"Aya!"
"Serius kafe kebakaran?"
Aya mengangguk untuk menjawab pertanyaan Dinda.
"Terus gimana?"
Kali ini Aya menggeleng.
"Entahlah, Kak Aldi mau fokus buat ganti rugi dulu."
"Bang Aldi baik-baik aja, 'kan?" cecar Dinda lagi. Sungguh, Aya tak suka dengan pertanyaan itu. Apalagi melihat raut khawatir Dinda yang begitu mencemaskan Aldi.
"Kok tanya gue, Kak? Tanya aja orangnya langsung," respons Aya mencoba biasa saja.
"Gue udah chat dari kemarin, tapi enggak dibales, dibaca aja enggak."
Aya yang tadinya kesal, kini berusaha menahan senyum.
"Gue cuma tau info dari grup, itu pun yang ngabarin Bang Tama terus." Dinda masih menampilkan raut khawatirnya.
"Kalau gue jadi Kak Aldi, mungkin gue enggak akan baik-baik aja. Tapi gue pikir dia bisa hendel ini. Ya, walau gue ragu apa kita bisa kerja lagi kayak dulu atau enggak." Dinda tampak menekuk wajahnya yang ikut sendu. Lalu ia melanjutkan, "Kasihan ya, Ay. Gue pengin ke rumahnya deh."
"Jangan!"
Aya menutup mulutnya sendiri, ia merutuki spontanitas yang baru saja ia lakukan. Apalagi Dinda yang menatapnya curiga saat ini.
"Kenapa emang? Siapa tau gue bisa menghibur atau menguatkan Bang Aldi."
"Enggak! Ma-maksudnya enggak perlu. Ke-kemarin gue dikasih kabar kalau Kak Aldi enggak mau diganggu dulu," kelit Aya beralasan.
Maafkan Aya yang berbohong ya Allah.
"Gue kan enggak mau ganggu. Cuma mau kasih semangat doang kok, Ay. Eits tapi, kok Kak Aldi ngabarin lo? Padahal kasih kabar di grup aja enggak tuh."
Matilah Aya, sekali bohong muncul kebohongan lagi.
"Gue kan asistennya dia. Ki-kita juga udah kenal akrab dari dulu," sanggah Aya mencari pembelaan.
"Terus?"
"Y-ya kadang dia kasih kabar."
"Lo kok gugup, Ay?"
Aya bingung harus menanggapi bagaimana.
"Ah, gue harus ke kelas sekarang, Kak. Duluan ya, assalamu'alaikum."
•••
Aya meletakkan secangkir kopi di dekat Aldi. Lalu ikut duduk di sebelah pemuda itu.
"Thanks," ucap Aldi seraya tersenyum ke arahnya. Aya mengangguk.
"Bantuin gue dong."
Aya mengernyit bingung. "Bantu apa?"
"Bilang di grup intinya gue minta maaf harus memberhentikan mereka, sama ucapan terima kasih udah jadi bagian Cafe Siapa selama ini," jelas Aldi seraya menyodorkan ponselnya.
"Lo beneran mau mengakhiri semua ini?"
"Gue cuma memberhentikan mereka Ay, bukan mau bunuh diri," celetuk Aldi ngawur. Aya melotot.
"Mulutnya, ya!"
Aldi merenggangkan lengan, kemudian menjatuhkan diri ke kasur yang memang mereka duduki.
"Gimana lagi? Oh iya, gue udah dapat orang yang mau beli rumah," ujar Aldi mengalihkan topik. Namun, Aya bisa melihat raut kesedihan saat Aldi mengatakan itu.
"Siapa?"
"Salah satu supplier bahan dapur Cafe Siapa. Beliau memang lagi nyari rumah buat anaknya yang mau kuliah di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
A [Completed]
Romance"Jangan liatin gue kayak gitu, gue ga suka." Ucap Aya terang-terangan. "Aya," panggilan itu entah kenapa terasa berbeda, Aya menjadi gugup. "Hm?" Aldi justru kembali diam, lagi-lagi malah menatapnya. "Kak sumpah gue ga suka ditatap lawan jenis begin...