CHAPTER XVIII

605 96 17
                                    

Setelah mengambil libur beberapa minggu, Sicheng kembali menjalankan tugasnya sebagai seorang raja. Hari ini ia sedang berada di sebuah panti asuhan, tentu tujuannya untuk menyumbangkan barang serta pakaian bagi anak-anak disana.

"Yang mulia, apa anda baik-baik saja?" Salah satu pengawal bertanya dengan nada cemas. Hanya ia satu-satunya pengawal yang menyadari jika ada hal aneh yang terjadi pada sang raja.

Sicheng yang hendak membantu mengangkut barang pun mengernyit. "Y-ya.. Aku baik-baik saja pengawal. Memangnya apa yang aneh dari tubuhku?" Sungguh, ia sama sekali tidak merasa ada hal aneh yang terjadi pada tubuhnya.

"Wajah anda terlihat sedikit pucat." Jawabnya masih dengan nada cemas.

Otomatis Sicheng berjalan menuju sebuah kaca yang terdapat di panti asuhan tersebut. Ternyata pengawal tadi benar, wajahnya terlihat sedikit pucat. Namun sungguh, ia tidak merasa lemas atau apapun. Mungkin hanya sedikit kelelahan akibat ia mondar-mandir membawa barang ke dalam.

Di tengah kegiatan berkaca, Sicheng menyempatkan diri untuk menurunkan sedikit baju yang ia kenakan, hingga memperlihatkan dadanya—untung saja tidak ada yang melihat, para pengawal terlalu sibuk memindahkan barang. Setelahnya ia menghela nafas lega, syukurlah tanda itu sudah hilang!

Ya, setelah melakukan sex dengan Yuta beberapa minggu yang lalu, Sicheng terkejut ketika menyadari tubuhnya penuh dengan bercak merah. Tentu ia kesal, sudah ia bilang pada Nakamoto liar Yuta itu untuk tidak membuat tanda di tubuhnya! Maka dari itu ia sengaja tidak melihatnya lagi, untuk menghindari kesan aneh bagi orang yang secara tidak sengaja melihatnya.

"Yang mulia, barangnya sudah selesai kami pindahkan." Ucap pengawal lainnya sebagai laporan.

Kemunculan si pengawal yang secara tiba-tiba membuat Sicheng menoleh dengan wajah terkejut. "B-baiklah.. Kalian boleh beristirahat. Aku akan menemui anak-anak itu dulu." Ucapnya sempat tergagap. Ia takut jika si pengawal melihat kegiatannya saat berkaca, tapi si pengawal tidak mau bilang.

"Terima kasih yang mulia."

Setelah si pengawal pergi, Sicheng pun menemui anak-anak itu di ruang bermain. Setibanya disana ia langsung disambut dengan seruan mereka yang terdengar sangat menggemaskan, bahkan ada beberapa yang berlari mendekat—ada juga yang mengulurkan kedua tangannya, meminta gendong.

"Raja, aku mau gendong! Boleh kan?" Pinta seorang gadis kecil berpipi chubby dengan wajah memelas.

Ow, wajah si gadis kecil membuat Sicheng memekik gemas dalam hati. Tentu ia tidak bisa menolak, tubuhnya sedikit membungkuk untuk menggendong gadis kecil itu. Membuat anak-anak lain di sekitarnya memekik iri karena ingin digendong juga oleh pemimpin mereka.

"Kau berat sekali cantik, pasti kau makan dengan sangat baik kan?" Sicheng mendudukkan dirinya di kursi, ia tidak kuat menggendong tubuh si gadis kecil terlalu lama. Namun ia tetap memangku si gadis di pahanya.

"Uhm, aku makan baaanyaakk sekali makanan enak!" Jawabnya semangat seraya menunjukkan beberapa giginya yang terlihat rusak. Mungkin karena ia terlalu banyak memakan makanan manis.

"Setelah ini kurang-kurangi memakan makanan manis ya? Nanti gigimu semakin rusak." Ucap Sicheng lembut yang kemudian dibalas anggukan patuh oleh si gadis.

Sementara ibu pengurus yang melihat interaksi salah satu anak asuhnya dengan sang raja pun tersenyum. Tanpa ragu ia mendekati keduanya, lalu memanggil si gadis agar menyingkir dari pangkuan sang raja. Karena pastinya, sang raja memiliki banyak kesibukan lain yang harus dilakukan.

"Tingkahmu padanya sangat manis yang mulia. Ah, aku rasa anda dan ratu sudah sangat cocok menjadi orang tua." Pujinya dengan senyum yang masih mengembang.

Hal ini membuat Sicheng tertawa kikuk. Anak ya, dengan Chengxiao? Tidak, tidak, ia belum siap memiliki seorang anak dari istrinya itu. Jangankan anak, diminta menyentuh Chengxiao untuk yang kedua kalinya saja Sicheng masih berpikir keras.

Di sisi lain ia juga takut jika benihnya jadi. Masalahnya malam itu Sicheng juga mengeluarkannya didalam, ia tidak akan siap dan satu-satunya menjadi orang yang berwajah datar ketika mendengar kabar jika Chengxiao mengandung anaknya.

"Doakan saja yang terbaik untuk kami bibi."

"Pasti yang mulia.. Pasti." Ya, ia dan penduduk lainnya akan selalu mendoakan yang terbaik untuk sang raja dan ratu. Karena sungguh, seluruh penghuni Gerania begitu menantikan seorang putra atau putri dari pemimpin mereka.

---

Menjelang siang, Sicheng akan pergi ke halaman kerajaan untuk meminum teh bersama Chengxiao. Istrinya itu telah menunggu di halaman, namun ia masih berada di kamar seraya memegangi perutnya yang terasa sakit. Seingatnya ia tidak mengkonsumsi makanan pedas kemarin.

Hal ini membuat pelayan yang hendak keluar dari kamarnya pun khawatir. "Yang mulia, apa perlu aku memanggil seorang tabib?"

"T-tidak perlu.." Sicheng mengerang tertahan ketika ia mencoba berdiri. Ia tidak mau dibuat pusing dengan rasa sakit di perutnya, mungkin saja ia memang tidak cocok dengan makanan kemarin. Toh ia sudah pernah seperti ini di tahun sebelumnya, rasa sakitnya tidak akan lama.

Ia keluar kamar diikuti oleh si pelayan di belakangnya. Walaupun sudah sang raja sudah berkata 'tidak perlu' dan berusaha bersikap baik-baik saja, namun ia tetap khawatir. Terlebih sang raja berjalan dengan sedikit membungkuk, serta rintihan kecil yang keluar dari mulutnya membuat si pelayan harus memapahnya hingga sampai ke taman.

Seketika Sicheng menjadi pusat perhatian dari pengawal yang ia temui di setiap lorong. Wajah mereka kini sama khawatirnya dengan si pelayan. Ketika Sicheng dihadapi dengan pertanyaan yang sama, ia tetap menolak untuk dipanggilkan tabib. Demi tuhan! Ini hanya sakit perut biasa, ia bisa sembuh tanpa bantuan obat.

"Tapi yang mulia, kondisi anda—"

"Aku bilang tidak perlu! Kembalilah bekerja." Tanpa sadar Sicheng meninggikan suaranya ketika menjawab pertanyaan mereka. Mau bagaimana lagi, ia kesal. Sudah jelas ia menolak untuk dipanggilkan tabib, namun pengawal serta pelayannya tetap memaksa.

Masih dengan perasaan kesal, Sicheng meninggalkan mereka dengan mempercepat langkahnya menuju taman. Walaupun hal itu hanya memperburuk rasa sakit di perutnya, terasa melilit hingga ia mencengkram perutnya disertai rintihan pelan.

Ketika Sicheng tiba di taman, Chengxiao menyambutnya dengan senyuman hangat. Namun senyuman itu luntur saat ia melihat ekspresi kesakitan di wajah suaminya. Tanpa berpikir panjang, ia langsung mendekati Sicheng dan memapahnya untuk duduk.

"Ya Tuhan.. Ada apa denganmu?!" Wajah Chengxiao terlihat sangat panik. Ia mengambil kain guna mengelap keringat yang mengucur dari kening suaminya.

"H-hanya sakit perut biasa, kau tidak—" Sicheng tidak bisa melanjutkan ucapannya. Rasa sakit di perutnya semakin parah, begitu melilit hingga menimbulkan rasa mual.

Hal selanjutnya terjadi begitu cepat, Sicheng membungkuk untuk memuntahkan isi perutnya. Disaat inilah ia baru merasakan jika tubuhnya sedang tidak baik-baik saja, seumur hidup ia belum pernah merasakan sakit perut separah ini! Sicheng butuh tabib sekarang, ia tidak kuat melawan rasa mual yang semakin menyiksa.

Sementara para pelayan mulai menghampiri sang raja dan memapahnya menuju kamar. Meninggalkan Chengxiao yang masih shock dengan apa yang baru saja terjadi pada suaminya, hingga membuat ratu cantik itu tidak bisa melakukan apapun selain kedua tangannya yang bergetar.

.

.

.

TBC

Rules Number II •yuwin•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang