Bab 39

9.2K 574 14
                                    

"Gue suka elo, Cat." Cattleya yang sedang mengemasi pakaiannya terperangah. Gerakan tangan yang terus sibuk sejak beberapa jam lalu akhirnya terhenti, sementara manik milik netra wanita itu membulat menatapi sosok yang sedang duduk di sebelahnya-turut memandangi wajah Cattleya cukup lama.

"Sakit? Atau lagi sekarat?" Kalimat yang tercetus begitu saja membuat netra sang lawan bicara membulat. Cattleya ternyata memang benar-benar ahli membuat hati orang lain patah.

"Woah ... respon yang tidak terduga. Ck-ck," ucap sang lawan bicara sedikit sarkas sambil mengerling cemberut. Kekesalannya bertambah saat tak ada tanggapan dari wanita yang kembali menyibukkan diri tersebut.

"Yah, setidaknya elo nggak berubah. Masih seperti Cattleya yang gue kenal pertama kali."

Cattleya melirik beberapa detik, kemudian kembali berpaling. Menggeleng pelan melihat sikap tiba-tiba sang lawan bicara yang sangat berbeda dari biasanya.

"Kata-kata terakhir yang ngaco banget. Nggak lucu," celetuknya lagi. Alih-alih kesal, sosok di sebelah terkikik. Lalu perlahan beringsut mendekat setelah tawanya mereda. Cattleya yang menyadari hal tersebut, mengerling penuh selidik dan refleks bergerak mundur.

"Wah-wah, apaan, nih?" tanya wanita tersebut sengit. Lagi-lagi, sang lawan bicara terkikik pelan, menikmati keusilannya pada Cattleya.

"Gue penasaran," bisiknya sambil tersenyum miring. "Kalau seandainya Dava yang bilang kata-kata tadi, respon elo gimana, ya?"

Sontak Cattleya mengalihkan atensi, menyipitkan netra memandang wajah lelaki yang hanya berjarak beberapa senti darinya.

"Menurut kamu gimana?" ucap wanita itu berbalik menjawab pertanyaan dengan pertanyaan. Pemilik wajah yang mengusilinya beralih menjauh, mencebik kesal.

"Nggak seru, ih."

"Nggak usah basa-basi. Selain jemput saya, saya yakin Dokter Abian yang katanya ganteng itu punya keperluan lain. Iya, 'kan?" Kali ini, Cattleya-yang telah selesai mengemas pakaian-benar-benar menetapkan atensinya pada lelaki yang sedang cengar-cengir sambil menahan tawa. Sedikit pun tidak terlihat tersinggung, meski wanita itu jelas-jelas berbicara dengan sarkas.

"Wah, Cat. Jangan-jangan formal, dong, ngomongnya. Canggung banget sumpah," sahut Abian membalas. Sisa-sisa tawa masih berbekas di wajahnya. Entah apa yang menurutnya lucu, jelas lelaki itu terlihat sangat bahagia. Walau penasaran, Cattleya enggan bertanya.

"Lagi pula, elo udah lama bukan pasien gue," tambahnya selang hening sesaat. Raut usil beberapa waktu tampak melembut sejenak.

Cattleya berpaling, mencoba membuat dirinya sibuk dengan mengemasi barang-barang di atas nakas kecil tempatnya duduk bersandar. Suasana canggung benar-benar terjadi di ruangan minimalis tersebut.

"Sebagai dokter yang pernah membantu elo, gue senang akhirnya elo terlihat lebih baik sekarang. Setidaknya gue berharap begitu." Cattleya terlihat diam sesaat, memunggungi Abian tanpa bicara.

"Elo nggak kangen Dava, Cat?" Wanita itu semakin membungkam. Pertanyaan yang sama setelah beberapa waktu berlalu, dan entah kenapa masih terasa begitu sulit untuknya menjawab pertanyaan sederhana tersebut.

Abian melirik, setelah tak kunjung mendapat jawaban. Tampak jemari Cattleya yang terkepal bergetar pelan. Lelaki itu mendesah kecil. Ekspresi jahil di wajahnya menghilang.

Kerfuffle (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang