"Lo beneran bisa nyetir?"
Jani memandang khawatir Dirga yang sedang duduk di balik roda kemudi dengan topi hitam yang sedikit membantu menyamarkan penampilannya yang kacau.
Dirga tersenyum samar. "I'm good, Rinjani."
"Beneran?" Jani menyipitkan mata-menolak untuk percaya begitu saja.
Kali ini, ada tawa pelan yang Dirga loloskan dari bibirnya. Tawa pertama pemuda itu hari ini. "Give me your hand."
"Hm?"
Dirga mengangkat tangannya dari tuas persneling, lantas mengulurkan tangannya pada Jani. "Please?" Suaranya terdengar serak.
Meski ragu, Jani tetap mengulurkan tangan dan meletakannya di atas telapak tangan Dirga yang terbuka. Dengan lembut, Dirga membawa tangan Jani ke atas tuas persneling, lalu membungkus tangan gadis itu dengan telapak tangannya yang besar. Pemuda itu lantas kembali fokus pada jalan di depannya, mungkin tak menyadari bagaimana Jani sekarang sedang menatapnya dengan wajah yang memanas dan jantung yang hampir meledak.
Jani membuang muka, memilih untuk menatap jendela di sampingnya, menggigit bibir dalam untuk menahan senyum yang memaksa hadir di wajahnya.
Dirga benar-benar bertingkah aneh hari ini,
Beberapa saat yang lalu, pemuda itu memintanya pergi tanpa alasan yang jelas. Hanya berselang beberapa saat, Dirga sendiri juga yang kemudian menahan Jani yang sudah akan pergi diikuti dengan beberapa patah kata yang ia bisikkan tepat di telinga Jani, "Don't... I'm sorry... Don't go..."
Dirga lalu mengajak Jani masuk ke apartemennya, memintanya menunggu sebentar sementara pemuda itu menghilang di balik pintu kamarnya tak sampai 5 menit dan kembali dengan topi, jaket, ponsel dan kunci mobil.
"We're here."
"Hm? Danau?" Jani mengernyit, memperhatikan sekelilingnya yang tampak sepi. Sementara Jani sedang bingung sekaligus takjub dengan pemandangan di depannya, Dirga memutar tubuh untuk mengambil sesuatu dari jok belakang mobilnya dan kembali duduk dengan sehelai hoodie yang ia letakkan di pangkuan Jani.
"Ayo turun."
Jani buru-buru mengenakan hoodie Dirga, tak sabar untuk merasakan langsung udara di luar sana sementara pemuda itu sudah turun lebih dahulu dan menunggu Jani di depan mobil. Ketika turun dari mobil, Jani tak menghampiri Dirga, melainkan langsung berlari kecil mendekati danau membuat rambutnya bergerak ke sana kemari.
Dirga memperhatikan itu semua-Jani yang bergerak antusias dengan sinar matahari yang hampir tenggelam menyapu wajahnya. Gadis itu lantas berjongkok, mengulurkan tangan untuk merasakan air danau menyentuh ujung jemarinya. Kemudian ia berbalik, menyuruh Dirga yang masih bersandar di kap mobil untuk mendekat.
Dirga mengangguk sebelum mulai mengambil langkah untuk mendekat. Diam-diam, ia merekam semua yang ia tonton barusan di kepalanya. Menyimpannya sebagai hal paling indah yang pernah ia saksikan di sepanjang hidupnya.
Jani masih sibuk memainkan air dari pinggir danau sementara Dirga sudah duduk di rerumputan beberapa langkah darinya. Dirga tak berkata apa-apa, hanya menatap punggung Jani yang beberapa kali menoleh untuk menatapnya dengan senyum yang tak henti bermain di wajahnya.
Hingga ketika matahari sudah semakin turun, barulah Jani berjalan mendekati Dirga dan duduk di samping pemuda itu.
"Udah selesai main airnya, anak kecil?" Dirga bertanya seraya merapikan helaian rambut Jani dengan jemarinya, sementara gadis itu hanya tertawa.
"Kok lo bisa tau tempat kayak gini? Jaraknya juga nggak jauh-jauh banget, lagi." Hanya butuh 45 menit perjalanan dari apartemen Dirga.
"Kakek gue punya pondok di sekitar sini. Dulu gue sering diajak ke sini sama Mama."
KAMU SEDANG MEMBACA
04 - Written in The Stars [Completed]
Teen Fiction[Book #04 of Candramawa Universe] ❝Bagi gue, itu Jani.❞ Jennar Rinjani Kusuma. Jani sebenarnya cuma mahasiswi biasa yang kebetulan ngekost di kostan luar biasa-Candramawa. Pergi ke kampus, ngomelin anak-anak Candramawa, masak, repeat. Bagi semua ora...