4

152 52 6
                                    

Jam 4 sore, lingkungan sekolah telah sepi. Hanya terlihat beberapa pengurus OSIS berseliweran di koridor. Ash sendiri kini tengah berada di perpustakaan. Blazernya ia lepas, begitu pula dengan name tagnya. Hanya ada 3 orang disana selain dirinya, dua orang siswi dan penjaga perpus yang sedang membaca buku. Ash mengamati beberapa perbedaan ketika ia SMP dan ketika ia SMA, sangat disayangkan ketika mendapati bahwa ternyata semakin sedikit remaja seusianya yang gemar membaca buku. Dulu semasa SMP, untuk meminjam satu buah novel pun harus bergantian, menunggu sampai seminggu kadang malah sampai 2 minggu karena terbatasnya jumlah buku yang ada di perpustakaan sekolah. Sekarang di SMA Bryan Larimar, ada 20 rak buku lebih berisi berbagai genre, bahkan untuk novel best seller pun minimal satu judul ada 10 buku. Namun hanya segelintir murid yang mau mengunjungi perpustakaan, membaca buku disana.

Perpustakaan buka sampai jam 8 malam. Ash masih mengenakan seragamnya. Sebelumnya, ia juga sudah pamit kepada teman-teman yang lain. Sebuah buku yang cukup tebal sudah selesai ia baca.

Beranjak dari bangku baca perpustakaan, Ash kemudian kembali menyusuri belasan rak buku. Ia berniat meminjam buku barang sebuah untuk bacaan di asrama. Langkahnya terhenti ketika mendapati Miss Ayrla, penjaga perpus tengah berjongkok dengan 5 tumpukan buku-buku disebelahnya. Entah dorongan darimana, Ash memutuskan membantu. Miss Ayrla agak terkejut ketika Ash ikut berjongkok disebelahnya, ia kemudian menatap Ash lamat-lamat tanpa sepengetahuan siswi itu.

"Saya akan membantu Anda." Kata Ash sambil menata buku-buku, meletakkanya di rak sesuai dengan klasifikasi buku itu masing-masing.

"Terimakasih. Apa itu tak merepotkanmu?" Tanya Miss Ayrla terlihat gugup.

"Tidak kok. Selagi saya mampu, siapapun yang berada dalam kebaikan akan saya bantu." Perkataan Ash membuat Miss Ayrla tercenung. Ash masih sibuk menata buku-buku, tidak menyadari Miss Ayrla yang kembali menatapnya penuh arti.

"Kau... siapa namamu?" Tanya Miss Ayrla, tatapannya tak melepaskan sosok siswi didepannya.

"Ash, Ashmala Diza Anwar." Ash tersenyum menatap lawan bicaranya. Sedangkan Miss Ayrla entah kenapa terkesiap, gerakan tangannya terhenti, nafasnya tertahan, atmosfer di sekeliling mereka berubah. Ash memiringkan kepalanya membuat Miss Ayrla tersadar dari lamunan dan kembali memberesi tumpukan buku-buku itu.

"Emmm.... ngomong-ngomong kamu tidak kembali ke asrama, Ash? Ini sudah sore, barangkali kamu lapar." Tanya Miss Ayrla mencoba mencairkan suasana.

"Saya sering bosan di asrama. Makanya saya lebih sering pergi keluar." Ash bercerita, memang benar apa yang dikatakannya.

"Kalau kamu bosan, kamu boleh main ke kamar saya. Lantai 2 kamar no 107. Mungkin ketika kamu mau bercerita sesuatu." Miss Ayrla tersenyum tipis.

"Terimakasih, Miss. Tapi rasanya agak canggung." Ash kini menatap lawan bicaranya sambil tesenyum kikuk.

"Umur kita hanya selisih 5 tahun. Anggap saja aku temanmu. Jangan terlalu formal juga kepadaku." Mendengar perkataan Miss Ayrla, Ash hanya tersenyum. Ia seolah dapat merasakan kasih sayang dari perempuan didepannya.

Ash memutuskan pulang setelah urusannya di perpustakaan selesai. Kedua siswa yang dilihatnya ada di perpustakaan tadi juga sudah tidak ada. Sepeninggalnya, hanya ada Miss Ayrla di perpustakaan.

Aroma kopi menyeruak ketika pintu kamar no 333 terbuka. Ash belum sempat meraih gagang pintu namun Tara sudah berdiri di depannya, nampak sedikit terkejut melihat Ash yang tak jauh berbeda dengan reaksi Tara.

"Ash, baru saja aku akan menyusulmu." Tara agak menepi mundur, memberi jalan agar Ash masuk.

"Hm, kenapa bau kopinya sangat menusuk?" Tanya Ash sambil mengendus aroma di dalam kamarnya.

"Fani tuh, kelebihan nakar kopi." Kata Tara setelah menutup pintu.

"Tapi akan kubuat agar-agar kok. Aku punya solusi." Kata Fani sambil mengaduk cairan dalam panci.

Ash mengangguk-anggukkan kepala, menatap teman-temannya satu per satu. Atensinya beralih pada Luhan yang menyender di rusuk ranjang sambil bersidekap mengawasi setiap gerak-gerik Fani dengan tatapan tajam secara terus menerus. Yang diawasi hanya acuh, fokus dengan pekerjaannya.

"Fani tadi juga menumpahkan kopinya di bantal Luhan." Jelas Dwita setelah menangkap Ash tengah memandang kedua temannya heran.

"Aku kan tidak sengaja." Fani membela diri sambil beberapa kali melirik Luhan dan mengalihkan pandangannya menatap langit-langit kamar asrama.

Ash tertawa kecil, melemparkan tas ke ranjangnya. Lantas menyahut handuk. Ia memutuskan untuk mandi.

Jam setengah sembilan malam, penghuni kamar nomor 333 menyantap agar-agar hasil kecelakaan tadi sore. Tapi rupanya, Fani membuat agar-agar terlalu banyak. Mereka juga baru saja makan malam.

"Habiskan, Fan!" Luhan mendesis tajam. Ia tak serius mengenai hal ini, hanya saja ia masih agak kesal setelah tadi siang Fani menumpahkan kopi di bantalnya. Fani menunjukkan wajah memelasnya sambil sesekali melirik teman-teman yang lain.

"Ayolah Luhan. Aku sudah kekenyangan." Fani berkata lirih. Sebenarnya yang lain merasa kasihan, tapi bagaimana lagi, perut mereka sudah tak kuat untuk kembali terisi barang sesuap.

"Sebenarnya kalau agar-agar sampai pagi pun tidak basi. Hanya saja, kemungkinan akan mencair." Mita mengusap dagunya, nampak berfikir.

"Sudahlah, ku berikan ke Miss Ayrla saja bagaimana?" Ash mengajukan pendapat. Hanya Luhan yang mengangguk ragu dan masih melirik tajam Fani.

"Baiklah, aku keluar dulu." Kata Ash kemudian beranjak membawa sebuah piring berisi potongan agar-agar.

"Aku ikut, Ash." Kata Luhan. Namun Ash menggeleng, ia mengatakan bahwa ini hanya sebentar.

Ash kemudian keluar, menyusuri koridor asrama. Pemandangan yang ia dapat hanya pintu-pintu kamar yang tertutup, mungkin juga beberapa meja kecil dan pot berisi tanaman hias. Setelah melewati semua pemandangan yang dilihatnya itu, ia kemudian menuruni tangga menuju lantai 4.

Miss Ayrla baru saja menutup perpustakaan. Kemudian berjalan menyusuri koridor sekolah yang remang-remang dan sepi. Bulu kuduknya tiba-tiba berdiri, bukannya ia takut dengan suasana yang seperti ini. Sudah hampir setahun hal ini menjadi rutinitasnya. Hanya saja kali ini seperti ada yang berbeda. Ia mempercepat langkah menimbulkan suara ketukan heels berbenturan dengan lantai keramik yang menggema di koridor. Langkahnya terhenti, badannya menegang ketika mendapati seseorang berdiri di depannya. Wajahnya tertutup mantel.

"Siapa kau?" Miss Ayrla masih dapat menjaga intonasi suaranya meski tangannya telah berkeringat dingin.

Seseorang itu membuka mantel hodienya, menampakkan wajah seorang pria yang membuat Miss Ayrla menghembuskan nafas dan sedikit memalingkan muka.

"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Miss Ayrla lagi setelah mengetahui sosok dibalik hodie tersebut, nada bicaranya rendah namun penuh penekanan.

Orang di depannya menyeringai, kemudian membenamkan kedua rangannya di saku hodie seraya tersenyum penuh arti.

"Hanya ingin_"

Pria itu memberi jeda beberapa detik.

"_mengunjungi salah satu alumni gedung penjuru."















Bersambung........

What ForTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang