14

139 34 9
                                    

Ash mengerjap-erjapkan kedua matanya yang langsung disambut oleh warna putih. Kepalanya yang masih terasa pusing kemudian tergerak untuk menoleh ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 3 pagi. Kemudian ia meraba selimut warna biru muda khas klinik. Ah, gadis itu bahkan lupa kalau beberapa jam yang lalu ia terjun ke kolam. Perlahan-lahan ia beralih dari posisi berbaring menjadi posisi duduk dengan bersandar pada sandaran ranjang.
Terlihat seorang wanita mengenakan jas dokter memasuki ruangan, itu adalah Dokter Eri.

"Kau sudah sadar, Ash?" Tanya Dokter Eri begitu melihat Ash telah duduk dengan tatapan kosong, entah apa yang sedang ia pikirkan.

"Hmm. Seperti yang Anda lihat." Ash beralih menatap lawan bicaranya.

Dokter Eri mengambil stetoskop dan memeriksa tondisi tubuh Ash dengan menempelkan diaphgram stetoskop di tiga titik tertentu pada tubuh gadis itu.

"Setelah ini, saya sudah boleh kembali 'kan, Dok?" Tanya Ash.

"Tentu saja." Dokter Eri mengiyakan disertai anggukan.

Ash beranjak dari ranjang klinik dan melipat selimut yang tadi digunakan untuk menutupi tubuhnya.

"Kau mau kembali sekarang, Ash?" Dokter Eri bertanya setelah melihat Ash seperti hendak bersiap untuk meninggalkan klinik.

"Iya, Dok." Jawab Ash singkat.

"Aku ingatkan untuk berhati-hati."

"Baiklah, Dokter. Terimakasih untuk semuanya. Saya permisi." Ucap Ash kemudian berpamitan kepada Dokter Eri.

Langit masih terlihat gelap seperti kondisi di malam hari. Suasana jalan sepanjang menuju asrama juga tampak sepi. Ash menyusuri koridor. Klinik terletak di belakang gedung lampion, membatasinya dengan gedung sekolah.

Ketika melewati sisi gedung lampion, tiba-tiba Ash merasakan ada sebuah tangan menepuk pundaknya dari belakang. Tubuhnya sempat menegang karena terkejut namun dengan cepat gadis itu berbalik dan mendapati seseorang yang memiliki tubuh lebih tinggi darinya agak terkejut dan melangkah mundur perlahan. Ash tak dapat melihat wajahnya karena orang itu menggunakan hodie. Tapi dengan cepat Ash bergerak maju kedepan, mencegah orang itu agar tak bergerak lebih jauh kebelakang. Dan berhasil, Ash menarik tudung mantel hodie orang itu sedemikian rupa hingga tudungnya terlepas. Keduanya terjerembab jatuh.

"Adit?!" Ash membulatkan matanya mendapati pemuda yang telah duduk disampingnya sambil meringis mengusap sikunya, sepertinya menahan sakit pada siku yang tadi tanpa sengaja digunakan untuk bertumpu.

"Uh, aku tak menyangka kau seganas itu." Adit agak menggerutu.

"Lagipula, apa yang kau lakukan disini?" Ash bertanya sambil memincing curiga.

"Berjalan-jalan. Kau sendiri, ada apa berkeliaran disini?" Tanya pemuda itu kemudian menyusul Ash berdiri.

"Aku dari klinik, baru saja akan kembali ke asrama." Jawab Ash datar.

"Ya sudah, sekalian aku antar." Adit menjawab enteng. Keduanya berjalan bersisian.

"Aku tadi mengira kalau kau salah satu penghuni gedung penjuru yang kabur lagi." Celetuk Adit kemudian.

"Mana ada?" Ash bersungut kesal. Apa dirinya ini tampak seperti penghuni gedung penjuru?

"Ya, siapa tahu 'kan kau psikopat yang mengincar mangsa?" Adit berkata enteng.

"Justru yang patut dicurigai itu kau. Jam segini berkeliaran keluar asrama dengan alasan jalan-jalan, belum lagi tudung hodiemu yang mencurigakan." Sergah Ash.

Adit mengedikkan bahu. Ash seperti mengintimidasi Adit dari kepala sampai ujung kaki.

"Apa? Kau bisa menggeledahku jika curiga aku membawa senjata tajam." Adit seperti bisa membaca pikiran Ash. Mungkin pemuda itu memang berbakat atau memiliki kemampuan melakukan clairvoyance.

What ForTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang