Cakra memandang iba pada gadis berparas sendu yang tengah tergolek tak berdaya di atas brankar rumah sakit. Kelopak matanya tertutup rapat, wajahnya pucat pasi, serta ada jarum infus yang menancap di punggung tangan kiri.
"Kenapa bisa nekat kayak gini, Bi?"
Perempuan yang mengenakan kerudung maroon itu menoleh pada Cakra yang arah pandangannya masih tertuju pada pasien di atas ranjang. "Calon suami Teh April batalin rencana pernikahan mereka, A, padahal tinggal dua minggu lagi. Teh April sakit hati makanya jadi pendek akal seperti ini."
Mendengar suara tetangga depan rumahnya yang sangat lirih seperti menahan tangis, Cakra memutar tatapannya, netra perempuan yang ia panggil 'Bibi' itu sudah memupuk air mata. Lalu tanpa diminta, Bibi kembali bercerita. Bagaimana April mengatasi segala permasalahan dalam hidupnya sendirian, tanpa adanya orang terdekat yang menguatkan, tanpa adanya orang terkasih yang menenangkan.
Merasa satu nasib dan mengalami beban hidup yang sama, Cakra bertekad akan menjaga April, menganggap gadis rapuh itu layaknya saudara sendiri seperti yang ia lakukan pada Hesti. Cakra tahu betul bagaimana rasanya dikucilkan dalam pergaulan, bagaimana sakitnya mendapat perlakuan buruk dari sebagian besar teman-temannya, bagaimana perihnya diejek karena tak punya orang tua, dan yang paling menyakitkan adalah bagaimana terhinanya ia saat keluarga besar Rachel tak dapat menerimanya sebagai menantu.
Semua hal itu juga yang dialami oleh seorang Aprilia Larasati. Bedanya, Rachel lebih memilih dirinya dibandingkan keluarganya sendiri, sedangkan calon suami April lebih rela melepas perempuan itu.
Pasti menyakitkan.
Hari-hari berlalu begitu cepat, Cakra rajin mengunjungi gadis itu dan mengajaknya bertukar cerita. Ada harapan tulus dari semua sikapnya, semoga April bisa bangkit dan menunjukkan pada dunia bahwa anak yang dibesarkan tanpa orang tua juga bisa menjadi orang yang hebat dan kuat.
Meski tak langsung sembuh seperti sedia kala. Karena ternyata luka hati April memang sudah tercipta sedari kecil. Perasaan tak diinginkan, perasaan tak pernah dihargai, perasaan dikucilkan, serta masih banyak lagi yang selama ini gadis itu pendam rapat-rapat seorang diri. Akan tetapi sosok Cakra faktanya mampu membuat semangat hidup April kembali tumbuh.
Sebetulnya luka itu sama persis seperti yang Cakrabuana muda rasakan, hanya saja, luka Cakra perlahan sembuh karena kehadiran seorang Rachelie dalam hidupnya.
Merasa sudah terlalu lama termenung sendirian, Cakra lantas bergerak untuk membuka pintu gerbang yang belum terkunci. Melangkah masuk perlahan, ia lalu mengetuk pintu beberapa kali sebelum seseorang membukanya dari dalam.
"Beib?" Perempuan dengan piyama bermotif abstrak itu tersenyum lebar mendapati kehadiran seseorang yang selama beberapa hari belakangan sulit sekali ia hubungi. Panggilan suara dan video darinya tak mendapat jawaban dari Cakra, semua pesannya juga tak berbalas. Dan sekarang melihat pria yang sangat dirindukannya berdiri gagah di depan mata, ia teramat bahagia.
Tapi kemudian senyum April surut seketika, wajah tak bersahabat Cakralah penyebabnya. Pria berparas khas suku Jawa yang mempunyai kulit kecokelatan itu mempertunjukkan ekspresi marah ditandai dengan rahangnya yang mengeras.
Cakra mendorong kakinya maju tiga langkah kemudian menutup pintu di belakang punggungnya tanpa memutus kontak mata dengan perempuan di hadapannya. "Apa yang sudah kamu lakukan selama ini?"
Tubuh April mundur teratur, langkah demi langkah dengan pelan. Ia mendadak ketakutan melihat sorot tajam menghujam dan raut wajah dingin dari sang calon suami. "A-apa maksud ka-mu, Beib?" Lebih karena tak ingin menerka, April mengucap tanya. Walau firasat buruk telah menghinggapi pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUNTUH (Tamat)
RomanceCakra yang merasa terkhianati langsung mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama. Beberapa bulan berlalu sejak bergemanya ketok palu, takdir mempertemukannya kembali dengan Rachel, sang mantan istri. Banyaknya fakta yang terkuak membuat sat...