Pukul 6 pagi, gedung lampion telah ramai oleh para murid untuk melakukan sarapan. Seperti biasa, Ash dan teman-temannya duduk di dekat pagar pembatas. Namun Tara, Fani, dan Mita telah berpindah ke meja lain karena Dwita merusak nafsu makan mereka dengan membicarakan sesuatu yang berbau gore.
Tiba-tiba terlihat Pra melangkah dari kejauhan, bergabung ke meja mereka.
"Bolehkah aku bergabung?" Tanya Pra yang langsung menarik kursi di samping Luhan. Ash, Dwita, maupun Luhan menatap kesal Pra sekaligus bertanya-tanya.
"Kau tak perlu bertanya jika langsung menempatkan diri begitu." Ash menimpali membuat Pra menunjukkan cengiran lebarnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Kau dapat steak?" Tanya Luhan manaikkan sebelah alisnya.
"Sedang ingin saja. Tapi tarif tentu nambah dong." Jawab Pra. Ketiga gadis itu hanya ber-oh ria.
"Kau tak bersama temanmu yang lain?" Tanya Luhan lagi.
"Tidak, aku ditendang karena membuat keributan." Kata Pra memasang wajah memelas yang dibuat sok imut, membuat ketiga gadis itu mual.
"Kau memang sumber keributan, Pra. Awas saja kalau kau membuat keributan disini. Aku akan melemparmu ke bawah." Tukas Ash dengan tatapan tajam, membuat Pra menggembungkan pipi dan memutar bola mata bosan.
"Tadi kalian sedang membicarakan apa sih? Serius sekali." Tanya Pra kemudian setelah suasana meja mereka sepi tak ada obrolan.
"Hanya membicarakan sedikit hal berbau gore." Jawab Dwita.
Pra mengangguk, namun kemudian menegakkan kepalanya kembali seperti teringat sesuatu.
"Kalian sudah dengar belum beritanya?" Tanya Pra menatap ketiga gadis disekitarnya bergantian.
"Apa?" Ketiga gadis itu serempak kembali bertanya.
"Aku dengar, semalam ada penghuni gedung penjuru yang dimutilasi." Pra berkata setengah berbisik. Membuat siswi di meja itu membulatkan mata.
"Bagaimana bisa begitu? Kami sama sekali tidak tahu beritanya. Lagipula, aku tak mendengar ada yang membicarakannya. Biasanya kan kalau ada berita seperti itu langsung menjadi trending topic." Kata Luhan. Pra menggeleng.
"Aku menyimpulkan bahwa segala keributan di gedung penjuru menjadi hal lazim disini asal tak ada yang kabur seperti kemarin." Pra menjelaskan dengan singkat.
"Itu artinya mereka membiarkan penghuni gedung penjuru saling membunuh?" Ash mengernyit, asal mencomot kesimpulan yang mengerikan apabila memang benar begitu kenyataannya.
"Entahlah." Pra mengedikkan bahu.
"Tapi tunggu, lalu bagaimana tanggapan orang tua mereka? Apakah semudah itu menjelaskan fakta terburuknya? Lagipula hal tersebut mencoreng nama baik sekolah 'kan?" Ash meluapkan berbagai pertanyaan di kepalanya.
"Hei, jangan bertanya padaku. Tentu aku tidak tahu." Pra merengut kesal.
"Tapi tunggu, kenapa kau bisa tahu berita semalam?" Dwita angkat bicara sambil memincingkan mata curiga diikuti Ash dan Luhan. Ash juga sempat berpikir yang tidak-tidak mengenai Pra.
"Tadi malam aku insomnia, kemudian kuputuskan untuk berjalan-jalan sampai taman perbatasan asrama putra dengan gedung lampion. Aku duduk di salah satu bangku koridor. Tiba-tiba dua orang lewat, sepertinya pegawai dapur. Aku mendengarnya mambicarakan hal itu." Pra memberi penjelasan yang membuat ketiganya mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti.
"Ya sudah habiskan makananmu!" Kata Luhan yang sudah menumpuk piring kotornya di atas piring Dwita dan Ash. Saking asiknya berbincang-bincang, mereka telah menghabiskan makanan masing-masing kecuali Pra yang belum menyentuh stiknya sama sekali.
"Itu masalahnya." Pra bertopang dagu sambil membolak-mbalikkan steak itu.
"Apa lagi?" Mereka hampir bersamaan menanyakan sikap Pra yang tidak jelas.
"Aku dengar daging sapi harganya sedang melangit, ditambah stok di dapur maupun di supermarket terbatas." Pra berkata dengan raut berpikir.
"Lalu? Kau kan juga bayar. Kau jangan berbicara layaknya sales toko maupun kepala dapur." Kata Ash jengah.
"Bukan itu, masalahnya... bagaimana kalau steak ini adalah daging korban mutilasi semalam?" Perkataan Pra mampu membuat ketiga gadis itu menegakkan duduknya sejenak.
"Dasar konyol! Manamungkin itu terjadi." Ash menjitak kepala Pra yang kemudian mengaduh kesakitan. Meskipun Ash main-main, tapi jitakan di kepalanya lumayan berasa.
"Di saat seperti ini, siapa sih yang enggan memanfaatkan kesempatan untuk mencari keuntungan?" Pra masih mengusap kepalanya yang baru saja mendapat jitakan dari Ash. Pemuda itu berpikir terlalu jauh.
"Benar juga katamu. Ya sudah sini buat kami saja." Celetuk Luhan.
Pra memutar kedua bola matanya bosan sambil menyodorkan piring berisi steak itu. Ia berdecak ketika ketiga gadis itu menatapnya dengan mata berbinar. Dalam sekejap, menu tambahan milik Pra tandas. Bukannya Pra meyakini perihal kemungkinan steak itu adalah daging manusia, tapi perutnya memang sudah kenyang.
"Ini benar-benar daging sapi, Pra." Ash berkata sebelum menyeruput jus tomatnya.
"Nikmati tuh, berkah seudzon." Dwita menambahkan.
"Yang dapat berkahnya kan kau juga." Kata Pra sambil merengut.
"Udah deh, ribut terus!" Gerutu Ash.
"Ya sudah yuk berangkat sekolah." Kata Luhan sembari beranjak dan menggendong tasnya diikuti ketiga orang yang lainnya.
Beberapa meja sudah terlihat kosong, ada pula yang masih berada di tempatnya sekedar mengobrol ataupun belum ingin ke sekolah. Masih ada waktu 15 menit sebelum bel masuk berbunyi.
Rupanya Tara, Fani, dan Mita sudah pergi ke sekolah. Mereka kemudian menyusul.
"Aku duluan." Ucap Pra berlari kecil ketika melihat teman-teman sekamarnya, meninggalkan ketiga gadis itu yang masih sibuk dengan pemikirannya masing-masing.
Yang mereka pikirkan sebenarnya sama, masih mengenai sekolah mereka. Terlintas ingin kabur dari sekolah, tapi di SMA Bryan Larimar tidak semudah membolos dengan memanjat pagar sekolah. Lagipula, mereka tak mungkin melakukannya. Sulit untuk memanjat pagar tembok dengan tinggi 7meter tersebut. Belum lagi tak ada kendaraan yang bisa menuju ke kota selain bus sekolah milik SMA Bryan Larimar sendiri. Adit benar, mereka terjebak di sekolah ini.
Bersambung.......
KAMU SEDANG MEMBACA
What For
Mystery / ThrillerBagaimana jika sekolahmu dipenuhi ancaman luar biasa di balik dinding megahnya? Hari pertama di sekolah, para murid tahun ajaran baru mendapat sambutan yang amat mengerikan dari siswa gedung penjuru. Dibalik SMA dengan pamor luar biasa, tersimpan ra...