"Bie ... kalo nanti kita punya anak cewek, aku mau kasih nama dia Allegra. Allegra itu artinya ceria. Aku pengen nantinya dia jadi cewek yang ceria, jangan cengeng kayak aku. Boleh, kan?"
Sekelebat bayangan tentang perbincangan ringannya dengan Rachel di bulan-bulan pertama pernikahan mereka, menemani langkah-langkah gontai Cakra menuju sebuah tempat. Tatkala itu, Cakra hanya mengangguk sebagai jawaban, karena bibirnya tengah sibuk menciumi punggung terbuka sang istri dari belakang.
Bayangan itu lalu menghilang, berganti dengan rekaman suara Hesti tadi malam yang kini terngiang di telinga Cakra.
"Kakak inget, kan, sekitar dua bulan sebelum malam 'nahas' itu terjadi, Kakak pernah bilang sama aku lewat telepon kalau di Bandung Kakak lagi sakit? Tiba-tiba pusing sama mual-mual."
Cakra yang ditanyai seperti itu oleh sang adik memberikan respon sebuah anggukan kepala. Iya, ia ingat penyakitnya itu dengan baik. Penyakit aneh yang berbulan-bulan menyerangnya tapi tidak terdeteksi oleh dokter, bahkan medical checkup dari rumah sakit ternama pun menyatakan tak ada masalah di semua anggota tubuhnya. Penyakit aneh yang tiba-tiba menghilang lima hari sebelum ia bertemu dengan Rachel di rumah sakit.
Selepas melihat tanggapan kakaknya, Hesti menyerahkan sebuah amplop putih berlogo rumah sakit yang gadis itu ambil dari dalam kotak Pandora. Selagi Cakra membaca isi amplop itu, Hesti teruskan bercerita. "Kak Rachel hamil, usia janin kalian 10 minggu waktu kamu pergokin dia sama dokter Anton malam itu."
Napas Cakra tersendat, udara yang ia hirup seolah tidak bisa melewati tenggorakan dan memasuki paru-parunya. Satu lagi fakta yang dituturkan oleh Hesti bagai tangan tak kasat mata yang mencekik lehernya sehingga ia kesulitan bernapas.
Gerakan langkah Cakra semakin terasa berat, beban di bahu bernama rasa bersalah terasa menumpuk sangat tinggi. Rachel sempat mengandung buah cinta mereka, tanpa ia ketahui. Rachel melewati masa-masa sulit menghadapi kehamilannya sendiri lantaran ia yang tak pernah mengunjungi. Ngilu di dada mengiringi ayunan kaki Cakra selagi otaknya memutar tayangan video milik sang mantan istri yang baru ia saksikan sebelum memutuskan untuk mengunjungi tempat yang sekarang tengah ia tuju.
"Bie ... liat ini!" Bola mata Rachel berpendar cerah kala menunjukkan sebuah testpack ke depan kamera. Testpack itu memiliki garis dua di tengah-tengahnya, pertanda bahwa si pemakai benda kecil tersebut tengah mengandung. "Aku hamil, Bie ... aku hamil!!! Cepet pulang, aku udah nggak sabar pengen kasih tau kamu berita bahagia ini."
"Kita bakal punya anak, Bie ... akhirnya kita bakal punya anak!" Rachel terlihat sangat bahagia. Tak lelah ia memasang bibir penuh dengan senyuman sepanjang rekaman video berlangsung. "Kamu pasti seneng denger kabar baik ini, makanya cepetan pulang ... aku juga udah kangen banget pengen kamu peluk."
Tayangan video di pikiran Cakra terhenti, lagi-lagi berganti dengan suara dari sang adik angkat.
"Kak Rachel bahagia banget waktu itu, dia jadi punya harapan besar pada keutuhan pernikahan kalian. Dia yakin kalau kamu pasti nggak akan ninggalin dia karena bakal ada anak yang bisa ngikat kamu, Kak. Tapi harapan tinggallah harapan, sejak Kak Rachel tau kalau dia hamil kamu bahkan nggak pernah pulang dan kamu malah nuduh dia selingkuh sekalinya kamu balik ke rumah. Padahal dia lagi histeris yang kamu sendirilah penyebabnya."
Suara Hesti lalu menghilang bersamaan dengan tubuh Cakra yang sudah berada di tempat peristirahatan terakhir buah hatinya. Sorot mata laki-laki itu melemah melihat gundukan tanah yang di atasnya ditumbuhi rumput. Makam itu terlihat sangat terawat, rumputnya terpotong rapi, tidak ada tanaman liar, serta ada taburan bunga segar yang menyelimutinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUNTUH (Tamat)
RomanceCakra yang merasa terkhianati langsung mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama. Beberapa bulan berlalu sejak bergemanya ketok palu, takdir mempertemukannya kembali dengan Rachel, sang mantan istri. Banyaknya fakta yang terkuak membuat sat...