CHAPTER VI

772 128 78
                                    

Kehidupan rakyat jelata terasa lebih menyenangkan daripada kehidupan kerajaan, seumur hidup Sicheng telah menantikan hal ini. Tidak ada peraturan yang membuatnya seperti burung di dalam sangkar, terkurung—tidak bisa bebas.

Beberapa hari ini Sicheng menikmati kehidupan bebasnya dengan mengeksplor beberapa tempat di desa nelayan ini, tak jarang ia juga melakukan kegiatan yang biasa rakyat jelata lakukan, seperti mencuci hingga merajut.

Jika kegiatan itu dikatakan beban oleh semua orang di kalangan bawah, namun tidak bagi Sicheng. Ia telah menemukan hobi baru selain memanah, bahkan pagi ini ia masih sibuk belajar merajut dengan pola abstrak.

"Apa kau sudah lapar?" Tanya Yuta setelah ia selesai memasak air.

Sicheng menghentikkan kegiatan merajutnya dan menggeleng. "Aku biasa makan jam delapan."

"Kalau begitu setengah jam lagi." Balas Yuta saat ia melirik jam yang tergantung di dinding, lalu mengambil alat pancing serta umpan yang biasa ia gunakan untuk menangkap ikan.

Melihat Yuta yang hendak pergi membuat Sicheng meletakkan rajutannya, ia berdiri dan mengambil busur serta anak panahnya. Sicheng ingin membantu Yuta menangkap ikan, tentu saja dengan menggunakan busur serta anak panahnya.

Yuta yang menyadari hal ini mengerutkan alis, ia menatap Sicheng dengan tatapan heran, pria cantik itu justru menatapnya dengan wajah berbinar. Dalam hati Yuta bertanya-tanya, tidak mungkin kan pria ini hendak berburu? Bagaimana jika bidikannya meleset lagi dan mengenai orang?

"Kau sehat kan?" Yuta tersenyum takut, tingkah Sicheng sangat aneh bagi dirinya, belum lagi wajah berbinar itu seolah menyimpan sesuatu.

"Tentu saja! Aku ingin membantumu menangkap ikan." Jawab Sicheng dengan nada semangat.

Lagipula tidak ada salahnya kan membantu? Sicheng tidak ingin diam di rumah saja dan tinggal menikmati hasil tangkapan Yuta, ia tidak mau seperti itu. Sama saja ia menganggap dirinya masih diperlakukan sebagai anggota kerajaan.

Yuta tertawa remeh. "Kau itu pemanah, tugasmu memanah. Sementara aku nelayan, tugasku menangkap ikan." Ayolah, pria ini tidak bercanda kan? Mana ada orang menangkap ikan dengan panah.

Seakan tidak mau kalah, Sicheng mengerucutkan bibir. "Tapi kau juga mengembala kambing!"

"Itu tugasku."

"Tugasku juga membantumu!"

"Terserah."

Karena malas berdebat, Yuta akhirnya menuju sungai. Demi tuhan! Baru kali ini ia kewalahan berdebat dengan seorang pria, Sicheng benar-benar membuat dirinya seakan terpaksa mengalah. Hal ini membuat Yuta mendengus, pria itu seperti wanita saja.

Sicheng menggerutu saat Yuta meninggalkannya, ia mempercepat langkahnya demi menyusul Yuta. Huh, lihat saja nanti, akan ia tunjukkan kemampuan memanahnya pada Yuta, bahwa ia juga bisa menangkap ikan dengan busur!

Setibanya di dekat sungai, kekesalan Sicheng hilang. Ia tersenyum saat melihat Yuta dihampiri oleh 3 anak kecil, dilihat dari interaksinya, ketiga bocah itu sepertinya sudah akrab dengan Yuta.

Hal ini membuat Sicheng memutuskan untuk bergabung, ia sangat suka dengan anak kecil. Bahkan saat berada di kerajaan, tak jarang Sicheng pergi ke desa untuk bermain layang-layang bersama bocah yang usianya sangat jauh dari dirinya.

"Woah, Nayuta punya pacar!" Seru bocah yang tubuhnya paling kecil.

"Kau cantik sekali! Tapi.. Kenapa datar?" Bibir bocah yang usianya paling besar mengerucut saat melihat dada Sicheng.

Rules Number II •yuwin•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang