CHAPTER XIII

508 104 13
                                    

Setelah diusir dari Gerania secara halus, Yuta menghabiskan waktunya dengan termenung di pinggir sungai. Niat ingin menenangkan pikiran, ia justru semakin teringat dengan Sicheng, karena banyak hal yang ia lakukan bersama kekasihnya itu di sungai, salah satunya menangkap ikan.

Pagi ini pun sama, untuk sejenak Yuta mengabaikan pamannya yang mungkin sudah lapar. Ia sedang tidak mood menangkap ikan. Di tangannya terdapat sebuah botol yang didalamnya berisi surat, Yuta ingin melemparkan botol tersebut ke sungai dan berharap botol tersebut sampai ke tangan Sicheng.

Tapi sayangnya sangat mustahil. Arus sungai mengalir dari hulu ke hilir—bukan sebaliknya. Jadi surat yang Yuta masukkan ke dalam botol menjadi sia-sia, ia tersenyum kecut, lalu meletakkan botol itu disampingnya dengan wajah pasrah.

"Nayuta!"

Otomatis Yuta menoleh ketika ia mendengar Jeno memanggil namanya. Ia tersenyum kecil, lalu membawa bocah itu ke dalam pangkuannya. "Kenapa hm? Dimana Mark dan Jisung?"

"Mereka masih tidur." Jawab Jeno seraya menatap Yuta dengan bibir mengerucut. Hal ini berhasil membuat ia mendapat cubitan gemas di pipi.

"Dasar kebo." Celetuk Yuta diiringi tawa.

"Uhm, Nayuta benar. Ngomong-ngomong.. Kenapa wajah Nayuta belakangan ini selalu sedih?" Ya, Jeno dengan rasa penasaran yang sangat besar di usia kecilnya. Terkadang ia juga melihat wajah kakaknya itu berubah menjadi dingin, hal itu sukses membuat Jeno merasa takut untuk bertanya.

Yuta terdiam sejenak. Haruskah ia berbohong? Tidak, tidak, ia tidak tega berbohong pada anak kecil. Tapi jika ia mengatakan yang sebenarnya, apakah nanti Jeno akan mengecapnya tidak normal? Yuta takut jika bocah ini tidak bisa mengontrol mulutnya dan mengadu ke para penduduk.

"Tapi jangan beritau yang lain ya, hanya Mark dan Jisung saja yang boleh kau beritau. Janji?" Tanya Yuta seraya mengulurkan jari kelingkingnya.

"Aku janji!" Jeno menautkan jari kelingking miliknya dengan semangat.

Setelah bocah itu berjanji Yuta pun menghela nafas. "Aku sedang merindukan Sicheng. Aku selalu dibuat sulit tidur tiap malam karena memikirkannya. Hidupku jadi terasa lebih sepi, aku ingin sekali bertemu dengannya—walau hanya sekali tidak masalah." Ucapnya dengan wajah sendu.

Mendengar itu membuat Jeno memiringkan kepalanya karena bingung. Bukan karena tidak mengerti isi cerita, namun ia bingung kenapa kakaknya itu tidak pergi ke Gerania saja kalau merindukan Sicheng.

"Kalau rindu, kenapa Nayuta tidak mengunjunginya?" Tanya Jeno dengan tatapan bingung yang terlihat sangat menggemaskan di mata Yuta.

Lagi-lagi Yuta mencubit gemas pipi Jeno dan tersenyum kecil. "Ada suatu alasan yang membuatku tidak bisa pergi kesana. Nanti jika aku merasa waktunya sudah tepat, aku akan memberitaumu."

Jeno mengangguk paham. Beruntungnya bocah itu tidak sampai memikirkan kenapa ia begitu merindukan Sicheng. Baguslah, setidaknya Yuta tidak perlu berbohong pada bocah yang sudah ia anggap sebagai adik ini.

---

Hari ini adalah hari yang penting bagi negeri Gerania. Sebentar lagi para penduduk akan menyambut raja baru mereka, siapalagi kalau bukan Sicheng.

Jika para penduduk merasa sangat senang, namun berbanding terbalik dengan sang calon raja. Sicheng sama sekali tidak merasa bahagia, ia tau kedudukan raja sangat penting bagi kerajaan, selain itu banyak kegiatan yang akan dilakukan setelah ia dimahkotai nanti.

Mulai dari pernikahan—oh, berbicara tentang pernikahan, Sicheng sungguh membenci hal tersebut. Sampai saat ini belum ada tanda-tanda jika ia mulai terpesona dengan Chengxiao. Putri cantik dari kerajaan Arkindlar itu telah membuat banyak pria jatuh hati padanya, tapi tidak dengan Sicheng.

Alih-alih terpesona, Sicheng justru takut ada salah satu rakyatnya yang menyeletuk jika ia lebih cantik daripada Chengxiao. Kenyataannya memang seperti itu, Sicheng tidak bisa membayangkan saat ia berbulan madu bersama Chengxiao nanti. Sungguh! Chengxiao pasti terkejut melihat bentuk tubuhnya yang mengalahkan wanita tulen.

"Apa yang sedang anda pikirkan pangeran?" Tanya salah satu pelayan dengan wajah cemas.

"Tidak ada bibi, aku hanya gugup." Jawab Sicheng berbohong. Tidak mungkin ia mengatakan yang sebenarnya. Ugh, memikirkan mahkota yang akan diletakkan di kepalanya membuat Sicheng enggan beranjak dari kamarnya.

Bolehkah ia berharap agar waktu diundur? Sicheng ingin kembali menjadi anak yang berusia 5 tahun, dengan begitu ia bisa meminta ayah dan ibunya untuk membuat adik, sehingga di masa kini sang adik dapat menggantikannya sebagai raja.

"Ya, semua pangeran di setiap kerajaan akan gugup ketika memasuki acara penobatan. Tapi aku yakin, anda bisa melakukannya dengan baik pangeran." Ucap pelayan tersebut diiringi senyuman.

Sicheng menghela nafas dan tersenyum kecil. Acara penobatan sebentar lagi akan dimulai, mau tak mau ia harus menuju tempat penobatan. Sicheng menuju ke ruangan diantar oleh pelayan yang membantunya berpakaian tadi. Setibanya ia di depan pintu, terlihat dua orang pengawal yang membungkuk hormat, lalu membukakan pintu untuk Sicheng.

Ketika pintu dibuka, terlihat para tamu khusus yang menatap Sicheng dengan wajah bahagia. Mereka adalah raja, ratu, dan para pangeran dari kerajaan lain—termasuk Jaehyun dan Lucas juga berada di antara para tamu.

Sicheng pun berjalan mendekati ayahnya. Disamping sang ayah terlihat sebuah mahkota yang telah dilepas sejak kemarin malam. Sicheng menelan ludah ketika ayahnya mengangkat mahkota tersebut, lalu menunduk saat sang ayah memakaikan benda tersebut di kepalanya.

Setelah itu Sicheng diminta oleh Uskup—pimpinan Gereja untuk memegang properti kerajaan. Sicheng mengambil properti tersebut dengan tangan yang sedikit bergetar, lalu berbalik dan menghadap para tamu. 

"Tepat hari ini, pangeran Sicheng telah di mahkotai. Dan properti yang dia pegang, menunjukkan bahwa dia telah memiliki sifat-sifat suci. Maka dari itu, aku meminta kalian untuk menyambut sang pemimpin baru, raja Sicheng dari Gerania."

"Raja Sicheng dari Gerania!"

Seketika ruangan dipenuhi oleh sambutan para tamu, diakhiri dengan tepukan tangan dari mereka sebagai tanda bahagia. Mereka telah menaruh harapan jika Sicheng bisa menjadi raja yang lebih baik dari sang ayah—raja sebelumnya.

Namun dibalik suasana bahagia tersebut, Sicheng berusaha untuk menyembunyikan kesedihannya. Saat ini kepalanya telah berisi mahkota kerajaan, itu artinya ia tidak bisa lagi beraktifitas bebas seperti dulu. Tentu hal ini membuatnya semakin sulit untuk bertemu dengan Yuta.

.

.

.

TBC

Setelah nonton uncut nct tadi.. AAHHHH! GAK SEHAT GUA GAK SEHAT! YUTA ERAT BANGET ANJIR MELUK LEHERNYA WINWIN :')

Iyaa, tau kok yut bini lu /uhuk/ bnyk yg nyukain. TAPI YA JGN GITU JUGA, WINWIN JADI KECEKEK :')

Tapi gak apa deh wkwk, intinya gua SENENG bgt malem ini.

Rules Number II •yuwin•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang