Bab 6

13.1K 1K 11
                                    

Untukmu jodohku di masa depan, tolong jangan cemburu pada orang yang kucintai saat ini. Karena percayalah, cintaku untukmu saat itu akan lebih besar dari ini.

***

"Ada apa, Pak?" tanya Cattleya setelah menutup pintu ruangan kantor Dava.

"Duduk dulu," ucap Dava singkat.

Ia bersender di kursi putarnya, memandang wanita muda itu dengan intens. Pelan, Cattleya melangkah maju dan mendudukkan dirinya di kursi depan Dava yang dibatasi oleh meja. Tanpa mengeluarkan kata sepatah pun, ia menundukkan wajah melihat ubin lantai.

"Santai aja. Nggak perlu tegang. Saya bukan mau gigit kamu, kok."

Cattleya mengangkat wajah perlahan setelah mendengar kalimat datar yang diucapkan oleh dosen sekaligus suaminya. Namun, ia masih membisu sementara kepalanya tanpa henti memikirkan apa yang akan dikatakan oleh lelaki tersebut.

Cattleya mendengkus sebal dan beranjak bangun, saat lelaki berstatus sebagai suaminya itu tak kunjung mengeluarkan suara.

"Mau ke mana?" tanya Dava akhirnya ketika sadar Cattleya meninggalkan kursi dan berbalik.

"Balik ke kelas," jawab wanita muda itu singkat dan tak bersemangat.

"Saya belum selesai bicara, Ceya," pungkas Dava masih dengan intonasi di titik nol. Cattleya mendecak lalu berbalik menoleh pada lelaki tersebut.

"Heh, memang kapan Bapak mulai bicara?" Ia balik bertanya sambil melipat kedua tangan. Memberi tatapan jengkel yang sudah biasa Dava lihat. Alih-alih menjawab, lelaki itu hanya diam memandangnya.

"Hampir setengah jam saya kayak orang bodoh nungguin Bapak ngomong, tapi Bapak  malah asyik sendiri main HP. Saya pikir Bapak mau ngomong penting. Nyatanya malah buang-buang waktu saya," gerutu Cattleya panjang lebar melepaskan kekesalannya yang memuncak.

Jangan lupakan bagaimana mood wanita itu seharian ini. Mulai dari motornya yang tiba-tiba mogok,  presentasi yang mendadak ditunda plus tugas baru. Serasa berada di tengah-tengah perapian, emosi Cattleya benar-benar sudah berada di puncaknya. Ditambah sikap menyebalkan dari dosen sekaligus suami sengklek-nya yang menambah intensitas kekesalan Cattleya.

"Udah? Udah selesai ngomel-ngomelnya?" tanya Dava yang refleks menarik kerutan di kening sang istri.

"Dasar emak-emak. Berkicau mulu kayak kakaktua," dumel Dava. Entah sengaja atau tidak, ia mengatakannya dengan frekuensi suara yang masih bisa di dengar oleh Cattleya. Kalau saja ia sedang di dunia komik, mungkin kini wajahnya sudah tampak merah dan terlihat asap mengepul di tubuhnya.

Dengan tingkat kecepatan tinggi, Cattleya melempar botol minuman bekasnya tadi ke arah Dava yang masih sibuk dengan gawai tipis abu-abunya.

"Akh, Cattleya!" pekik sang dosen saat ujung botol menyerempet pelipisnya.

"KDRD! Ini namanya kekerasan dalam ruang dosen!" protesnya lagi tak terima. Menatap tajam sang istri yang malah memutar bola mata malas.

"Dosen kok cengeng," desis Cattleya dengan sengaja membiarkan Dava mendengarnya. Lelaki itu mendelik tajam. Kemudian suara ketukan di pintu menginterupsi kisah drama kedua pasutri tersebut.

"Masuk!" perintah Dava yang telah mengubah suaranya setegas mungkin. Menarik alis Cattleya yang mendengarnya dan memandang penuh tanya pada dosen tampan ... ralat, sengklek-tersebut.

Seorang pria dengan seragam hijau dari ujung kaki sampai ujung kepala, masuk ke dalam ruangan tersebut. Setelah berada tepat di depan meja Dava, ia meletakkan satu paperbag berukuran besar di atasnya. Kemudian berlalu pergi setelah menerima pembayaran dari Dava. Meninggalkan dua sejoli yang bak kartun kucing dan tikus tersebut.

Kerfuffle (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang