° e n a m °

146 28 7
                                    

Salah satu alasan kenapa Key bisa sesuka itu sama Jae adalah, dibalik kesangaran wajah cowok itu dan badannya yang cukup berotot, Jae itu aslinya soft banget

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Salah satu alasan kenapa Key bisa sesuka itu sama Jae adalah, dibalik kesangaran wajah cowok itu dan badannya yang cukup berotot, Jae itu aslinya soft banget. Dia suka kucing, tapi tidak bisa memelihara kucing karena cowok itu punya alergi terhadap hewan berbulu itu. Waktu awal-awal mereka menjadi teman sekelas, Key biasa saja sama Jae, tidak punya sedikit pun rasa tertarik kepada cowok itu meskipun Jae itu termasuk salah satu mahasiswa yang populer di kampus.

Apalagi untuk anak management, siapa sih yang tidak mengenal seorang Jaenar? Selain karena penampilan cowok itu yang cukup mencolok (karena Jae sering berganti-ganti warna rambut) dan pakaian yang kebanyakan Jae pakai itu warna hitam, Jae itu ganteng banget dan sangat manly. Apalagi dia anak motor yang temannya juga dimana-mana.

Setahun yang lalu, saat Key pertama kali menjatuhkan hatinya untuk Jae, itu hanya gara-gara Key tidak sengaja melihat Jae yang sedang memberi makan kucing di taman kampus. Saat itu sedang gerimis kecil, jadi taman sedang dalam keadaan sepi dan hanya ada Jae saja di sana. Key kebetulan sedang menuju fakultas teknik untuk menghampiri Zal, sengaja lewat taman karena jaraknya cukup dekat. Key melihat Jae yang sedang berjongkok sambil memperhatikan kucing berwarna abu-abu menghabiskan makanannya. Kedua tangan cowok itu teulur ke depan, mencoba menghalangi tetesan gerimis agar tidak mengenai tubuh si kucing. Jae terlihat begitu bahagia meskipun dengan jelas ia sedang menahan bersin dan tidak mempedulikan gerimis yang menghantam tubuhnya. Pakaian Jae terlihat sedikit basah, membuat Key yang memang sedang memegang payung segera berjalan mendekati Jae dan memayungi cowok itu.

"Kepala dan baju lo mulai basah."

Jae mendongak, memandang sejenak kepada Key yang berdiri di sampingnya.

"Kucingnya lagi makan."

Key memutar bola mata, "gue nggak buta."

Lalu tak lama, Jae bersin-bersin sampai hidungnya merah banget. Key kaget, dan segera mengambil sapu tangan dari dalam tasnya kemudian memberikannya kepada Jae.

"Thank's." Jae menerima sapu tangan itu, lalu berdiri dan memandang Key. "Lo Keira, kan?"

Key mengangguk, "Dan lo Jaenar."

"Kita udah mau tiga semester sekelas, tapi kayaknya ini pertama kalinya lo ngomong sama gue."

Setelah berkata begitu, Jae kembali bersin-bersin. Kini bukan cuma hidungnya saja yang memerah, tetapi wajahnya juga. Bahkan mata Jae sampai berair.

"Lo alergi kucing."

Key yang menyadari itu lantas menarik Jae menjauh dari kucing yang masih belum menghabiskan makanannya. Ia membawa Jae ke gajebo, sekalian untuk berteduh karena gerimis sudah mulai membesar.

"Gue emang alergi kucing." Kata Jae ketika mereka sudah sampai di gajebo.

"Terus kenapa masih mau deket-deket kucing? Lo nyari penyakit?"

Jae tertawa, membuat sesuatu dalam dada Key tiba-tiba menghangat karena suara ketawanya Jae manis banget. Apalagi saat kedua mata Jae tampak menghilang dan berubah bentuk seperti bulan sabit, rasanya Key ingin berubah jadi kucing saja biar bisa jadi alasan Jae tertawa seperti ini.

"Gue suka banget sama kucing, Keira. Dan gue rela bersin-bersin sampe idung gue ingusan yang penting bisa deketan sama kucing. Yah, walaupun cuma sekedar ngasih makan aja."

Dari semenjak itu, Key mulai menyukai Jae. Meskipun baru mulai dekat dengan cowok itu akhir-akhir ini. Karena, dulu Jae punya pacar. Dan semenjak masuk semester lima, Jae dikabarkan putus dengan pacarnya. Jadilah, Key mulai berani maju untuk mendekati Jae.

"Jae, jangan dipegang."

Key menarik tangan Jae yang hendak mengelus kepala kucing yang berada di kolong meja. Saat ini Key dan Jae sedang makan siang di rumah makan padang dekat kampus. Jae sengaja mengajak Key makan di sini karena ada kucing dengan ras persia milik yang punya rumah makan. Kucing itu tidak mengganggu, hanya bolak-balik saja dan terkadang berdiam di kolong meja, seperti saat ini.

"Tapi kucingnya lucu banget, Key."

"Nanti kamu bersin-bersin. Udah, diliat aja."

Jae cemberut, meskipun akhirnya menurut dan melanjutkan makannya.

"Lo sekarang semakin cerewet."

Soalnya gue peduli, dan nggak mau lo kenapa-kenapa.

Key hanya berani berkata dalam hati.

"Abis ini langsung pulang?"

Key mengangguk.

"Oke."

Tak lama, ponsel Jae yang tergeletak di atas meja bergetar, menandakan ada sebuah pesan masuk. Key melirik sekilas, dan terlihat ada nama Raya di sana.

Raya itu..... mantannya Jae.

Menyadari Key yang melirik ponselnya, buru-buru Jae meraih benda itu dan langsung membaca pesan tersebut. Setelah itu, Jae meminum minumannya dengan tergesa lalu mulai menatap Key tidak enak.

"Key, kayaknya gue harus pergi duluan. Raya---,"

"Nggak papa, Jae. Aku bisa pulang sendiri." Key memaksakan senyumnya.

Jae balas tersenyum sebentar, lalu mulai bangkit dari duduknya dan segera keluar dari rumah makan, meninggalkan Key sendiri.

Yah sepertinya sampai kapan pun, Key tidak akan pernah bisa menggeser posisi Raya di hati Jae.

°°°

Jangan lupa vote dan comment ❤️

ZAKEY [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang