CHAPTER XXI

566 102 11
                                    

Memang sudah menjadi resiko bagi Yuta ketika dirinya memutuskan untuk tetap mencintai Sicheng. Kini para tetangga tengah mengerumuni dirinya, sebagian besar adalah laki-laki, karena para wanita sibuk dengan kegiatan memasak.

Alasannya sudah jelas—penasaran. Sejak kemarin mereka bertanya-tanya tentang kedatangan Sicheng kemari, terlebih saat pria cantik itu meminta salah satu penduduk untuk tidak memanggilnya dengan sebutan yang mulia. Bukankah itu aneh?

Dan disinilah Yuta sekarang, di pinggir sungai dengan ekspresi cemas. Ia takut jika tetangganya merasa jijik setelah mendengar ceritanya tentang Sicheng. "Sebelum aku bercerita, berjanjilah padaku, kalau kalian tidak akan mengejek Sicheng." Pintanya dengan wajah memelas.

"Hm, kami tidak bisa janji." 

"Baiklah, tak apa.." Yuta tersenyum kecil. Ia akhirnya tidak mau ambil pusing, jika tetangganya tidak menerima Sicheng setelah ia menceritakan semuanya, maka mau tak mau ia dan Sicheng harus pergi dari tempat ini.

Akhirnya Yuta menceritakan hal yang sudah menjadi tanda tanya besar bagi para tetangganya. Mulai dari dirinya yang menyukai Sicheng, hingga berciuman di telaga. Tentu wajah mereka semua terkejut, tapi tidak ada yang berniat memotong ucapan Yuta.

Sampai tiba ketika Yuta menceritakan kegiatan sexnya bersama Sicheng. Hal ini membuat mereka semakin terkejut, bahkan ada 2 orang yang mulutnya terbuka, mereka ingin berkomentar, namun tidak tau harus mengatakan apa!

Terlebih dengan apa yang selanjutnya mereka dengar dari mulut Yuta—pria cantik itu hamil! Ya, itulah puncak dari keterkejutan mereka. Hampir sama seperti reaksi Yuta kemarin, daripada jijik, mereka justru penasaran bagaimana bisa hal itu terjadi.

"B-bagaimana bisa hal itu terjadi?"

"Dimana letak janinnya?"

Dua pertanyaan itu membuat Yuta tersenyum kecut. "Tentu saja di rahimnya. Ini memang aneh, tapi kekasihku itu memilikinya sejak dia dilahirkan. Dan aku menganggap itu sebagai sebuah keajaiban." Senyumannya berubah menjadi sangat teduh, ia sangat mencintai Sicheng dan juga calon anaknya. 

Karena saking terkejutnya, mereka tidak tau harus merespon apa. Hal ini masih terdengar asing di telinga mereka; hubungan sesama jenis yang akhirnya membuahkan hasil, yaitu janin.

Mereka bahkan tidak tau siapa yang harus menyesuaikan diri dengan lingkungan. Antara Sicheng, atau justru mereka sendiri. Ah, mungkin dua-duanya, mereka berusaha menerima, dan Sicheng berusaha untuk lebih terbuka dengan kondisinya. Ya, terdengar cukup bagus.

"Kami akan berusaha menerima, tapi tidak dalam waktu dekat." Ucap salah satu pria dengan caping di kepalanya.

"Terima kasih.. Sekali lagi terima kasih!" Yuta tersenyum lebar, ia sangat bahagia dengan respon tetangganya. Setidaknya mereka akan berusaha untuk menerima Sicheng, tidak meresponnya dengan wajah jijik apalagi berniat untuk mengusir.

Yuta pamit pada mereka, lalu pergi meninggalkan sungai. Kali ini tugasnya berbeda, prioritasnya berubah untuk sementara waktu—bukan lagi paman Jiro, melainkan Sicheng, karena pria cantik itu sedang mengandung anaknya.

Setibanya di rumah Yuta langsung menuju kamarnya, ia mendekati Sicheng yang masih tidur dengan posisi memunggunginya. Yuta duduk, ia meletakkan satu tangannya pada perut Sicheng, lalu mengusapnya sebentar. Setelah itu barulah ia mencium kening Sicheng dengan sedikit kasar, agar pria cantik itu bangun.

Usahanya berhasil! Sicheng menggeliat diiringi dengan kedua matanya yang terbuka. Kini jemari Yuta bergerak untuk merapikan rambut Sicheng yang berantakan. Sungguh, kekasihnya terlihat sangat menggemaskan ketika baru bangun tidur.

Yuta ingin memberi ciuman lagi di pipi Sicheng, namun ekspresi tak enak yang ditunjukkan pria cantik itu membuatnya bingung. "Kau kenapa? Haus?"

"Tolong ambilkan wadah dan segelas air.." Sicheng menggosok lehernya dengan alis mengerut. Sungguh menyebalkan, perutnya mual lagi. Ia tidak tau kapan gejala kehamilan yang menyiksa ini akan berakhir. 

Paham dengan kondisi Sicheng yang ingin muntah, Yuta segera ke dapur untuk mengambil wadah dan segelas air. Ia kembali ke kamar dengan wajah khawatir, takut jika Sicheng memuntahkan isi perutnya di lantai. Tentu hal itu akan sedikit merepotkan.

Ia meringis melihat keadaan Sicheng saat ini, tidak ada apapun yang dimuntahkan. Yuta yakin rasanya pasti sangat menyiksa, maka dari itu tangannya bergerak untuk mengusap lembut punggung Sicheng, berharap rasa mual yang dirasakan pria cantik itu berkurang.

"Sudah?" Tanya Yuta dengan nada lembut.

"Uhm.. Uh, aku sangat membenci hal ini." Sicheng menggerutu seraya menerima gelas yang Yuta berikan. Bukan calon anaknya, tapi ia hanya membenci gejala kehamilan yang ia rasakan saat ini.

Yuta tertawa kecil. "Seharusnya sebelum hamil kau request dulu agar tidak mendapat gejala mual-mual." Candanya yang kemudian mendapat delikan mata dari Sicheng.

"Mana bisa seperti itu!"

Lagipula Sicheng tidak akan tau jika dirinya bisa mengandung. Setelah menyentuh Chengxiao, ia hanya dibuat takut jika gadis itu akan hamil. Jadi tidak pernah sekalipun Sicheng berpikir dirinya akan hamil setelah melakukan sex dengan Yuta. 

Berbicara tentang hamil, wajah Sicheng berubah menjadi sendu. Ia memikirkan para penduduk di desa ini, apakah mereka sudah mengetahui kondisinya atau belum? Dan apakah mereka menerima kondisinya yang aneh ini?

"Kau memikirkan apalagi?" Yuta dibuat khawatir lagi ketika melihat perubahan di wajah Sicheng.

"Bagaimana dengan para tetangga? Apa mereka sudah mengetahui kondisiku? Apa—"

"Mereka sudah tau. Tapi tenang saja, mereka akan berusaha menerimamu dan anak kita." Yuta memotong ucapan Sicheng. Tapi hal ini belum membuat wajah paniknya luntur, membuat Yuta menggerakkan jemarinya untuk mengusap rambut Sicheng.

Perlahan Sicheng merasa tenang. Ia bersandar pada bahu Yuta seraya memikirkan masa depannya di tempat ini—terbayang sangat indah. Desa ini begitu luas, tidak ada lagi peraturan yang melarangnya melakukan ini dan itu, semuanya bisa ia lakukan dengan bebas setelah melahirkan nanti.

"Dan setelah mereka menerima kalian, aku akan menikahimu." Yuta melanjutkan ucapannya. Harus ada ikatan pernikahan antara dirinya dan Sicheng, tapi tentunya akan sedikit sulit, mengingat pernikahan sesama jenis masih terasa asing di mata banyak orang.

Seketika Sicheng tersadar dari lamunannya, ia menatap Yuta dengan wajah berbinar. Apakah ini akhirnya? Ia dan Yuta hidup bersama, atau masih ada cobaan lagi yang akan datang?

Jika iya, dan apapun bentuk cobaannya, Sicheng tidak perlu merasa takut. Selama ia bersama Yuta, maka ia akan merasa aman.

.

.

.

TBC

Tinggal 2 chapter lagi, abis itu ff yuwin yg lain bakal muncul. AHAHAHAHAHAHA! :D

Genrenya udh pasti fantasy. Tapi gatau sih jadi atau ngga, soalnya lebih nguras otak daripada ff No Need To Say Goodbye :')

Rules Number II •yuwin•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang