CHAPTER XII

544 103 9
                                    

Yuta memasuki desa asalnya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Hatinya menjerit tidak ikhlas karena menerima kenyataan harus berpisah dengan Sicheng. Waktunya pun sulit ditentukan, ia hanya berharap jika tuhan mengizinkannya 1x lagi untuk bertemu Sicheng.

Para pengawal yang mengantarnya telah pergi, Yuta menatap kepergian mereka dengan helaan nafas. Ia kembali melanjutkan langkahnya, hingga tiba dimana orang-orang menatapnya dengan heran. Satu persatu pun mendekat, mereka dibuat penasaran dengan kembalinya Yuta kemari.

"Apa raja itu mengusirmu nak?" Salah satu pria tua menerka. Wajahnya terlihat kesal, ia berpikir begitu karena melihat langsung bagaimana para pengawal kerajaan menurunkan Yuta dengan cara yang sedikit kasar menurutnya.

"Jika benar, maka dia raja yang buruk! Seharusnya kita biarkan saja putranya semakin terbawa arus waktu itu." Balas seorang ibu bertubuh gendut. Ya, dimana-mana wanita yang telah memiliki anak ucapannya memang selalu seperti ini.

Tidak mungkin Yuta mengatakan tidak pada mereka. Kenyataannya memang seperti itu, ia diusir dari Gerania—secara alus. Tapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa ia telah melakukan kesalahan. Ya, Yuta mengakui dirinya salah setelah ia membaca surat dari Sicheng.

"Itu tidak benar." Yuta terpaksa berbohong. Ia melakukan ini demi masa depan kerajaan Gerania—ketika Sicheng menjadi raja nanti.

Seketika mereka yang berada di sekeliling Yuta saling pandang. Mereka semakin dibuat heran, antara percaya atau tidak, Yuta seakan diminta untuk tutup mulut oleh pihak kerajaan. Karena mustahil jika Yuta kembali karena keinginannya sendiri.

"Kau tidak berbohong kan nak?"

Yuta tersenyum dan menggeleng pelan. "Tidak paman. Aku kembali karena keinginanku sendiri. Mengingat keadaan pamanku, aku tidak mau menjadi egois." Sayangnya hanya beberapa yang percaya. Tapi setidaknya Yuta menjawabnya tanpa terbata-bata.

Sedangkan sebagian besar dari mereka memilih pura-pura percaya. Mereka tetap teguh pada satu perkiraan; jika raja Gerania memang benar mengusir Yuta karena alasan tidak suka dan memintanya agar tutup mulut.

---

Kepergian Yuta membuat Sicheng tidak berselera menghabiskan makanan favoritnya. Matanya masih terlihat sembab karena menangisi orang yang sangat ia cintai itu. Tapi saat ini—daripada menahan tangis, Sicheng lebih sulit untuk menahan amarahnya.

Ia marah dengan cara sang ayah yang seenaknya saja mengembalikan Yuta ke desa asalnya. Sicheng tau ini demi kebaikannya, tapi bukan begini caranya. Tidakkah ayahnya berpikir dampak yang akan datang kedepannya? Ia takut penduduk sana akan mengecap kerajaan Gerania sebagai kerajaan yang buruk.

Tentu di sisi lain Sicheng bingung memikirkan bagaimana agar ia tetap berkomunikasi dengan Yuta. Tak ada alasan yang bisa ia gunakan untuk meninggalkan istana, ayahnya terlalu pintar. Ayahnya pasti menebak jika ia ingin menemui Yuta.

"Maaf mengganggu makan siang anda yang mulia. Aku membawa balasan surat dari kerajaan Arkindlar." Seorang pelayan menunduk seraya menyerahkan nampan berisi surat pada Yifan.

"Terima kasih Phoebe."

Setelah pelayan bernama Phoebe itu meninggalkan ruang makan, Yifan membuka surat tersebut. Sedangkan Sicheng menatap ayahnya dengan alis mengerut. Kerajaan Arkindlar? Ia pernah mendengar kerajaan tersebut saat berumur 11 tahun. Seingat Sicheng kerajaan Arkindlar pernah berseteru dengan kerajaan Gerania, namun ia lupa apa permasalahannya.

Rules Number II •yuwin•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang