"Hoi, Dav!" sapa seseorang dari arah belakang Cattleya. Senyum yang mengembang dipermanis dengan lesung pipi.
"Sorry, kelamaan. Kalian udah pesan makan malamnya? Hari ini gue yang traktir," ucap suara lembut dari pemilik rahang tegas yang duduk di depan Dava.
"Gimana seminarnya? Lancar?" tanya Dava mengawali obrolan. Lelaki yang sebaya dengannya itu, menyunggingkan senyum bangga sambil menautkan ibu jari dan telunjuk, membentuk huruf 'O'.
"Aman terkendali," ujarnya.
"Selain seminar, ada urusan apa elo pulang? Tumben. Elo bukannya udah betah banget, ya, di sana?" tanya Dava lagi. Lelaki di hadapannya mencebik.
"Nggak senang banget lihat gue balik. Nggak kangen, hah?"
"Dih, amit-amit." Lelaki itu terkekeh mendengar bantahan dari Dava.
"Gue tahu elo bukan tipe yang akan pulang begitu aja tanpa urusan penting. Apalagi sejauh China. Waktu gue nikah aja lo nggak pulang. Dan sekarang malah ajak ketemuan."
"Heh, iya-iya, maaf. Sorry, deh, waktu itu gue emang nggak bisa pulang. Pekerjaan gue di sana, tuh, banyak banget. Gue kan dokter profesional, bro. Baperan amat lu, kayak cewek." Dava mendecih. Kemudian menoleh pada sang istri yang sejak tadi tak bersuara, membolak-balik buku menu di meja.
"Kamu mau makan apa, Cey?" Atensi lelaki di depan Dava beralih mengikuti pandangan dosen tersebut. Cattleya mengangkat wajahnya.
"Apa aja, deh, Pak."
"Eh? Kamu?" seru lelaki berlesung pipi tersebut setelah melihat wajah Cattleya. Mata kecilnya membulat.
"Kamu yang tadi siang di perpustakaan kampus itu, 'kan?" tanyanya lagi. Dava yang tidak mengerti dengan situasi tersebut mengerutkan dahi. Kini lelaki itu berpaling pada Dava.
"Ini istri elo, Dav?"
"Iya. Kenapa?"
"Wah, kebetulan sekali. Gue tadi ketemu dia di kampus. Eh, istri elo memang pendiam, ya?" Dava mengerling pada Cattleya yang tidak mempedulikan kehebohan seseorang di sebelahnya. Ia menarik tipis sudut bibir.
"Cey," panggil Dava. Sang istri menoleh, mengalihkan atensi dari sekeliling restoran.
"Hm?"
"Kenalkan, ini Abian. Sepupuku yang kerja di China." Cattleya menoleh pada Abian yang menyungging senyum lebar. Manis, tapi tak semanis Pak Dava.
"Halo, Abian Keenan. Panggil Bi aja, oke?" ucapnya sambil mengulurkan tangan yang disambut singkat oleh Cattleya.
"Cattleya," balas wanita muda itu.
"Cantik. Seperti orangnya," tutur Abian yang mendapat jitakan dari Dava.
"Nggak usah tebar-tebar pesona. Itu istri gue," ketusnya.
"Basi," gumam Cattleya mendecih, membalas Abian. Meski intonasinya rendah, kata tersebut masih dapat didengar oleh kedua lelaki di sisi kanan dan kirinya. Sontak, membuat Abian melongo sementara Dava menahan tawa.
Obrolan terhenti sejenak saat seorang waiter menghampiri ketiga orang tersebut. Setelah sang pelayang berlalu, Abian kembali membuka pembicaraan.
"Serius, istri lo cantik, Dav. Gila, mau aja dia sama elo." Alis Dava naik mendengar kalimat sang sepupu.
"Ya, iyalah. Orang ganteng kayak gue, mana ada yang bisa nolak." Refleks Cattleya memutar netranya malas, mendecih dan menggumam pelan.
"Sengklek, mah, iya." Alhasil wajah Dava memerah, ditambah Abian yang terbahak.
"Tapi, cinta, 'kan?" bisik Dava yang langsung mendapat cibiran dari sang istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerfuffle (Tamat)
ChickLit[DISARANKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠] Collabrotion with @elsye91 (Romantic-Comedy) Why are we mad at each other? Is it necessary to making such a kerfuffle? ______ Nikah? Kata mereka, kehidupan pernikahan itu ajaib. Akan ada hal-hal tidak terdug...