18

84 20 9
                                    

Zhio menatap buku-buku tua yang tadi baru dipinjamnya di perpustakaan. Semuanya sudah ia baca dengan cermat. Dan semua buku itu hanya berisi pemikiran-pemikiran, jurnal profesor maupun dokter yang dulu pernah mengabdi di tempat ini, juga hanya beberapa hal umum mengenai sekolah Bryan Larimar. Tidak ada sesuatu yang memberikan petunjuk lebih jelas. Atau memang mungkin dirahasiakan oleh pihak sekolah. Semua teman-teman sekamarnya telah terlelap. Namun kemudian terlihat Adit tiba-tiba terbangun dan menoleh ke arahnya. Pemuda itu menghampiri ranjangnya.

"Apa yang membuatmu terjaga, Zhio?" Adit mengucek matanya, memfokuskan pandangan untuk membaca deretan judul pada buku yang ada di ranjang temannya yang paling pendiam itu. Zhio tak menjawab, matanya menatap ke depan dengan pandangan kosong.

"Rupanya kau masih terus saja penasaran, Zhi." Adit kembali meletakkan buku-buku tua itu setelah membuka asal halaman-halamannya. Zhio meliriknya sekilas.

"Zhi, tentu kau tak salah untuk bertanya-tanya karena aku pun begitu. Kau berhak untuk mencari tahu. Tapi, aku harap kau mengerti bahwa sekolah ini bukan seperti sekolah kebanyakan." Adit menghela nafas sejenak. Berniat kembali meneruskan kata-katanya.

"Kalau tanpa ada kerusuhan saja keadaan bisa membahayakan, ehm... Mungkin kau bisa jadi dalam bahaya karena mengusik privasi mereka. Kita bahkan tidak tahu, apakah pembicaraan kita ini didengar pihak lain atau tidak. Karena pada akhirnya, sesuatu yang disembunyikan akan selalu dijaga agar tetap menjadi rahasia, Zhi. Bagaimanapun caranya." Adit berkata panjang lebar sambil menatap mata Zhio dalam-dalam.

Zhio mengerti, Adit berusaha memperingatkannya. Membujuknya agar berhenti mencari tahu. Ia tak menimpali, pikirannya berkecamuk. Ada banyak hal yang menjadi pertanyaan di benaknya. Tentu saja, ia tak akan bisa tenang sebelum pertanyaan-pertanyaan itu terjawab.

"2 minggu lagi kita penilaian akhir semester, Zhi. Lebih baik kita fokus." Adit menepuk bahu Zhio.

"Hn."

"Ah! Aku lupa, kau tak perlu fokus untuk mendapatkan nilai sempurna" Adit tertawa kecil kemudian beranjak dari ranjang Zhio, berjalan menuju pintu kamar.

"Kau mau kemana?" Tanya Zhio setelah melihat Adit meraih hodienya sambil memutar knop pintu.

"Melakukan sesuatu yang seru." Jawabnya sambil tertawa kecil.

Zhio menatap daun pintu yang telah kembali tertutup. Bahkan Adit sendiri seperti menyimpan rahasia. Zhio melirik jam dinding yang tergantung di dinding kamarnya. Waktu menunjukkan pukul 11 malam. Merasa bahwa dalam waktu dekat ini ia belum bisa memejamkan matanya, ia memutuskan untuk pergi ke balkon kamar setelah sebelumnya membereskan buku-buku tua yang tadi ia pinjam di perpustakaan.

Begitu pintu dibuka, angin malam meniup helai-helai rambutnya. Pandangannya tertuju pada pohon alpha. Ia tersenyum miring. Bahkan pohon ini telah menjawab bahwa memang benar-benar ada yang tidak beres disini. Zhio memejamkan matanya, menyentuh telinganya perlahan. Dingin. Bisa saja ia tertidur di balkon sampai pagi, atau malah dibangunkan hujan deras yang tiba-tiba mengguyurnya.

Di sisi lain pada waktu yang bersamaan, Ash sendiri juga duduk di kursi kayu yang ada pada balkon kamarnya. Merasakan angin malam yang dengan lembut meraba wajahnya. Juga kelebat kain selimut Mita yang sedang dijemur sesekali berkibar pelan.

Ash menatap pohon alpha penuh tanya. Angin sesekali bertiup agak kencang, ranting-ranting pohon itu bergoyang. Namun kalau diperhatikan, tak ada satupun helai daun yang terjatuh karena tiupan angin. Sama sekali tidak ada. Untuk sejenak bulu kuduknya berdiri. Sedikit takut. Tapi rupanya menikmati pemandangan dari balkon kamar menjadi pilihan yang cukup baik. Penampakan lampu-lampu jalan juga lampu-lampu yang berasal dari pabrik-pabrik terlihat seperti titik-titik cahaya berkilauan. Menawan.

Gadis remaja itu terbatuk pelan. Udara cukup dingin. Tapi Ash belum berniat untuk enyah dari balkon kamar.

'Kau belum tidur rupanya.'  Terdengar sebuah suara menyapa gendang telinganya pelan. Ash memejamkan mata. Meyakinkan apakah suara ini nyata atau hanya halusinasinya semata.

"Kupikir aku sudah gila." Ash bergumam pelan. Suara kekehan kecil kembali terdengar di seberang.

'Kau tak gila, Ash. Kau bahkan pernah melihatku sebelum insiden kolam ikan nila itu.'

"Bagaimana kau bisa melakukannya?"

'Tentu saja berkat kejeniusan, teknologi yang sebenarnya memiliki cara kerja yang sederhana sekali.'

"Apa maumu? Keuntungan apa yang kau peroleh dengan menggangguku?" Tanya Ash dengan suara sepelan mungkin.

'Hanya bersenang-senang.'

"Kau pikir membuat orang lain terganggu itu menyenangkan?"

'Tentu saja, apa lagi orang itu adalah dirimu. Tapi kita akan lihat, apakah kau benar-benar terganggu seperti yang kau katakan itu. Atau malah sebaliknya.'

"Aku tak mengerti perkataanmu."

'Biar waktu yang membuatmu mengerti.'

Ash terdiam hingga keadaan kembali hening untuk beberapa saat kemudian. Penasaran darimana asal suara yang mengganggunya semenjak jam makan malam di gedung lampion beberapa bulan yang lalu. Juga siapa laki-laki yang waktu itu duduk di salah satu dahan pohon alpha

'Kusarankan sebaiknya kau tidur, Ash. Sudah malam, atau jangan-jangan kau malah sudah tidur?' suara di seberang terdengar lebih santai.

"Bagaimana aku bisa tidur kalau kau terus saja bicara. Dasar pengganggu." Kata Ash agak kesal dan malah mendapat kekehan dari suara orang yang tak dikenalnya.

'Aku tak berniat minta maaf. Tapi baiklah, untuk hari ini aku cukupkan saja. Tidurlah. Selamat malam.' Suara itu tak terdengar lagi sampai beberapa menit kemudian. Ash memutuskan masuk ke kamar. Merebahkan tubuhnya setelah menutup pintu balkon. Tak menunggu waktu lama hingga ia benar-benar terlelap.


Adit membuka pintu kamar asramanya bersamaan dengan Zhio yang menutup pintu balkon. Keduanya bersitatap sejenak.

"Belum tidur juga." Adit melepas hodie kemudian menggantungnya di gantungan baju dekat pintu masuk.

"Kau malah baru saja pulang." Zhio telah merebahkan tubuhnya di ranjang. Adit hanya tersenyum simpul menanggapi. Ikut merebahkan tubuhnya di ranjang yang bersebelahan dengan ranjang Zhio.

Adit menoleh mendapati Zhio yang rupanya belum memejamkan mata.

"Aku kira kau sudah tidur tadi." Celetuk Adit.

"Kenapa? Sepertinya kau terus memastikan aku sudah tidur atau belum." Zhio menimpali agak panjang.

"Bukan apa-apa." Adit menarik selimutnya hingga menutupi bagian dada.

"Aku jadi berpikiran kau akan menikamku saat aku tidur." Kata Zhio lagi. Adit menoleh ke arah Zhio dengan cepat kemudian mendecih pelan.

"Sialan. Buruk sekali prasangkamu." Perkataan Adit membuat Zhio menyeringai.

"Kau mencurigkan soalnya."

"Kenapa aku selalu dicurigai." Adit berguman mengadu nasib.

"Memang siapa lagi yang mencurigaimu?" Tanya Zhio. Adit menghela nafas. Terdiam sejenak.

"Ash."

"Orang itu memang mencurigai semua orang." Zhio menimpali. Adit mengernyitkan dahinya sejenak.

"Sadarlah bahwa kau juga sepertinya, Zhio." Perkataan Adit yang baru saja terlontar membuat Zhio menatapnya dengan tatapan tajam. Adit terkekeh sebentar.

"Tidurlah, Zhio. Selamat malam." Adit mengakhiri perbincangan kemudian memejamkan mata.

Zhio menghela nafas perlahan. Memosisikan tubuhnya sampai ia merasa nyaman. Mau tak mau akhirnya ia ikut terlelap setelah beberapa saat hanya terdiam menyimak suara detikan jarum jam yang mengisi hening di kamarnya.





Bersambung.....

What ForTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang