Bab 18 | Opium

231 35 0
                                    

Kabar gembira untuk kita semua. Kini bukan kulit manggis yang sudah ada ekstraknya. Melainkan Kak Brian sudah sembuh sekarang.

Dia baru saja mengabariku, kalau badannya sudah sehat kembali. Bahkan katanya, kalau aku menyuruhnya salto saat ini juga, dia pasti sanggup melakukannya. Sombong sekali manusia yang satu ini! Padahal siapa ya yang kemarin sakit sampai manjanya minta ampun?

Minggu ini adalah minggu bagi para mahasiswa di kampusku untuk mendaftar KRS dan melakukan perwalian. Jadi, Kak Brian berencana mengajakku pergi ke kampus bersama-sama. Aku merasa tak keberatan atas ajakannya itu, karena kebetulan masing-masing dari kami telah membuat janji dengan dosen wali di hari yang sama.

Aku yang menjabat sebagai ketua kelas, sudah membuat janji hari ini pada pukul 10.00 dengan Bu Wina selaku dosen waliku. Sehingga secara tak langsung Rara harus pergi ke kampus pada hari ini juga. Fyi, anak itu baru balik ke kosan pada malam hari kemarin.

***


Aku pikir pagi hari ini akan kulalui dengan tenang seperti biasanya. Namun ternyata tebakkanku meleset jauh, lihat saja selain Rara yang selalu merusuhi kamarku. Ada satu oknum lagi yang tak kalah rusuhnya dari Rara. Siapa lagi kalau Brian Adam. Pagi-pagi sekali lelaki itu sudah menggedor-gedor pintu kamarku demi bisa menumpang wifi di sini.

DOK! DOK! DOK!

"Ayang, abang pulang! Bukain pintu dong."

Ceklek

"Kamu kenapa sih, pagi-pagi berisik di kamar kosanku? Wis belekan, gorong adus pisan!" todongku sesaat setelah aku membuka pintu. Kedua tanganku terlipat di depan dada seraya bersandar pada kusen pintu. Sedangkan bola mataku langsung menatap lurus padanya.

"Hehe.. aku belum mandi juga masih ganteng, Neng," balasnya sambil mencolek daguku. Namun, segera kutepis kasar tangannya.

"Aku boleh numpang wifi gak, By? Penting banget buat keberlangsungan hidupku."

Seketika itu kuputar kedua bola mataku malas. "Halah, lebay! Emang wifi di rumahmu kenapa?"

"Gak tahu. Tiba-tiba trouble, mungkin kabelnya putus gara-gara digigit tikus," ucapnya beralasan.

"Gak nyambung banget! Masak rumah sebesar itu banyak tikusnya. Jangan-jangan kamu yang gigitin kabelnya!" tuduhku.

Segera mungkin ia mengelak dariku. "Enak aja! Gaklah. Nasi padang walaupun rasanya pedes gitu, aku masih doyan kok!"

"Ya, bisa aja kamu lagi laper terus khilaf, deh."

Ian langsung cemberut setelah mendengar ucapanku. "Jahat! Udah, ah! Biarin aku masuk sekarang. Penting tau! Aku belum ngisi KRS online soalnya."

Mataku seketika melotot saat mendengar pengakuannya. Tak masalah sih, kalau mau menumpang wifi di sini. Cuman beberapa jam lagi, dia harus melakukan perwalian dengan dosen dan sekarang posisinya malah belum mengisi KRS yang notabene sebagai syarat utama untuk perwalian nanti.

"Ya, kenapa gak kemarin-kemarin aja kamu ngisinya?! Kalau udah gini, kamu sendiri 'kan yang kelabakan," omelku sambil mengikuti langkahnya.

Sejenak dia menghentikan langkah itu, lalu berbalik menghadapku. "Kamu lupa, ya? Aku 'kan baru sembuh."

Aku paham sekali kalau dia pasti akan menjadikan sakit sebagai alasannya. Supaya diriku lebih mengasihaninya, daripada memberikan omelan padanya.

"Bodo!"

"Jahat.."

Tiba-tiba obrolan kami harus terpotong oleh suara lain. Orang tersebut nampak berjalan tergesa-gesa yang memasuki kamarku.

Space | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang