Kau belah lah dadaku disana hanya ada
Nama dirimu...Anin mendengus kesal dihembuskannya nafas satu-satu kemudian berbalik dengan mata memicing. Amir yang baru saja melewatinya tadi masih berdiri tegak di depan pintu kamar Raga, pemuda itu tak menoleh menyapa dirinya pun tidak Anin merasa sedang dipermainkan.
Gadis cantik itu maju menghampiri Amir yang sedikit terkejut dengan kehadiran Anin yang berada tepat dihadapannya.
"Lo kenapa sih ngehindari gue?!"
Amir mengerutkan alisnya bingung, "maksudnya?" tanya pemuda tersebut.
"Tsk!! gue ada salah sama lo?!!"
"Emang mbak ngerasa bersalah sama gue?"
Anin mendelik, kesal. Gadis itu langsung membalikkan badannya melangkah tapi tak jadi karena kembali menoleh lagi kearah Amir dengan mata memicing curiga.
"Lo lagi gak ngetes gue kan?"
Amir semakin mengerutkan dahinya dengan tampang bodoh menoleh kiri kanan bingung sendiri. "Maksud lo apa si mbak? kagak ngerti gue?"
Anin maju selangkah lebih dekat dengan Amir tatapan curiga masih dipertahankannya.
"Terus apa maksud lo kemarin-kemarin ke gue!!"
"Maksud gue? Kan udah jelas gue suka sama lo. Salah?"
Anin berkacak pinggang kesal sendiri dengan jawaban singkat Amir. "Terus sekarang?! maksud lo ngejauhin gue apa!!"
"Gak ngejauhin kok, gue capek aja."
"Capek?"
"Capek ngebuktiin ke elo kalau gue layak buat lo perhitungkan mbak."
Anin mengerjap sesaat tenggorokannya tiba-tiba kering tak bisa berucap.
"Gue gak ngejauhin lo kok mbak, bukannya ini yang lo pengen? coba sebutin kurang usaha apa lagi gue?!" lanjut Amir panjang lebar dengan muka serius.
"Ya, ya gak tau gue," jawab Anin terbata karena sempat bengong melihat wajah serius Amir.
"Yaudah kalau gak tau, yang terpenting sekarang udah tau kan alasan gue ngehindarin elo?"
Anin menghentakkan kakinya kesal kemudian berbalik meninggalkan Amir yang sudah tersenyum manis.
"Nyebelin njir!!"
Amir menghembuskan nafasnya pelan kemudian berbalik ingin menuju kamarnya sebelum sesuatu yang hangat memeluknya dari belakang dengan kencang sampai pemuda bongsor tersebut agak sedikit maju kedepan.
"Maaf," lirih Anin sangat pelan.
Amir masih diam dengan mata membesar beberapa kali si hitam itu mengerjap tak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH BERATAP BOUGENVILLE
RomansaRumah bergaya Belanda kuno tersebut nampak seram kejam dan dingin disaat malam, orang orang sekitar memanggilnya rumah bougenville karena hampir seluruh tampak depan rumah dikelilingi tanaman bougenville yang merambat.... Tapi, tunggu sampai semua p...