"Cey, udah belum?" teriak Dava dari luar pintu kamar Cattleya.
"Pak, Bapak pergi sendiri saja, ya? Perut saya mules," balas Ceya dari dalam kamar dengan suara nyaring. Kening Dava berkedut sejenak, lalu memicingkan mata pada pintu kamar seolah ia sedang berhadapan dengan wanita muda tersebut.
"Percuma kamu berbohong, Ceya. Saya tahu." Lelaki itu kembali mengetuk pintu lebih keras.
"Cepetan, Ceya. Kita bisa telat. Kamu tahukan, Mama paling nggak suka dengan yang namanya terlambat? Ayo, cepetan!" ujar Dava sambil menggedor-gedor pintu seperti orang yang sudah kebelet pipis.
"Tapi, Pak ...."
Mendengar rengekan Ceya, membuat lelaki tersebut harus membuka paksa pintu kamar yang memang tidak terkunci sejak tadi.
Dava seketika terdiam saat memandang sang istri di depannya. Ia yang awalnya ingin mengomeli Cattleya karena hampir membuat mereka terlambat, menjadi bungkam dan membeku di tempat.
"Pak ...."
Suara Cattleya yang memanggilnya menyadarkan Dava. Lelaki itu tampak salah tingkah dengan mengusap belakang leher sambil memalingkan wajah.
Senada dengan blazer hitam dan kerah coklat yang di kenakannya, Cattleya tampak anggun dengan dress hitam dan pita coklat di kedua pundak. Secara tiba-tiba terlintas di pikirannya, mereka adalah pasangan yang sangat serasi.
"Ekhem!" Dava berdeham kecil. "Lama banget dandannya sampai 15 menit. Ayo, buruan. Acaranya sebentar lagi akan dimulai. Mama sudah menelponku berulang kali sejak tadi."
Tanpa memandang wajah Cattleya, Dava menarik jemari sang istri agar segera beranjak. Namun selang beberapa detik, langkahnya terhenti yang juga refleks membuat Cattleya ikut terhenti.
"Tunggu!" ucapnya sambil memandangi jemari Cattleya yang polos. "Di mana cincinnya? Kenapa kamu nggak pakai?" tanya Dava layaknya menginterogasi.
"Cincin? Cincin apa?" Lelaki itu lagi-lagi memicingkan mata mendengar pertanyaan bodoh Cattleya.
"Cincin kawin, Ceya. Kan kamu istri sah saya. Masa iya mau ketemu keluarga nggak pakai cincin nikah? Kamu itu lupa atau pura-pura lupa?" omel Dava membuat Cattleya mencebik kesal.
"Ya maaf, saya beneran lupa. Tapi nggak perlu ngomel-ngomel juga kali. Kayak emak-emak."
"Kamu yang emak-emak," sembur Dava.
"Loh, kok jadi saya?"
"Di mana kamu simpan cincinnya?" tanya Dava sambil membuka satu demi satu laci di kamar Cattleya, mengabaikan kalimat protes dari sang istri. Belum sempat menjawab pertanyaan dari suaminya, Dava lebih dulu menemukan cincin nikah mereka.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata, lelaki itu memasang cincin perak polos dengan permata biru kecil di pusatnya ke jari manis Cattleya. Wanita muda itu sedikit tersentak, dengan perlakuan Dava yang tiba-tiba. Kemudian netranya memandang jemari milik sang suami yang juga dihiasi cincin pernikahan mereka.
"Oke, ayo!" Dengan tergesa-gesa, Dava menuju mobilnya sambil menggenggam jemari Cattleya. Sementara wanita muda itu hanya membisu dan mengekor langkah sang suami.
***
Setelah memarkirkan mobil, Dava melepaskan seatbelt lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam dashboard. Cattleya yang telah melepas sabuk pengamannya, berniat membuka pintu mobil."Cey, tunggu!"
Sepersekian detik berikutnya, detak jantung Cattleya serasa berhenti berdetak sesaat. Dava melingkarkan lengannya di leher Cattleya, memasang sesuatu yang ia ambil dari dalam kotak perhiasan. Saking tipisnya jarak mereka, Cattleya bahkan bisa merasakan hembusan napas Dava di lehernya. Dan sialnya, jantung Cattleya malah berubah abnormal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerfuffle (Tamat)
ChickLit[DISARANKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠] Collabrotion with @elsye91 (Romantic-Comedy) Why are we mad at each other? Is it necessary to making such a kerfuffle? ______ Nikah? Kata mereka, kehidupan pernikahan itu ajaib. Akan ada hal-hal tidak terdug...