"Ngeselin sumpah. Kasihan bener yang jadi bininya nanti."
Aya melotot saat Haikal mengatakan itu. Sejak kedatangan pemuda itu lima menit yang lalu, hanya umpatan dan sumpah serapah yang terus diberikan pemuda itu pada Aldi.
"Udahlah, mending lo buruan ngerjain daripada enggak selesai nanti," kata Aya tak nyaman juga jika ada yang mengumpati Aldi di depannya langsung.
"Ya lo bayangin aja, Ay. Niat gue bolos karena tugas belum kelar, eh dispam suruh ngumpul tugas. Enggak jadi nongkrong gue, malah ngebut nyelesaiin itu tugas. Pas gue ke sini Bang Aldi malah udah enggak ada dong. Gue ke sini jam 09.35 lho Ay, kelas bubar jam setengah sepuluh."
Aya meringis mendengar cerita Haikal.
"Gue susul ke gedung pascasarjana, udah ketemu dia. Dengan tanpa bersalah dia bilang, 'maaf ya Haikal, ini sudah melebihi kesepakatan. Kamu bisa tanyakan tugas tambahannya pada Kanaya,' ngeselin sumpah! Dosen bukan, tapi lagaknya melebihi dosen aja," cerocos Haikal menggebu.
"Udah, udah. Ntar lagi melampiaskan kekesalannya. Mending lo kerjain buruan, biar bisa lanjut nongkrong," potong Aya melerai kekesalan Haikal yang bisa merembet panjang.
Haikal mengambil duduk di depan komputer sebelah Aya.
"Tugas tambahannya apaan emang?"
"Bentar, gue forward ke lo," ujar Aya lalu mengirimkan tugas itu lewat chat pribadi.
"Gila aja!" Haikal memekik saat membaca tugas itu.
Aya memilih fokus kembali pada tugasnya dibanding memperhatikan Haikal yang lagi-lagi mengeluarkan berbagai umpatan.
"Ay, lo enggak makan siang?" tanya Haikal membuat Aya melirik jam di ponselnya. Ternyata sudah setengah satu, ia tidak mendengar azan zuhur tadi.
"Minta tolong jagain boleh? Gue mau salat juga," ucap Aya meminta tolong. Pemuda itu mengangguk.
"Titip onigiri dua sama teh botol ya," celetuk Haikal begitu Aya hendak beranjak dari duduknya.
"Bukannya enggak boleh makan di perpus?"
"Ah, kalau enggak ketahuan boleh kok. Nanti lo umpetin di balik kerudung pas masuk ke sini."
Aya hanya mengangguk.
Setengah jam kemudian, ia kembali berada di tempat semula. Tadinya ia malas untuk makan siang. Namun karena ingat ada calon baby yang harus ia beri makan, jadilah ia makan siang kilat di kantin selepas salat zuhur.
"Lo sampai mana?" tanya Haikal membuka suara, pemuda itu sekarang meminum tehnya setelah menghabiskan dua onigiri.
"Baru proof reading tugas utama," jawab Aya.
"Gue bentar lagi kelar sih, males mau cek ulang."
Aya tidak heran jika temannya itu sudah hampir selesai. Haikal memang termasuk pintar, mereka satu angkatan dan beberapa kali sekelas. Namun ya, orang pintar biasanya justru malas, begitu pula dengan Haikal. Pemuda itu sering skip kelas jika sedang malas mendengar ocehan dosen.
Tanpa mereka sadari, Aldi mengawasi gerak-gerik keduanya sejak Aya kembali dari kantin tadi. Awalnya Aldi berniat mengoreksi jawaban kuis di ruangan Pak Kris, tetapi saat melihat Aya berjalan sendiri menuju perpustakaan, ia memilih mengikuti Aya. Sekarang Aldi duduk di balik komputer tak jauh dari Aya dan Haikal.
"Akhirnya kelar juga." Haikal merenggangkan otot tangannya.
Aya kembali melirik jam di ponselnya. Pukul setengah dua siang.
KAMU SEDANG MEMBACA
A [Completed]
Romance"Jangan liatin gue kayak gitu, gue ga suka." Ucap Aya terang-terangan. "Aya," panggilan itu entah kenapa terasa berbeda, Aya menjadi gugup. "Hm?" Aldi justru kembali diam, lagi-lagi malah menatapnya. "Kak sumpah gue ga suka ditatap lawan jenis begin...