CHAPTER IV

721 122 16
                                    

Dari arah utara, langit terlihat dipenuhi awan bewarna abu-abu gelap. Sangat kontras dengan arah selatan—di kerajaan Gerania yang terlihat cerah. Walaupun cuaca di selatan cerah, namun tidak menutup kemungkinan bahwa daerah tersebut tidak akan terkena hujan.

Cuaca yang tidak menentu inilah yang membuat Victoria melarang Sicheng untuk pergi berlatih. Tapi sayangnya Sicheng tidak menghiraukan perintah sang ibu, ia lebih mementingkan egonya, ia tidak mau lagi waktu berlatihnya berkurang menjadi seminggu sekali, atau tidak sama sekali di minggu ini karena hujan.

"Ibu, tenanglah! Aku akan pergi bersama Jaehyun." Sicheng kembali menenangkan sang ibu yang masih memasang wajah tidak suka dengan kepergiannya. Memang benar jika Jaehyun ikut, karena kedua orang tuanya menaruh kepercayaan pada sepupunya itu.

"Haahh.. Baiklah Sicheng.. Ibu mengizinkanmu pergi." Victoria pasrah, putranya ini memang sedikit keras kepala. Ia juga tidak mau mengekang putranya, karena ia tau putranya itu sangat ingin bebas dari aturan kerajaan.

Senyum lebar terbit di wajah Sicheng, ia mendekati sang ibu dan memberinya pelukan singkat. Setelah itu Sicheng mengambil busurnya dan pergi ke halaman belakang, ke kandang kuda, tempat dimana kuda kesayangannya diletakkan.

Lalu bagaimana dengan sang ayah? Ah, Sicheng masih bermusuhan dengan ayahnya itu. Sampai saat ini Sicheng masih enggan untuk berbicara dengan ayahnya, kalaupun iya, paling tidak hanya membicarakan hal penting saja. Tidak ada yang tau sampai kapan ayah dan anak itu akan berbaikan.

Seraya menunggu Jaehyun, Sicheng menyempatkan diri untuk memberi makan kuda kesayangannya. Ya, di hari sebelumnya ia sudah meminta Jaehyun agar menemuinya langsung di halaman belakang. Jadi sepupunya itu tidak perlu lagi mencari dirinya di kamar.

"Cepat sekali—hmm.. Pantas saja, kuda baru ternyata." Sicheng melipat kedua tangannya ke dada saat melihat kuda yang Jaehyun naiki, kuda tersebut bewarna coklat.

"Bukan, kuda ini milik ayahku."

Sicheng mengangguk paham. "Siapa namanya? Apa larinya lebih cepat dari Callus?" Tanyanya seraya mendekati kuda coklat tersebut, lalu mengusap kepalanya.

Jaehyun tersenyum mengejek. "Porsha, kuda ini jauh lebih muda dari kudamu. Dan apa kau tau? Porsha bisa berlari lebih cepat dari Callus."

Hal ini membuat Sicheng mendengus remeh. Lucu sekali, Jaehyun meremehkan kuda miliknya bahkan hal itu belum terbukti; dengan melakukan balap kuda misalkan. Tidak, Sicheng tidak takut jika kudanya tersaingi, hanya saja ia butuh bukti, ia ingin melihat kecepatan kuda bewarna coklat itu dengan matanya sendiri.

"Kalau begitu kita—" 

Tiba-tiba suara gemuruh terdengar dari arah utara, hal ini membuat Sicheng dan Jaehyun reflek menoleh kearah sumber suara. Disana langit terlihat semakin gelap, sementara di tempat mereka berpijak saat ini, masih terang benderang.

Namun tetap saja membuat Jaehyun merasa cemas. Hatinya mengatakan jika hari ini bukanlah waktu yang tepat untuk pergi berlatih, Jaehyun menebak jika sebentar lagi akan terjadi hujan badai di utara, dan hujan itu akan menyebar dengan cepat hingga ke selatan.

"Aku rasa hari ini bukan waktu yang tempat untuk pergi berlatih Sicheng." Ucap Jaehyun yang masih memasang wajah cemasnya, hal ini membuat Sicheng berdecak.

"Ayolah Jae.. Kita tidak punya waktu lagi selain sabtu dan minggu! Memangnya kau mau waktu bebasmu menjadi seminggu sekali lagi?" Tanya Sicheng berkacak pinggang. Seburuk apapun cuacanya, ia tidak peduli. Karena bisa saja firasat Jaehyun salah.

Hal ini membuat Jaehyun bingung, jelas ia tidak mau waktu bebasnya berkurang menjadi seminggu sekali. Tapi di lain sisi ia juga takut jika terjadi sesuatu yang buruk saat perjalanan menuju hutan, entah itu dirinya ataupun Sicheng.

Rules Number II •yuwin•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang