Bab 20 | Terbongkar

184 38 0
                                    

Semester empat telah dimulai, saatnya aku harus kembali bertempur melawan tugas-tugas yang menumpuk. Apalagi semester ini aku sudah harus magang di SD.

Masih semester empat kok sudah magang? Jadi begini ceritanya, magangku itu memang dilakukan secara bertahap. Ada tiga kali magang. Sedangkan magang yang ini adalah magang yang pertama. Di sini nantinya kuhabiskan dengan mengobservasi kegiatan pembelajaran di dalam kelas.

Selain itu aku juga harus membiasakan diri dengan para siswa di sana. Sedangkan untuk magang kedua dan ketiga akan dilaksanakan pada semester lima dan enam nanti.

Seperti biasa, aku berangkat pagi sekitar pukul tujuh pagi. Kupikir Kak Brian tak akan mengajakku berangkat bersama, secara dia jarang sekali bisa bangun pagi. Namun ternyata dugaanku salah. Saat aku keluar dari gerbang kosan, dia sudah duduk cantik di atas motor.

"Hai cewek, rajinnya berangkat pagi-pagi. Udah gak sabar ya, ketemu Bu Dosen," sapanya padaku.

Seketika aku berjingkat kaget. "Apaan sih?! Ngagetin aja kamu!"

Lelaki itu langsung puas menertawakanku. Hingga membuatku langsung mendengus sebal padanya. "Tumben jam segini udah siap?" tanyaku merasa heran.

"Lagi mood bangun pagi," katanya disertai dengan cengiran lebar.

"Bangun pagi aja harus nunggu mood bagus dulu. Nanti kalau kamu ada kelas pagi, tapi lagi gak mood, gimana? Kamu mau skip kelas gitu?" omelku panjang lebar.

"Gaklah, Ian 'kan anak rajin."

"Preeet!"

Dia semakin tertawa lebar ketika mendengar responku. "Yuk, berangkat. Jangan sampai telat di hari pertama semester baru ini."

Setelah berucap demikian, lelaki itu langsung mengulurkan sebuah helm padaku. Ucapannya tak kutanggapi lagi, tetapi aku langsung meraih helm tersebut.

***


Selama perjalanan menuju kampus, Kak Brian terus saja mengajakku ngobrol. Dia bertanya padaku, tentang siapa dosen yang mengajar hari ini. Aku menjawab kalau hanya ada satu mata kuliah untuk hari ini. Tak lupa juga aku bercerita kalau dosen pengampu mata kuliah hari ini adalah Bu Wardah.

Saat mendengar aku menyebutkan nama Bu Wardah, Kak Brian langsung memasang tampang misterius. Aku baru ingat kalau Bu Wardah adalah Bu Dekan yang beberapa waktu lalu sempat kucurigai.

Ada apa ini? Kenapa lagi-lagi dia membuatku bertanya-tanya?

Jika memang dugaanku kemarin terbukti benar. Itu artinya sainganku tak main-main dong?! Seorang dosen mapan yang menjabat sebagai Dekan Fakultas. Dari posisinya saja aku sudah kalah saing.

***


Sesampainya di parkiran, aku langsung turun dari motor. Selanjutnya aku segera melepaskan helm yang dibantu juga olehnya. Kak Brian sepertinya ingin mengatakan sesuatu kepadaku. Jadi aku memutuskan untuk menunggunya sebentar.

Tangan lelaki itu bergerak menyisir rambutku yang sedikit berantakan akibat helm tadi. Sedangkan aku masih berdiri menungguinya yang tak kunjung mengatakan sepatah kata pun. Sesaat seulas senyuman mulai terukir di wajahnya.

"By, nanti jangan kaget ya, apalagi sampai panik!"

Sejenak aku mengerutkan kedua alisku. "Lah, memangnya kenapa aku musti kaget?"

"Pokoknya jangan! Rileks, Bu Dekan gak bakal gigit kamu," ujarnya. Kini tangannya sudah berpindah membelai pipiku dengan lembut.

"Kamu aneh! Udah deh, kamu ngaku aja. Sebenarnya kamu itu ada sesuatu 'kan sama Bu Wardah?" tuduhku langsung tanpa basa-basi.

Space | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang