Bagian 17

36K 3.7K 373
                                    




"Apa tadi kau bilang?"

Kepala Rachel terkulai lemas, sama sekali tak berani mendongak meski hanya sekedar untuk melirik pada laki-laki yang tengah berdiri di depannya sembari berkacak pinggang. Wajah pria paruh baya itu merah padam, rahangnya mengeras, serta tatapan matanya tajam bak ujung pedang yang siap menghujam tubuh musuhnya.

"Apa tak salah dengar aku ini, Rachel?! Kau pilih lelaki tak punya masa depan itu daripada aku? Bapak kau sendiri?"

Suara ayah kandung Rachel itu menggelegar hingga terdengar ke sudut-sudut semua ruangan di rumah mereka yang berlokasi di Medan.

Nyali Rachel menciut, tidak pernah sebelumnya sang ayah bersikap semenyeramkan ini. Walau dari luar tampak sangar dan garang tetapi sebenarnya lelaki yang masih gagah di usianya yang tak lagi muda tersebut mempunyai perasaan yang sangat lembut. Maka dari itu, Rachel bersikeras tak mengindahkan larangan sang ayah, berharap Maruli akan luluh dan merestui hubungan cintanya dengan Cakra. Namun, yang ia terima justru kemarahan yang semakin nyata.

"Mau makan apa kau hidup sama dia? Pekerjaan saja dia tak punya!" Sikap Maruli tak melunak walau dilihatnya sang putri mulai meneteskan air mata. Ia sungguh tak rela, putri yang digadang-gadang akan menjadi kebanggaan keluarga, lebih memilih menikahi seorang pria yang tidak jelas asal-usulnya. Apa kata keluarga besarnya nanti, anak seorang diplomat yang mewarisi sebuah perusahaan besar di Singapura bersanding dengan pria yang dibesarkan di sebuah panti asuhan.

Maruli juga akan tetap berpegang teguh pada prinsipnya, semua keturunannya harus memiliki pendamping berdarah Batak. Itu syarat mutlak, tidak dapat diganggu gugat!

Lagipula bukannya Maruli tidak tahu apa yang sudah pemuda itu perbuat pada putrinya. Maruli tidak bodoh dengan tak bisa melihat bahwa Rachel telah dirusak oleh Cakra. Ia jelas tidak membiarkan putrinya hidup sendirian tanpa pengawasan. Namun, apalah daya, pengawasan saja rupanya tak cukup untuk melindungi sang putri tercinta dari terkaman seorang predator bernama Cakrabuana. Lelaki paruh baya itu merasa kalah dan bersalah di waktu yang bersamaan. Dan hal tersebut merupakan poin paling penting yang membuat Cakra bernilai minus di mata ayah kandung Rachel dan Ramon.

Rachel mencicit diiringi suara isak tangisnya sendiri. "Tapi, Rachel mencintainya, Pi ...."

Maruli lebih dulu menggeram sebelum menyahuti pernyataan yang keluar dari bibir putrinya. "Kutanya sekali lagi kau, ini yang terakhir, siapa yang kau pilih? Keluarga atau pacar kau itu? Kalau kau pilih dia, angkat kaki kau dari rumah ini!"

Sudah terlanjur basah, Rachel tidak mungkin meninggalkan sang kekasih. Bukan hanya cintanya yang telah tertawan pada sosok seorang Cakrabuana, tetapi raganya pun demikian, secara penuh sudah dimiliki oleh laki-laki itu.

"Jawab, Rachel!!! Kau tetap pilih bajingan itu?"

Sembari memejam, Rachel mengangguk pelan, membuat kemarahan sang ayah mencapai puncaknya.

Malam itu juga, satu bulan semenjak ia menyandang gelar sarjana, Rachelie Belle Sinaga diusir dari rumah. Namanya dicoret dari daftar keluarga Sinaga.

Ditemani air mata yang berlinang di pipi perempuan yang telah mengantarkannya ke dunia, Rachel terbang ke Jakarta, kembali ke pelukan Cakra ....


Dulu, saat melangkahkan kaki keluar dari rumah masa kecilnya, Rachel menggenggam sebuah impian yang tak muluk-muluk. Ia hanya ingin membuktikan pada keluarganya, jika pilihan hatinya adalah orang yang tepat.

RUNTUH (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang