Bab 2

23.2K 1.5K 30
                                    

Cattleya baru saja selesai menata sarapan di atas meja, ketika sang suami yang tidak diinginkan berjalan menghampiri seperti zombie yang kelaparan. Masih dengan mata yang sesekali terpejam, lelaki itu berjalan terseok-seok lalu duduk di salah satu kursi yang ada di sana. Tangannya meraih sebuah sendok yang tertata rapi di sebelah piring berisi nasi goreng buatan istrinya. Tanpa ba-bi-bu lagi, ia mengambil sesendok nasgor untuk segera dinikmati.

Tersadar lidahnya tak kunjung merasakan kenikmatan nasgor di pagi hari, dengan berat hati lelaki itu membuka mata lebih lebar. Kemudian ia menemukan sendok yang entah sejak kapan beralih ke tangan wanita di sebelah, menatapnya penuh atensi.

"Ceya," rengeknya bak anak kecil.

"Pak, Bapak ini alzheimer ya? Umur Bapak hampir seperempat abad, loh. Tapi kok makannya kayak anak umur lima tahun, sih? Jorok!" ujar Cattleya. Lelaki itu malah memicingkan mata, menatap istrinya kesal.

"Tapi saya laper," rengeknya lagi.

Acuh, Cattleya menarik sepiring nasgor dari hadapan lelaki itu dan memindahkannya ke sisi berlawanan.

"Saya nggak peduli. Sekarang Bapak cuci muka dulu, baru balik lagi ke sini."

"Ceya ...."

"Ih, apaan sih! Umur udah tua masih manja!" dumel Cattleya dan berlalu menuju kursinya sendiri.

Lelaki itu memandangi gadis di hadapannya dengan berpura-pura memohon. Namun semua sia-sia. Istrinya tetap tidak memperdulikan hal tersebut. Akhirnya, dengan berat hati ia pun beranjak bangun dan menuju kamar mandi dan membasuh wajahnya. Telanjur basah, maka lelaki itu pun memilih membersihkan tubuhnya alias mandi.

Butuh beberapa menit hingga akhirnya lelaki itu keluar dari kamar dengan rambut yang basah. Cattleya sempat terheran karena suaminya yang tak kunjung datang. Namun, saat melihat kehadiran Davano, entah kenapa dirinya menjadi pangling. Pesona Davano mengipnotisnya.

"Hoi, jangan ngelamun!" seru Davano menyentak Cattleya kembali ke alam sadarnya.

Sedikit kaget karena menemukan Davano yang telah duduk di hadapannya dengan wajah yang tampak sedang menikmati nasi goreng buatannya.

"Enak," gumam Davano yang masih bisa didengar Cattleya. Pipi gadis itu tersenyum merah. Ah, memang kelihaiannya dalam memasak tidak perlu diragukan. Sekalipun banyak orang yang tidak percaya bahwa gadis yang tidak terlihat feminin sepertinya pintar dalam memasak. Dan Cattleya telah membuktikan kemampuannya pada kedua mertuanya. Alhasil, ia benar-benar menjadi menantu kesayangan mereka. Satu hal yang membanggakan.

"Pak, hari ini mau ke mana?" tanya Cattleya mencurahkan atensinya pada lelaki yang berstatus sebagai suaminya itu.

"Jalan-jalan, mungkin," sahut Davano yang lebih terdengar seperti gumaman. Cattleya mendesah dengan kasar.

"Ini hari apa?" tanya Cattleya lagi. Davano menatap gadis itu dan menaikkan alisnya. Apa kepala gadis itu terbentur sesuatu hingga lupa hari?

"Saya rasa kalender di kamar terpampang jelas. Hp kamu juga selalu aktif. Dan kamu tahu ini hari apa," sindir Davano masih dengan kesibukannya menyuap makanannya.

Cattleya tersenyum semringah seketika. Ia memajukan wajahnya. "Jadi tahu dong hari ini hari apa?"

"Minggu, Ceya. Jangan kayak anak balita, deh," cibir Davano lalu menyentil kening Cattleya. Gadis itu langsung meringis kesakitan dan kembali ke tempatnya semula.

"Ya udah deh kalau gitu," ketus Cattleya dengan sorot kecewanya. Lantas ia tersenyum miring.

Cattleya yang telah duluan menghabiskan sarapannya lalu mengulurkan tangan seperti pengemis. Davano menaikkan sebelah alisnya melihat tangan Cattleya yang terulur di depan wajahnya.

Kerfuffle (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang