[06] Do You Like Her?

3.9K 683 77
                                    

Sesuai yang sudah disepakati, akhir pekan ini Jani bertandang ke rumah Dirga untuk melihat Vivi secara langsung. Awalnya Jani berencana untuk langsung pergi ke sana sendirian mengingat dijemput oleh Dirga sama saja dengan menyodorkan bahan gosip baru untuk para penjulid di kostannya. Namun akhirnya, atas penawaran Dirga, Jani pergi terlebih dahulu ke apartemen cowok itu sebelum keduanya berangkat bersama ke rumah Dirga.

Tentu saja selain supaya Jani tidak terlalu repot karena apartemen Dirga berjarak lebih dekat daripada rumahnya jika dihitung dari Candramawa, ini adalah salah satu modus Dirga supaya bisa semobil dan menghabiskan waktu lebih lama dengan Jani.

Dasar lelaki.

Ketika keduanya sampai di rumah Dirga, satu-satunya hal yang menyambut adalah lengang. Jani menyadari bagaimana Dirga terlihat agak sedikit ragu untuk melangkah masuk ke dalam rumahnya sendiri, sekeras apapun pemuda itu berusaha terlihat tenang.

Begitu keduanya sampai di ambang pintu, seekor anjing berbulu putih langsung berlari ke arah Dirga. Jani tidak bisa menahan gemasnya begitu anjing tersebut berhenti di dekat kaki Dirga dan mendongak seakan meminta Dirga untuk menggendongnya.

Bersamaan dengan Dirga yang membawa Vivi ke dekapannya, seorang pria paruh baya muncul dari dalam rumah. Hanya dengan melihat sekilas, Jani sudah bisa mengetahui bahwa pria tersebut adalah ayah Dirga—Yang lantas terbukti benar saat Jani menyalimi pria tersebut dan memperkenalkan dirinya.

Jani bisa menangkap kecanggungan di antara Dirga dan Om Candra meski interaksi di antara mereka hanyalah sebuah obrolan singkat; Om Candra yang bertanya apakah Jani adalah pacar Dirga, yang lantas dijawab Dirga—Dengan agak sedikit panik dan salah tingkah—kalau Jani hanyalah temannya.

Setelah percakapan singkat dan kaku itu, Om Candra meninggalkan Dirga dan Jani berdua saja. Dirga mengajak Jani menuju halaman belakang agar Vivi bisa bermain lebih leluasa.

Dan disinilah keduanya, duduk bersebelahan di atas lantai yang berbatasan langsung dengan rerumputan tempat Vivi sedang bermain sambil sesekali menggonggong.

"Nyokap lo di mana?" Jani jadi yang pertama membuka pembicaraan.

Dirga tampak tenang saat mengatakan, "Meninggal waktu gue kelas 2 SD."

Rasa bersalah seketika memenuhi Jani. "Eh, sorry—"

"Nggak pa-pa." Dirga tersenyum. Sesaat kemudian, Jani tampak diam, membuat Dirga tahu ada sesuatu yang ingin gadis itu katakan. "Mau bilang apa?"

Jani menoleh. "Hng?"

"Lo kayaknya mau bilang sesuatu." Dirga bilang begitu, membuat Jani agak kaget juga karena tebakkan pemuda itu memang benar. "Just say it."

Kalau sudah begini, Jani jadi tidak punya pilihan lain selain mengatakannya, mengingat kemampuan berbohong Jani juga sangatlah buruk. "Pasti... Sulit, ya?" Jani bertanya dengan hati-hati.

Ekspresi Dirga agak berubah saat Jani menanyakan satu pertanyaan sederhana itu. Ada sekelebat emosi yang melintas di wajahnya dengan cepat, namun Jani masih bisa menangkapnya.

"Adek-adek gue semuanya cowok, dan mereka semua cenderung lebih dekat sama nyokap. Jadi gue rasa pasti berat banget untuk lo waktu itu, apalagi lo masih cukup kecil untuk bisa ngerti semuanya."

Tidak ada balasan apa-apa dari Dirga untuk waktu yang cukup lama, membuat Jani jadi takut kalau-kalau ia sudah salah berbicara, apalagi ini topik yang cukup sensitif. Baru saja gadis itu ingin mengatakan sesuatu, Dirga akhirnya bersuara. Katanya, "I was crying. For days."

Dirga menatap Jani lekat. Dan jika Jani menilik lebih jauh, ia bisa menemukan luka di dalam sorot mata pemuda itu. "Tapi akhirnya gue berhenti menangis. Bukan karena gue akhirnya bisa menerima kepergian nyokap waktu itu, tapi karena semua orang bilang kalau anak laki-laki seperti gue nggak seharusnya menangis. Gue nggak diberi pilihan lain selain jadi baik-baik aja dan menghadapi hari seakan nggak ada sesuatu yang terjadi."

04 - Written in The Stars [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang