"Kamu marah sama kakak?"
Menggeleng satu kali, Hesti lakukan untuk menjawab pertanyaan kakak angkatnya.
"Terus?"
Keduanya tengah duduk berhadapan di meja makan. Hesti yang tiba-tiba mendatangi apartemen Cakra sewaktu malam telah berada di puncaknya, belum juga mengatakan tujuannya.
"Aku kecewa ...," kata Hesti pelan, raut wajah gadis itu menyendu.
Cakra paham, ke mana arah kalimat Hesti akan bermuara. "Maaf ... tapi kakak bener-bener nggak sengaja." Cakra lalu meraup wajahnya kasar sebelum kembali melanjutkan tanya, "Apa lukanya parah?" Pertanyaan tentang kondisi Rachel itu yang mengganggu pikiran Cakra selama beberapa jam belakangan. Ia sungguh-sungguh merasa bersalah.
Hesti tak langsung menyahuti. Adik angkat Cakra itu merunduk sambil memandang kosong pada kotak yang ada di atas meja. Dalam hati ia merapalkan kata 'maaf' berkali-kali untuk Rachel lantaran tidak bisa menepati janjinya pada perempuan itu. "Tidak separah luka hatinya ...."
Kakak beradik itu berbicara dengan nada yang sangat pelan, seakan tak bertenaga.
Merasa tidak mengerti ucapan Hesti, Cakra pandangi gadis yang tengah menatap sebuah kotak lekat-lekat seolah bisa melihat isi di dalamnya tanpa membuka tutupnya. "Apa maksud kamu?" tanyanya karena menganggap kalimat Hesti yang tak biasa, ada makna yang tersirat di dalamnya.
Hesti beralih pandang ke depan, menyorot lemah kedua bola mata sang kakak. "Apa Kakak masih pengen tau penyebab Kak Rachel depresi?"
Cakra cukup terperangah. "Kamu tau?" Jika Hesti tahu apa yang menyebabkan Rachel sempat depresi, itu artinya kemarin gadis itu berbohong?
Lagi, dengan lemah Hesti memberikan anggukan kepalanya untuk pertanyaan Cakra.
"Kenapa kamu bohong?"
"Karena janji."
Lama Cakra menantikan bibir Hesti kembali terbuka. Adik angkatnya itu mengambil waktu cukup banyak untuk terdiam.
"Kak Rachel nggak mau Kakak tau."
"Why?"
Tidak ada jawaban dari Hesti.
"Terus kenapa sekarang kamu mau mengingkari janji kamu?" Dengan menemuinya tengah malam begini, Cakra yakin Hesti berniat mengatakan sesuatu yang penting, meski terlihat sedikit kebimbangan dalam tatapan matanya.
"Karena aku nggak bisa liat Kak Rachel disakiti lebih banyak lagi. Aku sayang Kak Rachel, aku udah anggap dia kayak kakak kandungku sendiri." Tumpukan kristal bening telah berkumpul di pelupuk mata Hesti sewaktu mengatakannya.
Cakra belum buka suara lagi, masih menunggu Hesti menyelesaikan rangkaian kata-katanya.
"Sikap kamu ... kata-kata kamu, harusnya nggak gitu, Kak ... di sini Kak Rachel adalah korban, di mana kalian berdualah penjahatnya!" Serangan pertama Hesti tembakkan tepat mengenai dada Cakra.
Jantung Cakra terasa hampir melompat keluar. Walau tidak ada kesan amarah dalam nada suara Hesti, tapi kalimat terakhir dari adiknya membuat Cakra ketakutan setengah mati. Apakah benar yang sekarang sedang dipikirkan oleh otaknya?
Kedua tangan Cakra mendingin, terbata ia bertanya, "Ka-mu tau?" Dan anggukan kepala dari sang adik memaksa kerja jantungnya dua kali lipat lebih cepat. Dengan ketakutan yang sudah berhasil merajai seluruh hati dan ragawi, ia kembali mengeluarkan pertanyaan yang hampir sama. "Ra-rachel juga ta-tau?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RUNTUH (Tamat)
RomanceCakra yang merasa terkhianati langsung mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama. Beberapa bulan berlalu sejak bergemanya ketok palu, takdir mempertemukannya kembali dengan Rachel, sang mantan istri. Banyaknya fakta yang terkuak membuat sat...