Sinar matahari yang menyusup masuk melalui kaca jendela akhirnya mampu mengusik tidur Cakra. Mata pria itu mengerjap pelan seiring dengan sukmanya yang mulai kembali dari alam mimpi. Benda pertama yang berhasil ditangkap oleh indra penglihatannya adalah jam dinding yang jarum pendeknya berada di angka tujuh, sementara yang panjang mendekati angka sebelas.
Pandangan Cakra lalu turun dan tepat di bawah jam dinding yang menempel kuat di tembok kamarnya, duda tanpa anak itu menemukan sosok mantan istrinya tengah duduk di sebuah kursi dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Cakra tersenyum masam, ia sudah merasa lebih baik, badannya tak sepanas kemarin, tetapi kenapa ia masih saja berhalusinasi?
Meraba keningnya sendiri, baru Cakra sadari jika ada sebuah handuk kecil yang menempel di sana. Bersamaan dengan tangannya yang mengambil handuk dari dahi, ia memfokuskan tatapannya lurus ke depan. Sosok perempuan yang paling ia cintai belum menghilang dari kursi, Rachel tampak sedang menatapnya lekat-lekat.
Mengapa Rachel terasa begitu nyata?
Cakra menggeleng lemah, tidak mungkin sang mantan istri berada dalam kamarnya. Ia tutup lagi kelopak mata, menyakinkan diri bahwa nanti saat netra kembali terbuka, sosok Rachel pasti sudah tidak ada.
Ia pernah mengalami hal yang sama sewaktu berada di Bandung beberapa bulan silam. Cakra yang malam itu merasa pusing dan mengalami peningkatan suhu tubuh, mendapati April berkunjung ke rumahnya.
April yang memang seorang dokter, walau sedang cuti panjang dari tugas, menawarkan diri untuk memeriksa kondisinya. Perempuan itu lalu membawa Cakra ke rumahnya untuk diobservasi lebih lanjut.
Beberapa menit April meninggalkan Cakra di sofa ruang tengah. Dokter muda itu beralasan akan mengambil alat tempurnya. Tetapi saat kembali menghampiri pria yang kala itu berstatus suami Rachel, April justu menuntun Cakra memasuki kamar pribadinya.
Cakra yang sudah lemas hanya menurut. Ia dibaringkan di ranjang April usai sang dokter memintanya menelan sebuah obat berbentuk pil. Tak lama selepas menenggak air dalam gelas, ia terlelap. Namun, tidur Cakra harus terusik, ketika sebuah telapak tangan mengelus pipinya. Dan saat membuka mata, yang Cakra lihat adalah sosok istrinya dalam balutan gaun malam yang transparan.
Sosok Rachel itu kemudian tiba-tiba mencium bibirnya. Cakra berusaha untuk mengimbangi, tetapi rasa kantuk yang sangat dahsyat menyerang terus membuatnya kembali menjemput mimpi. Keesokan paginya, kala terbangun di kamar April, Cakra menarik kesimpulan jika sosok Rachel semalam hanyalah sebuah halusinasi.
"Bangun, Cakra! Ada banyak hal yang harus kita bicarakan."
Terlonjak kaget, Cakra membuka matanya cepat seraya bangkit dari posisi tidurnya, membuat kepalanya seolah berputar dan tubuhnya jatuh terduduk di pinggir ranjang. Selepas merasa bumi tak lagi bergoyang, wajahnya terangkat lalu mendapati tubuh Rachel berdiri di hadapannya. "Aku nggak mimpi?" tanyanya kebingungan.
Rachel tak menyahut. Perempuan itu justru melemparkan ponsel Cakra yang layarnya menyala ke atas tempat tidur.
Masih belum bisa memahami keadaan, Cakra tolehkan kepalanya ke kanan. Sesuatu yang dilihatnya terpampang di layar ponsel seketika mengharuskan matanya terbuka lebih lebar. Cepat-cepat ia kembali memandangi sang mantan istri. "Ra—"
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Lemah, bukan hanya suaranya, tetapi seluruh persendian Rachel pun merasakan hal serupa. Perempuan itu kemudian jatuh meluruh ke lantai nan dingin.
Buru-buru Cakra dekati tubuh mantan istrinya lalu menariknya agar duduk di tepi ranjang, sementara dirinya sendiri, ia posisikan berada di samping perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUNTUH (Tamat)
RomanceCakra yang merasa terkhianati langsung mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama. Beberapa bulan berlalu sejak bergemanya ketok palu, takdir mempertemukannya kembali dengan Rachel, sang mantan istri. Banyaknya fakta yang terkuak membuat sat...