bisiknya rendah. Arta menenggelamkan wajahnya dan meringkuk ke dalam dekapan hangat.

Dia mengusap punggungnya. Perhatiannya hanya tertuju kepada Arta seorang. Sedikit merendahkan tubuhnya, bibirnya menyapu lembut wajahnya. Mulai dari kening, mata, hidung, kedua pipi, dagu dan terakhir bibir mekar yang mempesona.

***

Brak!

"Diam woy! My hunny bunny sweety sedang tidur, jika lo pada berisik gue lempar lo semua ke kandang kambing!"

Mereka semua diam seribu bahasa. Suasana sekitar menjadi suram. Pemuda itu mendelik sinis. "Woy bencong, gak mangkal di pengkolan lo?"

"Dih, gak level gue mangkal. Sekarang tuh udah canggih kali ada duit berjalan. Selama gue imut dan menggemaskan semua orang bakal lirik gue."

"NAJIS!" balas mereka serempak dengan sumpah serapah penuh hinaan.

Pria berwajah cantik acuh tak acuh. "Karena you sudah punya. Jangan deketin eyke lagi. Gak level sama brondong kismin," ucapnya dengan angkuh.

"Siapa juga yang mau sama pantat panci kayak lo? Harap sadar diri," cibirnya pedas.

"Eh, sembarangan ya kamu. Untung cakep coba enggak udah eyke lempar ke jalanan."

"Bodo amat! Nggak denger gue pake masker. Bye!"

Pintu terbanting keras. Pria gemulai itu tersentak kaget lalu mengumpat kesal. Dia kembali ke sarangnya berkumpul dengan para korban yang selalu membuatnya merasa puas.

......

TBC

Artamevia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang