Ketika Dirga sampai di depan Candramawa, hujan sudah turun. Tidak begitu deras, namun tetap saja membuat Jani terkena sedikit cipratannya saat ia melangkah menuju mobil Dirga meskipun ia juga sudah menggunakan payung.
"Sorry, ngerepotin ya?" Jani meringis.
"Sama sekali enggak. Toko kuenya juga searah sama Candramawa." Dirga tersenyum. Ia lantas menyadari bahwa tetesan hujan membasahi rambut dan tangan Jani. Tidak sampai basah kuyup, namun tetap saja butuh dikeringkan. "Butuh tisu?"
"Ada?"
Dirga mengangguk. Ia agak mencondongkan tubuhnya untuk membuka laci dashboard di depan Jani untuk mengambil sekotak tisu yang baru saja ia beli beberapa hari lalu. Tepat ketika laci terbuka, satu buah lipstik jatuh dari sana dan berhenti di dekat kaki Jani.
Anjing.
Itu jelas bukan milik wanita yang pernah bersama Dirga. Soalnya terakhir kali Dirga membawa cewek masuk ke dalam mobilnya itu hampir dua tahun yang lalu, sebelun ia bertemu dengan Jani.
Umpatan kembali diloloskan Dirga di dalam hatinya saat ia teringat akan sesuatu. Beberapa hari yang lalu, Ezra sempat meminjam mobilnya karena mobil milik pemuda itu harus masuk bengkel selama beberapa hari. Sudah pasti ini milik entah-gadis-siapa yang bersama Ezra hari itu.
Jani yang sedang memperbaiki make-upnya sambil berkaca di kamera depan ponsel menunduk untuk meraih lipstik tersebut, lantas dengan santainya menyerahkan benda tersebut kepada Dirga yang masih bengong di tempatnya.
"Punya cewek lo ya?" Jani bilang begitu, bermaksud bercanda.
"Bukan!" Dirga panik, padahal Jani sendiri kelihatan santai banget.
Jani mengerjap, agak bingung juga kenapa Dirga jadi kalang-kabut begitu. Mau itu lipstik punya siapa juga kan bukan urusan Jani? "O...ke."
Masih sambil memaki dirinya juga benda terkutuk yang baru saja diserahkan itu, Dirga meraih satu kotak tisu yang masih baru dan ia berikan kepada Jani. Dirga menyimpan lipstik itu di pintu mobilnya—berniat untuk membuangnya sepulang dari acara ulang tahun Meraki—sebelum mulai menyalakan mobil dan bergerak meninggalkan Candramawa.
Sesekali, Dirga melirik ke arah Jani untuk mengecek raut wajah gadis itu. Ezra brengsek. Bagaimana bisa juga dia tidak tahu-menahu kalau ada lipstik di dalam dashboardnya? Mana nyadarnya pas sama Jani lagi.
"Muka lo tegang banget."
Dirga menoleh sekilas, menemukan Jani sedang memperhatikannya. "Hah?" Dia mendadak linglung sendiri. Efek Jennar Rinjani Kusuma tuh memang nggak main-main untuk Dirga.
Image drummer cool-nya selalu luluh lantah kalau sudah berurusan dengan gadis itu.
"Jadi, lipstik siapa tuh tadi?" Jani menaik-turunkan alisnya untuk menggoda Dirga.
Mantep. Dibahas lagi.
"Gue juga nggak tahu." Dirga buru-buru menambahkan, "Yang pasti bukan punya cewek gue."
"Hmmm...." Jani menggangguk-angguk sok percaya dengan wajah usil, membuat Dirga mendengus meskipun ia jadi ikut tersenyum juga.
She's too cute for him to handle.
"Bukan cewek gue, Jan."
"Iya-iya, percayaaa."
"Beneran bukan."
"Loh, gue udah percaya kok."
"Lo nggak keliatan percaya."
"Emang muka percaya tuh gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
04 - Written in The Stars [Completed]
Teen Fiction[Book #04 of Candramawa Universe] ❝Bagi gue, itu Jani.❞ Jennar Rinjani Kusuma. Jani sebenarnya cuma mahasiswi biasa yang kebetulan ngekost di kostan luar biasa-Candramawa. Pergi ke kampus, ngomelin anak-anak Candramawa, masak, repeat. Bagi semua ora...