Baru saja selesai memasak sup ayam dan beberapa hidangan untuk makan malam, suara jatuh yang cukup keras menarik atensi Cattleya di dapur.
Setelah mematikan kompor dan mencuci tangannya, bergegas wanita itu menyusul ke asal suara. Tampak Dava yang sedang meringis sambil mengusap-usap dan meniup tangannya di kamar. Lelaki itu sepertinya baru selesai mandi, terlihat dari rambutnya yang basah dan handuk yang melingkar di leher.
Menggeleng kecil, Cattleya berlalu menuju dapur dan mengambil kotak P3K dari kabinet atas. Kemudian kembali menghampiri Dava. Lelaki itu diam saja saat sang istri menarik lengan dan menuntunnya menuju tepi tempat tidur. Membuka kotak Pertolongan Pertama tersebut tanpa bersuara. Mengoleskan salep luka lalu menutupinya dengan plester ke ujung siku bagian kiri Dava yang sedikit lecet. Saat melihat lengan kanan suaminya tampak memar dan bengkak, membuat atensi Cattleya beralih ke arah buku-buku yang berserakan di lantai dan kotak kayu berukuran sedang, lalu ke arah rak tinggi di samping meja kerja. Pantas saja jika bunyinya terdengar keras, benda-benda itu jatuh dari rak teratas yang sulit dijangkau tanpa bantuan meski tubuh lelaki itu jangkung.
Melihat sang istri yang sejak tadi sore membisu, membuat Dava serba salah. Ia tidak tahu apa salahnya, Cattleya mendadak pergi setelah mendengar jawaban Dava. Wanita itu terus menyibukkan diri dengan memberes rumah lalu menyiapkan malam.
Setelah selesai mengobati kedua lengannya, Cattleya membereskan isi kotak P3K tersebut. Namun, mendapati Dava yang tiba-tiba menjatuhkan kepala ke pundaknya, membuat wanita itu membeku sejenak.
“Sakit,” rengek Dava lirih disambut decihan pelan dari Cattleya. Tubuhnya berguncang sedikit, menandakan lelaki itu sedang tertawa.
“Ish, sana! Basah tahu baju saya, Pak,” omelnya sambil menjauhkan kepala Dava.
“Sakit,” rengeknya lagi. Cattleya memicingkan mata lalu menoyor kening sang suami.
“Dih, cengeng. Salah sendiri, sok tinggi. Bisa-bisanya jatuh.”
“Ya, mana saya tahu, Cey. Saya nggak kepikiran pakai kursi. Eh, ujungnya malah jatuh, tuh, kotak. Belum lagi lengan kiri saya terantuk ujung meja kerja. Sakit, Cey,” jelas Dava lalu berpura-pura sedih.
“Rasain! Kayak bocah aja,” ketus wanita itu.
“Dih, suami sakit bukannya di sayang-sayang, malah di omelin. Nggak ber-keperisuamian kamu.”
“Hilih, ogah!” cebik Cattleya lalu beranjak berdiri. “Makan malamnya udah saya siapkan. Makan dulu, gih. Mumpung supnya masih hangat. Lain kali hati-hati, kalau nggak mau saya antar ulang ke TK.”
“Iya, Ibu Negara.”“Ibu negara bagian Antartika,” sahut Cattleya yang berjalan keluar.
“Ibu negara bagian hati saya, dong,” balas Dava yang lagi-lagi mendapat decihan dari sang istri. Cattleya memutar mata dan berlagak seolah ingin muntah. Ia terkikik pelan, sementara wanita itu kembali berbalik.
“Cey,” panggil Dava menghentikan Cattleya yang menutup pintu kamarnya.
“Ya?” Cattleya menoleh.
“Tangan saya sakit,” ucap Dava yang langsung membuat wanita itu mendengus.
“Jangan manja, deh, Pak.”
“Belikan es krim, dong.”
“He?” Cattleya menautkan kedua alisnya. “Apa hubungannya tangan sakit sama es krim?”
“Lihat muka kamu, bikin saya ingin makan es krim.”
Brak!
Bunyi pintu tertutup yang cukup keras, membalas kalimat terakhir Dava. Mengulas tarikan kecil di sudut bibir lelaki tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerfuffle (Tamat)
ChickLit[DISARANKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠] Collabrotion with @elsye91 (Romantic-Comedy) Why are we mad at each other? Is it necessary to making such a kerfuffle? ______ Nikah? Kata mereka, kehidupan pernikahan itu ajaib. Akan ada hal-hal tidak terdug...