"Mau ke mana lo?" tanya saudaranya yang bernama Calvin. Arta melengos mengabaikan sosoknya. Calvin berdecak kesal karena dianggap angin lalu olehnya.
Arta memanaskan mesin motornya. Calvin memperhatikan dari belakang. "Beliin gue bakso dong," suruhnya seenak jidat.
"Punya kaki kan?" tanya Arta padanya, dengan cepat Calvin mengangguk. "Beli sendiri," balasnya ketus. Calvin mencebikkan bibirnya.
"Kan sekalian elah, tega bener sama gue," pintanya dengan memelas. Arta acuh tak acuh. Calvin mengambil kunci motornya dan segera melarikan diri. Melihat itu semua membuat Arta geram.
"Calvin Viandra balikkin woy!" teriaknya menggelegar. Calvin bersembunyi di balik pohon.
"Beliin dulu baksonya baru gue balikkin ini kunci!" Calvin melarikan diri. Arta melangkah cepat dan berhasil membalikkan situasi. Calvin kalah adu ketangkasan dan berakhir terkurung di dalam kamar mandi.
Calvin berteriak histeris, "ARTAAA KAMPRET! BUKA PINTUNYA WOY!"
Pintu digedor berulang-ulang. Arta menulikan telinganya. Dia langsung pergi. Calvin yang malang.
***
Cafe Mentari
Nesya melambaikan tangannya di pintu cafe setelah melihat Arta menghampirinya.
"Nggak nyasar kan lo?" tanya Nesya.
"Lo pikir gue bocah," cibir Arta.
Nesya cekikikan. "Ya kan gak ada yang tau terakhir lo ilang karena nyasar kan," ledeknya. Arta menoyor kepalanya.
"Ngaca. Itu aib lo sendiri malah diumbar," sindirnya sarkas.
Nesya merangkul lengannya duduk di antara orang banyak. Arta membeku. Tatapan mereka bertemu. Nesya menautkan alisnya bingung lalu menyenggolnya.
"Kenapa lagi lo? Sawan?" tanya Nesya sambil berbisik.
Arta mendorong wajah Nesya yang dekat, Nesya berdecak kesal. Arta duduk dengan kaku. Nesya berdehem.
"Kenalin guys ini Arta shohib teruwu gue dan mereka teman terbaik gue Ar." Arta tak merespons perkataan Nesya dikarenakan fokusnya diambil alih oleh pemuda di depannya. Dia tersenyum tipis, Arta membuang muka. Tatapannya mengintimidasi seakan dia berbuat salah dan anehnya tidak ada yang memperhatikan.
Arta meliriknya dan terkejut saat bertabrakan dengan mata legamnya yang jernih. Namun, mematikan. Arta menundukkan kepalanya karena malu telah meliriknya dan langsung tertangkap basah. Nesya sibuk dengan kelompoknya. Arta merasa terasingkan. Berbagai macam candaan diutarakan. Arta undur diri ke kamar mandi.
Nesya berbeda jika di luar sekolah. Dia menjadi dirinya sendiri dan sangat aktif bergaul dengan siapa pun. Arta menyeruput secangkir cappuccino dan terbatuk saat melihatnya. Tanpa persetujuan mereka duduk berhadapan.
"Yo, ketemu lagi," sapanya. Pemuda di depannya berbeda. Awal bertemu ia berantakan dan liar kalau sekarang dia berpakaian rapi meski rambutnya tak terawat. Arta berdehem mencairkan suasana yang canggung.
Pemuda itu menatap Arta intens. Dia mencondongkan tubuhnya mendekat. Arta melebarkan matanya. "Kalau dilihat dari dekat lo manis, ya."
Tetottttt....
Arta tak menjawab. Dia merasa diremehkan baginya perkataan barusan membuatnya tergganggu dan merasa terhina. Arta menatapnya datar. "Menyingkir! Lo merusak pemandangan."
Pemuda itu tersenyum kecut. "Pedes juga omongan lo. Nusuk tulang belakang," guraunya.
Arta memalingkan wajahnya ke arah jendela. Pemuda itu beranjak dari tempatnya lalu pergi tanpa pamit. Arta berbalik menatap punggungnya dengan tatapan bersalah.
Apa ucapan gue keterlaluan ya? Ah, bodo amat! Nggak urus. Arta menggelengkan kepalanya.
***
"Kusut amat itu muka kek cucian kotor," ledek Fikram dan ditertawakan oleh teman-temannya. Dia mengangkat jari tengahnya.
Gery mencairkan suasana. "Ntar malem ada balapan kuy join," ajaknya antusias. Pemuda itu melirik sekilas.
"Ada duitnya nggak? Kalau gak malesin amat," jawabnya tak minat.
Gery menepuk dadanya. "Hadiahnya mantep bro dan nggak mengecewakan. Gue jamin 100% real."
Dia memainkan kaleng soda sambil berucap, "Deal!" Mereka semua bertos.
***
Nesya duduk di samping Arta yang cemberut mungkin bete. "Sendirian aja neng, sini Abang temenin," celetuk Nesya sembari menggodanya. Arta mendelik sinis.
"Ngomong kayak gitu lagi gue sepak lo ke hutan."
"Ya, lagian hobi banget menyendiri di sana tuh rame bukannya berbaur malah menepi. Kalah cakep lo sama mereka," ejek Nesya. Arta memutar matanya malas.
"Dah sore. Gue balik." Arta beranjak dari duduknya mengabaikan ocehan Nesya. Ia berjalan ke arah kasir dan tak sengaja bertabrakan dengannya. Arta terhuyung ke samping beruntung tangan lain merangkulnya.
"Untung tuh lantai gak kotor," gumamnya polos.
Arta mendorongnya, tanpa perasaan menginjak kakinya. Dia meringis, Arta meninggalkan tempat tersebut dengan cepat. Pemuda itu mengejarnya sampai depan pintu lengannya ditarik dan tubuh mereka bertubrukan. Arta menundukkan kepalanya, sedangkan tangan pemuda itu melingkar di sekitar pinggangnya.
"Tolol amat sih tuh orang yang berlarian. Hampir ajah terguling," decaknya kesal. Arta mendengar suaranya. Jantungnya berdebar tak karuan.
"Lepasin!" Arta berontak. Pemuda itu tak merespons melainkan semakin erat memeluknya.
Arta mencubit pinggangnya dengan pedas barulah dilepaskan. "Sakit," ringisnya.
Arta acuh tak acuh, Dia berbalik badan. Di saat mereka berpelukan untungnya sepi, tetapi membuatnya malu. Arta berlari menuju motornya dan melesat pergi.
Pemuda itu mengusap pinggangnya yang linu. "Kecil-kecil sadis juga tapi menarik," ucapnya misterius.
***
Arta melajukan motornya dengan kecepatan tinggi membelah angin. Dia berhenti sejenak di jembatan layang. Dia menyentuh dadanya yang bergemuruh. Mukanya menjadi merah lalu mengenyahkan pikiran yang baru saja singgah.
Dasar berengsek!
Arta mendongak ke angkasa. Awan berganti warna jingga. Dia mengatur napasnya. Perlahan emosinya tersingkir dengan pemandangan di cakrawala. Dia menatap senja dalam diam. Ponsel berbunyi, Arta menyipitkan matanya. Nomor asing berada di layar ponselnya. Arta memilih mengabaikannya.
Tring!
Pesan masuk, Arta mengeceknya dan membulatkan matanya.
From: Tanpa Nama
Save me, Badai Ferdian!Arta menatap pesan itu tak berkedip. Jari-jarinya mengetik pesan.
To: Tanpa Nama
Siapa lo?From: Tanpa Nama
Calon pacar. Masa lupa, ini gue yang lo cubit dan injek kakinya.Arta mematung. Pemuda ini berbahaya. Arta memblokir nomor tersebut. Dia harus menghindari pemuda sinting itu. Jika tidak, hidup damainya akan berakhir dengan kacau.
Pemuda di seberang berdecak. "Baru juga mau pedekate udah diblokir aja," gumamnya lirih.
Diam-diam pemuda itu merasa tertantang untuk mengenal seorang Arta. Jadi, dia tak menyerah untuk mendekatinya meski akan ditatap aneh oleh sebagian orang. Baginya ini sangat menarik.
Dia mengendarai motornya dengan kencang, angin malam begitu dingin serta tak mengendurkan niatnya untuk memulai aksinya di jalanan.
......
TBC
Hayo udah berkeliaran ke mana saja nih otaknya? Ada yang tempe ini cerita apa? 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Artamevia [END]
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Caesar Arta Viandra ialah sosok pemuda yang acuh tak acuh akan sekitar. Namun, sejak mengenalnya hidup lelaki bermata biru saphir lebih berwarna serta sifat cueknya, berubah haluan menjadi manja hanya kepadanya seorang. Ap...