Bab 10

10.2K 816 13
                                    


“Siapa?”

“Jessika!” bisik Cattleya setengah berteriak. Panik, keduanya kembali berpandangan.

“Bapak ya yang beritahu alamat rumah ini?” tanya Cattleya dengan berbisik.

“Gila kamu? Ya kali saya kasih tahu dia. Mana mungkin,” balas Dava yang turut dengan intonasi pelan.

“Jadi, dia tahu dari mana?”

“Ya mana saya tahu, Cey!”

Lagi-lagi, bel kembali berbunyi. Cattleya yang panik, tanpa sadar berniat membuka pintu. Dengan cepat, Dava mencekal lengan istrinya.

“Waras kamu, Cey? Mau ngapain kamu?”

“Ya bukain pintulah!”

“Kamu lupa sama permintaan kamu sendiri? Kamu mau Jessika tahu tentang pernikahan kita?”

“Ya ampun, saya lupa, Pak! Habisnya saya nggak tahan mau ngelabrak tuh cewek. Dari mana dia tahu alamat rumah ini? Pasti dia stalking Bapak kan,” terang Cattleya menggebu-gebu. Dava gelisah. Bagaimana caranya agar Jessika bisa pergi dari rumah ini tanpa tahu tentang dirinya dan Cattleya. Lalu, kenapa pula mahasiswinya itu bertandang ke rumah mereka?

“Kamu diem di sini. Biar saya yang urus Jessika. Oke?” Cattleya ingin menolak perintah sang suami. Namun tatapan tajam Dava memaksanya untuk menurut.

“Iya-iya,” ucapnya dan segera bersembunyi di balik pintu masuk. Sementara Dava segera membuka pintu.

“Selamat pagi, Pak Dava!” sapa Jessika riang setelah pintu terbuka sedikit. Menampakkan lelaki yang kini memandangnya enggan. Gadis berambut ikal tersebut tersenyum semringah meski sapaannya diabaikan oleh empunya rumah.

“Bagaimana kamu tahu alamat rumah saya, Jes?” tanya Dava tanpa basa-basi.

“Tahu, dong. Saya kan fans berat Bapak,” jawab Jesika cengar-cengir. Cattleya yang mendengar itu, mendecih keras.

Tentu saja decihan tersebut terdengar oleh dua orang di ambang pintu. Dava mengerling pada istrinya. Sementara Jessika melirik ke dalam rumah. Lalu atensinya beralih pada pakaian santai yang dikenakan Dava. Kaos biru polos dengan celana selutut.

“Pak Dava sedang ada tamu ya?” tanya gadis tersebut.

“Tidak, tidak ada.”

“Berarti saya boleh masuk?”

“Tidak boleh!” jawab Dava spontan. Jessika mencebik, pura-pura.

“Kalau kamu ada urusan tentang mata kuliah, lebih baik tanyakan di kampus saja.”

“Yah, saya nggak boleh ke rumah Bapak, ya?”

“Jes-”

“Lalu, karena saya sudah di sini, saya juga nggak di perbolehkan bertamu ke rumah Bapak?”

“Bukan begitu maksud saya.”

“Artinya saya boleh masuk, kan? Saya masuk ya?” Tanpa menunggu izin sang empunya rumah, Jessika langsung menerobos masuk ke dalam rumah.

“Akh!” pekik gadis itu saat pintu masuk tiba-tiba menjepit setengah tubuhnya yang hampir masuk ke dalam rumah. Sontak Jessika menjauh beberapa langkah dari pintu.

Dava yang masih kaget kembali mengerling pada Cattleya yang malah cekikikan menahan tawa. Tentu saja itu ulah istrinya. Siapa lagi kalau bukan Cattleya. Dava beralih atensi pada gadis yang sedang mengelus kedua lengannya yang menjadi korban ulah Cattleya. Gadis tersebut memandang Dava dengan tatapan ngeri.

“Eh, m-maaf, Jes. Sepertinya engsel pintu saya rusak. Maaf ya,” sesal Dava dengan alibi palsu. Sementara di sebelahnya, sang istri masih terkikik pelan. Ia sepertinya menikmati hal itu.

Kerfuffle (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang