Sakit di hati Cakra semakin terasa menusuk kala tubuhnya sudah berada di dalam ruangan paling pribadi milik ia dan Rachel. Di semua sudut ruang itu, pernah menjadi saksi bagaimana dirinya begitu menggilai tubuh sang mantan istri, bahkan termasuk kamar mandi.
Cakra berjalan lunglai lalu duduk di sisi kiri pembaringan. Ia mencium aroma lavender yang menguar dari seprei berwarna putih yang membungkus rapi kasur empuknya. Budi agaknya telah merawat rumah itu dengan baik, semua benda yang tertangkap oleh indra penglihatan Cakra, tersusun rapi dan dalam yang keadaan bersih.
Tangan kanan Cakra terulur, mengambil bingkai foto berukuran 5R di atas nakas. Diperhatikannya lamat-lamat foto perempuan yang terlihat sangat menawan. Alis rapinya, hidung mancungnya, bibir tipisnya, juga rambut panjangnya yang tergerai indah. Ibu jari Cakra kemudian mengelus tepat di bagian pipi perempuan dalam gambar.
"Malam itu ... kalo aja kamu bilang, kamu nggak selingkuh dan yang aku liat cuma kesalahpahaman, aku pasti percaya. Atau kalo aja kamu bilang maaf dan janji nggak bakal ngulangin perbuatan itu lagi, aku juga bakal maafin. Tapi kenapa, kamu justru diam seolah membenarkan. Kamu bahkan nggak mau natap aku dan lebih milih nyembunyiin wajah kamu di balik tubuh si bajingan itu. Kenapa?" Kalimat panjang tersebut terucap lirih dari bibir Cakra yang bergetar. Mata laki-laki itu juga sudah memerah. Cakra bisa saja menangis kalau tidak buru-buru mengenyahkan foto Rachel dari hadapannya.
Dibukanya laci nakas. Ia bermaksud menaruh bingkai itu di sana, tapi sebelum tangannya bergerak untuk mendorong laci agar kembali metutup, retinanya secara tak sengaja mendapati benda asing yang tak pernah dilihatnya berada dalam kamar itu. Cakra mengambilnya, lantas membaca tulisan yang tertempel pada permukaan si botol kaca.
Puluhan pil yang mendekam di dalam botol kecil tersebut milik Rachel. Dari label yang Cakra baca, selain tertulis nama, juga terdapat keterangan bahwa obat itu dikeluarkan oleh apotek sebuah rumah sakit swasta yang bulan lalu ia kunjungi.
Apakah selama ini Rachel mengidap penyakit tertentu?
Tanpa menunggu lebih lama, Cakra bangkit, berlari keluar rumah dan gegas masuk ke belakang kemudi mobilnya. Sekitar lima belas menit berkendara, Cakra berhenti di depan sebuah apotek yang buka dua puluh empat jam. Ia lekas melompat turun dari mobil terus tergesa-gesa masuk.
"Mau cari obat apa, Pak?" tanya pemuda yang berdiri di belakang etalase.
Cakra merogoh kantung celananya lalu menyodorkan botol kecil yang dibawa. "Saya mau beli obat ini."
Petugas apotek itu mengamati sekilas botol yang Cakra serahkan. Matanya awas meneliti tulisan kecil yang sebagiannya tertutup oleh label dari rumah sakit. Selesai membaca, didorongnya botol kaca ke hadapan Cakra. "Apa tidak sebaiknya konsultasi dulu sama dokter, Pak?" saran pemuda yang mengenakan baju seragam berwarna biru-merah.
Jantung Cakra langsung bertalu kencang. Otaknya memunculkan berbagai macam spekulasi buruk. "Memangnya ini obat untuk penyakit apa, Mas?"
Dahi petugas apotek itu berkerut samar. "Bapak betul-betul tidak tahu?"
Cakra menggeleng lemah, jantungnya masih memompa darah dengan cepat.
"Itu salah satu antidepresan, Pak, obat buat penderita depresi."
Jawaban yang baru Cakra dapatkan membuat kedua lututnya lemas dalam sekejap sampai-sampai tubuhnya hampir saja limbung ke belakang.
Rachel depresi? Kenapa? Sejak kapan? Bagaimana mungkin sebagai suami yang mengaku sangat mencintai Rachel, ia justru tak tahu apa-apa?
"Sebaiknya Bapak konsultasi dulu sama dokter," ulang si petugas apotek.
Cakra berbalik keluar, menapaki setiap inci jalan untuk kembali ke mobilnya dengan lunglai. Seribu tanya seperti ada di depan mata. Apa Rachel depresi karena selama tujuh tahun berumah tangga mereka belum memiliki buah hati? Tapi tak pernah sekali pun Cakra mempermasalahkan perihal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUNTUH (Tamat)
RomanceCakra yang merasa terkhianati langsung mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama. Beberapa bulan berlalu sejak bergemanya ketok palu, takdir mempertemukannya kembali dengan Rachel, sang mantan istri. Banyaknya fakta yang terkuak membuat sat...