Bagian 3

44.7K 4.4K 222
                                    



Suara ketukan yang berkali-kali terdengar tetap tidak bisa menyadarkan Rachel dari lamunannya yang sedang melintasi angkasa. Perempuan itu tengah duduk di bibir ranjang, menatap kosong pada jendela kamar yang hordennya terbuka lebar. Di tangan Rachel ada sebuah foto berwarna hitam putih yang didapatkannya dari rumah sakit beberapa bulan yang lalu.

Tok ... tok ... tok ...!

Sekali lagi pintu kamarnya diketuk dari luar, kali ini bersamaan dengan suara berat seorang laki-laki.

"Nona ...!"

Karena tidak ada jawaban, suara panggilan dari pemuda itu terdengar lebih keras.

"Nona ... Anda mendengar saya?"

"Non Rachel ...."

Rachel tersentak ketika rungunya mendadak menangkap suara yang sangat keras memanggil namanya.

"Iya, ada apa, Do?" tanya Rachel sambil mendekati pintu.

"Tuan Ramon ingin berbicara." Aldo menyerahkan ponsel pintarnya begitu pintu kamar Rachel sudah terbuka. Pemuda dengan badan atletis itu lalu berbalik menjauhi kamar.

"Hallo, Bang ..." Rachel lekas menerima telepon dari kakaknya. Ia lanjut menekan tombol speaker kemudian meletakkan ponsel Aldo di atas tempat tidur.

"Abang telepon berkali-kali kenapa pula tak kau angkat?"

Mata Rachel memindai seluruh sudut kamar. Ia tidak ingat di mana terakhir kali menyimpan handphone-nya. Ponsel baru yang diserahkan oleh Ramon beserta dua kartu sakti sewaktu ia pindah ke unit apartemen ini. "Aku lupa dimana naro HP-ku, Bang."

Rachel mendengar decakan Ramon dari sambungan udaranya dengan laki-laki itu.

"Kenapa pula kau ini, janganlah kau buat abangmu ini khawatir."

Kembali duduk di tepi ranjang, Rachel lantas mengambil foto yang tergeletak di sana, diteruskan menyalipkannya ke dalam dompet.

"Tadi si Aldo ketuk pintu lama kali kau buka, jantungan aku dibuatnya."

Rachel mencebik. "Jangan berlebihan, Bang, aku udah sembuh." Perempuan itu kemudian mengambil ponsel Aldo dari tempat tidur kemudian mendekatkan benda pipih itu ke bibirnya.

"Abang ini khawatir Rachel, sudahlah kau ikut abang saja tinggal di sini."

"Beri aku waktu, Bang, aku masih harus di sini, ada tempat yang tiap hari harus kukunjungi."

"Sampe kapan kau mau begitu? Janganlah jadi lemah, malu kau sama leluhurmu."

Tangan kirinya yang bebas, Rachel gunakan untuk memijit kening. "Sebentar lagi, Bang, tunggulah ...."

"Ah, terserah kau sajalah. Oh iya, macam mana pula perkembangan restoran baru yang kubangun buat kau?"

Kali ini Rachel mendesah lelah. "Kenapa harus di depannya persis, Bang?"

"Sengajalah itu aku. Kalau kau tak mau mengambil hakmu, biarlah kubuat gulung tikar semua usahanya."

"Tak perlu begitulah, Bang, biarkan takdir Allah yang bekerja."

"Aku ini yang diutus Allah buat kasih pelajaran sama dia. Enak saja, giliran menderita kau yang dipeluk, sekarang hidup enak, kau ditendang. Tak bisalah kubiarkan dia bersenang-senang menikmati jerih payahmu sama perempuan lain."

"Bang, jangan kotori tanganmu ...."

Nada suara Ramon naik satu oktaf. "Ah, kau ini, benar-benar perempuan Batak paling lembut yang pernah abang kenal."

RUNTUH (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang