Studio hening.
Dirga duduk di sofa dengan posisi tegap dengan wajah sok cool meskipun lagi panik-panik ajeb sekarang. Yago dan Jagad duduk di hadapannya sambil melipat tangan di depan dada dan menyipitkan mata—lagi serius ceritanya, sementara Ezra berdiri di antara mereka, katanya sih jadi penengah.
Persidangan dengan terdakwa Janaka Dias Dirgantara sedang dimulai.
Situasi ini tercipta tentu saja karena teriakan Ezra beberapa saat lalu tentang Dirga yang menyukai Jani dan tanpa sengaja didengar oleh dua bungsu Meraki. Dan sejak tadi, Dirga diam-diam sudah melemparkan death stare pada Ezra yang menjadi biang kerok sebenarnya. Yang ditatap hanya bisa memasang wajah meminta ampu kepada drummer Meraki itu.
Ezra tahu nyawanya sedang berada di ujung tanduk sekarang. Oleh karenanya, ia berusaha dengan keras untuk menyelamatkan Dirga dari dua admin lambe turah di hadapan Dirga itu; Yago dan Jagad.
"Adik-adik, ini bisa diselesaikan dengan kepala dingin—"
"Diem, Bang." Jagad menyela Ezra tanpa mengalihkan pandangannya dari Dirga yang sudah deg-degan mampus di tempatnya. "Ini urusan lelaki."
"HEH NYET, GUE JUGA BERBATANG YA???!!!"
Untuk pertama kalinya dalam sejarah sejak Meraki terbentuk, Dirga kicep di depan anggotanya seperti ini. Iya, the one and only Janaka Dias Dirgantara, majikan di Meraki, dibuat panik habis-habisan di depan babu-babunya. Kapan lagi bisa melihat Dirga pucat pasi di hadapan dua anggota termuda Meraki yang otaknya sudah lama menganggur itu?
"Gue kehilangan kata." Yago menggeleng-geleng dengan wajah sangat dramatis. "Dari semua wanita, kenapa harus ibu tiri upik abu itu?!"
Dirga agak memicingkan mata saat mendengarnya, namun jelas ia sedang tidak dalam posisi untuk bisa protes apalagi marah. Salah tindakan, bisa-bisa rahasia yang sudah ia simpan rapat-rapat satu tahun lebih ini sampai di telinga Jani mengingat kemampuan menjaga rahasia Jagad dan Yago yang sangat diragukan.
"Tolong dijawab dengan sejujur-jujurnya." Mimik wajah Jagad yang serius justru membuat Dirga harus menahan diri untuk tidak menyelepet lelaki itu. "Sejak kapan benih-benih asmara itu tumbuh di dalam hati anda?"
Sedetik kemudian, Jagad berbisik ke arah Yago, "Keren nggak gue?"
Sampah.
"Ck, pertanyaan apaan sih—"
"Go, telpon kak Jani seka—"
"Setahun lebih lalu, awal Meraki kebentuk." Dirga segera menjawab dengan cepat sambil diam-diam memaki Jagad di dalam hatinya. DIRGA BISA GILA KALAU SAMPAI DUA ANAK SETAN ITU MEMBERI TAHU JANI.
BRENGSEK.
Mereka punya kelemahan Dirga sekarang.
"DIH, ANJIR SERIUSAN???!!!" Jagad berseru kaget, sementara Yago melotot tak percaya. Siapa yang menyangka bahwa sudah selama itu Dirga menyukai Jani? Dan hebatnya, bisa lolos dari radar Jagad yang biasanya peka banget kalau sudah berkaitan dengan dunia percintaan seperti ini.
Namun sedetik kemudian, Yago dan Jagad buru-buru berdeham sok kalem dan kembali memasang wajah paling serius yang mereka bisa.
"Wow, luarnya aja sok harimau, dalemnya hello kitty juga ternyata. Cuih." Kalau sedang tidak dalam situasi seperti ini, Yago jelas sudah ciao adios dari bumi karena berani-beraninya mengejek Dirga seperti itu. Namun tentu saja, untuk sekarang, Dirga tidak bisa melakukan apa-apa selain menerima ejekan-ejekan yang merusak harga dirinya itu. Dan dengan kurang ajarnya, Yago dan Jagad memanfaatkan situasi ini untuk menyalurkan segala unek-unek yang mereka simpan selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
04 - Written in The Stars [Completed]
Teen Fiction[Book #04 of Candramawa Universe] ❝Bagi gue, itu Jani.❞ Jennar Rinjani Kusuma. Jani sebenarnya cuma mahasiswi biasa yang kebetulan ngekost di kostan luar biasa-Candramawa. Pergi ke kampus, ngomelin anak-anak Candramawa, masak, repeat. Bagi semua ora...