Bab 25 | Keinginan Sederhana

166 34 0
                                    

Acara makan siang kali ini, kami lalui dengan hangat. Mama sempat bercerita padaku kalau Kak Brian paling pintar memasak Pasta Aglio Olio. Maka dari itu aku disuruh untuk mencicipinya.

Setelah menyuapkan satu sendok ke dalam mulut, aku langsung mengakui bahwa masakan lelaki itu benar-benar enak. Maka sontak saja dia langsung memasang wajah sombong.

Bahkan Kak Brian mengatakan kalau masakan chef Juna kalah jauh kalau dibandingkan dengan masakannya. Sudah biarkan saja! Dia memang seperti itu anaknya.

Semua hidangan di meja sudah selesai kami nikmati bersama-sama. Setelah menaruh sendok dan garpunya, mama buru-buru berpamitan karena beliau hendak menerima telpon yang seperti sangat penting. Sedangkan aku dan Kak Brian memutuskan untuk membereskan seisi meja ini.

"Udah taruh aja di wastafel situ, By. Biar sisanya aku aja yang nyuci," katanya saat aku hendak memutar keran untuk segera mencuci semua piring-piring kotor ini.

Aku tak menghiraukan perintahnya. Manurutku rasanya kurang ajar sekali, kalau aku ke sini hanya untuk menumpang makan saja tanpa membantu sedikitpun. Padahal tadi dia sudah lelah memasak banyak hidangan untuk kami bertiga.

"Hih! Udah dibilangin kok ngeyel, sih?! Biar aku aja," protesnya padaku. Dengan cepat dia datang dan langsung merebut spons pencuci piring dari tanganku.

"Apaan sih?! Aku 'kan dari tadi gak ngapa-ngapain. Kamu juga udah masak banyak buat aku sama Mama. Jadi biarin aku aja yang nyuci," balasku tak mau kalah.

Namun, dia masih tetap ngotot dan menjauhkan piring kotor serta sponsnya dari jangkauan tanganku.

"Gak papa, aku udah biasa. Kalau hari libur gini, Mbok Yum hanya setengah hari di rumah. Jadi sisanya aku yang beresin."

"Yaudah, deh. Aku bantu bilasin aja gimana?" ucapku mengalah. Akhirnya lelaki itu menyetujui usulanku.

Selama kegiatan mencuci piring bersama, dia tak henti-hentinya mencolek sabun ke wajahku. Aku pun tak mau kalah darinya, kubalas juga dengan mencipratkan air padanya. Hingga akhirnya kami tertawa bersama-sama.

***


Setelah mencuci semua piring kotor itu, aku memutuskan untuk berpamitan. Namun, mama malah mencegahku. Ternyata beliau ingin minta berfoto denganku sebelum pulang.

Beliau mengatakan kalau foto ini akan beliau pamerkan pada papanya Kak Brian nanti. Alhasil aku pun menyetujuinya.

Segera kami berpose di depan kamera. Namun lucunya, Kak Brian tidak boleh diajak berfoto bersama. Hal ini atas dasar perintah dari sang mama juga, beliau menyuruh anaknya itu untuk menjadi tukang foto dadakan saja.

"1.. 2.. 3.. senyum~"

Cekrek!

"Nih, Ma. Udah 'kan? Sekarang Ona musti pulang. Udah sore soalnya," desak Kak Brian ketika menyerahkan ponsel itu ke tangan sang pemilik. Sedangkan wajahnya masih cemberut karena tak diijinkan berfoto bersama kami.

"Gak usah ngambek, kamu emang gak cocok kalau masuk frame bareng sama kita-kita," balas mama enteng sekaligus mengejek anaknya.

"Ya ngambeklah! Masak aku anak kandungnya mama malah disuruh jadi tukang foto sih?!"

"Udah sana! Gak usah ngomel-ngomel," usir mama pada lelaki itu sembari mendorong pelan pundak anaknya. Kemudian beliau beralih padaku.

"Makasih ya, sayang. Kapan-kapan kamu harus main lagi," ucapnya sambil memberikan cipika-cipiki di kedua pipiku. Senang sekali rasanya, serasa aku mendapatkan mama baru. Apalagi beliau selalu menunjukkan kasih sayangnya padaku.

Space | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang