Bab 29 | Beautiful Night

171 32 0
                                    

Aku tak tahu sudah berapa lama diriku tertidur selama perjalanan tadi. Tiba-tiba saja waktu membuka mata, kami telah sampai di vila. Kulihat Alyana sudah keluar dari mobil. Sedangkan Kak Brian masih duduk di belakang kemudinya, mungkin dia sedang menungguku yang sedang mengumpulkan nyawa kembali.

"Udah bangun?" tanya lelaki itu dengan lembut. Namun, hanya kujawab dengan gumaman.

"Yuk, kelu–"

Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, aku langsung keluar dari dalam mobil. Lalu menghampiri Rara dan Jelita yang sedang berdiri di halaman depan vila. Ketika mereka mengetahui keberadaanku, mereka langsung menarikku untuk berfoto bersama.

"Heh, ciwi-ciwi! Jangan poto-poto dulu, napa! Nih, bantuin temennya!" sindir Dion dari arah samping. Kedua tangannya tengah menenteng kantong plastik berukuran besar. Hingga membuatku sedikit salah fokus pada otot-ototnya yang menonjol itu.

"Bang Jevan! Vilanya bagus banget! Rara suka, deh."

Bukannya menggubris ucapan Dion, tetapi Rara malah berjalan menghampiri Bang Jevan. Lelaki itu sepertinya baru saja keluar dari dalam vila.

"Oh ya, jelas dong! Bang Jevan gitu loh! Yuk, masuk. Biarin si Dion membabu, yang penting kita happy-happy aja," balas lelaki itu yang tak ada bedanya dengan Rara, sama-sama jahil.

"Heh!" protes Dion sekali lagi, karena dia tak terima dibilang "babu" oleh abang sulungnya. Namun bukannya malah takut, Rara dan Bang Jevan sudah melenggang pergi memasuki vila sembari berpelukan ala big brother.

Aku dan Jelita yang sama-sama merasa tak enak, akhirnya kami berinisiatif untuk membantu Dion dan kawan-kawan yang lain.

Sejenak aku baru tersadar kalau sedari tadi aku belum menemukan keberadaan Alyana. Ya sudahlah, mungkin gadis itu sudah masuk lebih dulu. Waktu aku hendak mengambil satu kantong plastik besar berisi sayuran, Kak Brian dengan cepat mencegahnya.

"Udah, By. Ini berat biar kami aja. Kamu masuk sana! Ajak Jelita juga."

Akhirnya tanpa banyak bicara lagi, aku pun mengangguk patuh. Meskipun malas sekali menanggapinya, tetapi aku cukup kasihan padanya. Padahal semua ini bukan sepenuhnya kesalahan dari lelaki itu, tetapi masalah ini awalnya timbul karena Alyana.

***


Malam hari telah tiba, kini acara barbeque siap dimulai. Sekarang aku sedang duduk manis sambil menunggu daging beserta kawan-kawannya selesai dipanggang. Tadi aku sudah berinisiatif membantu Kak Brian memanggang daging-daging itu. Hanya saja dia malah menyuruhku duduk manis sambil menontonnya.

Akhirnya aku menuruti maunya, lalu ikut bergabung dengan yang lain. Kini rasa kesalku berangsur-angsur mulai mereda, karena aku tak mau merusak suasana indah pada malam ini. Atau lebih parahnya sampai mengganggu kenyamanan teman-teman yang lain.

Namun nyatanya aku menyesali keputusanku. Lihatlah sekarang, Alyana malah semakin lengket pada lelaki itu. Bahkan dia repot-repot menawarkan diri untuk membantunya.

Bukannya menolak, Kak Brian malah mengiyakan tawaran tersebut. Kembali diriku dibuat kesal. Bilang saja kalau mereka sedang ingin berdua tanpa mau kuganggu. Jika sudah begini, aku jadi malas memaafkan kelakuannya.

"Na, kenapa gak lo makan sosisnya? Enak tau!" kata Rara memecah fokusku yang sedang asyik menatap kedua insan yang tengah tertawa lebar itu.

Aku tak menjawab pertanyaan Rara tersebut. Namun, aku hanya menoleh padanya dengan ekspresi datar.

"Lo kenapa? Lagi cemburu?" tanya Rara to the point.

"Gak kok," jawabku singkat. Lalu kembali menggigit sosis yang sedari tadi hanya kuanggurkan.

Space | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang