XVI. Remorse

372 59 390
                                    

Min jae ada di halaman belakang, duduk dengan pandangan kosong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Min jae ada di halaman belakang, duduk dengan pandangan kosong. Sesekali menyisir rambutnya kebelakang sedikit meremat ketika denyutan di dalam kepalanya mulai menguasai dirinya. Jari jemarinya gemetar karna kekalutan atau bahkan udara dingin di malam hari yang menusuk.

Malam ini hujan deras kembali mengguyur, langit malam bahkan benar-benar terlihat kosong tanpa cahaya sang rembulan maupun bintang yang berkedip dengan genitnya seperti biasa. Beberapa gumpalan awan hitam dengan apik menutupi sekian banyak cahaya yang harusnya menghiasi malam. Udara dingin juga bukan menjadi masalah besar untuknya. Karna Coat tebal dan satu gelas coklat panas menemani malamnya di halaman belakang rumah Jimin. Bermaksud ingin menenangkan fikirannya.

Kedua manik matanya menatap lurus kearah bunga-bunga yang sedang dihujami oleh rintik hujan yang turun di depannya. Terlihat indah, karna ada beberapa lampu kecil menyinari taman itu. Tapi fikirannya bukan hanya memikirkan betapa indahnya tetes air hujan yang jatuh mengenai beberapa dedaunan yang terlihat basah dan mengkilat. Tapi entah kemana fikirannya berlari lari kesana kemari mencari jalan keluar yang tepat untuk bisa dia lalui sambil sesekali menyesap coklat panasnya.

Kembali memilih membiarkan tenggelam dalam suara tetes hujan yang mengenai atap tempat dia berdiam, ditemani oleh suara angin yang berhembus kencang menghantarkan dingin yang membuatnya sedikit bergetar. Melupakan kenyataan bahwa saat ini dirinya seperti sedang berada di sebuah labirin besar dan rumit. Bahkan jalan keluar pun tidak bisa dengan mudah dia temukan. Hanya bertemankan ketakutan dan kekosongan yang menemani setiap langkahnya.

Kebenaran atau fakta apa sebenarnya yang sedang dia coba temukan?

Min jae bahkan sesekali menertawakan kenyataan ketika hidup indah yang dia impikan sekarang hanya sebuah angan. Angan yang selalu tidak berpihak baik pada hidupnya.

Menyedihkan, hingga membuat dirinya muak akan jalan hidup yang sedang dia usahakan untuk jalani.
Min jae tentu saja memiliki titik lemah di hidupnya, contohnya saat ini dan saat kedua orang tuanya harus pergi satu persatu dari sisinya.

Hatinya jelas sakit, dia jelas menginginkan kehidupan normal dan impian indahnya yang terwujud. Tidak serakah, mungkin hanya salah satunya. Seperti, dicintai dengan
Benar. Bukan hanya bisa mencintai dirinya sendiri, dan berusaha memeluk dirinya sendiri agar membuatnya tenang.

"Noona?"

Suara lembut itu menyapa rungu Min jae, tepatnya disamping kanan Min jae. Dari panggilannya saja, Min jae sudah hapal. Itu pasti Jungkook.

Dia pasti baru pulang, katanya ada tugas dadakan setengah jam yang lalu. Taehyung dan Jimin juga belum pulang. Mereka bekerja hari ini. Mungkin sebentar lagi pulang, mungkin.

"Jung...boleh aku bertanya?"

Jungkook mengangguk, dia mendudukkan dirinya di sebelah Min jae. Menggosokkan kedua tangannya mencari kehangatan.

DEV[k]ILL [M] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang