Akhir pekan pun tiba, maka saatnya bagi diriku untuk memenuhi undangan dari Bu Wardah. Sedari tadi aku sudah deg-degan. Kakiku juga tidak bisa diam dan terus bergerak sampai-sampai Kak Brian tertawa melihatku yang sedang gugup.
Saat ini kami sedang dalam perjalanan menuju rumahnya. Tadi aku dijemput olehnya di kosan, karena dia kemarin sudah menawariku tumpangan gratis.
Sama seperti Kak Brian, aku berkunjung ke rumahnya tidak datang dengan tangan kosong. Beberapa hari yang lalu, aku sempat bercerita pada mami tentang kunjunganku ke rumah lelaki itu. Kemudian beliau menyarankanku untuk membawa beberapa oleh-oleh.
Kebetulan juga mami sempat mampir sejenak di Malang. Katanya, beliau sedang ada urusan dengan kakakku. Akhirnya aku juga minta tolong untuk dibawakan kerupuk udang, terasi, dan bandeng asap dari Sidoarjo.
"Gak usah gugup gitu dong, By. Kamu kayak gak pernah ketemu mama aja," katanya dengan diiringi tawa kecil.
"Ya 'kan tetep aja, rasanya beda!" balasku tak tenang.
Suara tawanya semakin terdengar keras. Hingga membuatku mendengus kesal. "Ck! Btw, Papamu ada di rumah nggak?"
"Nggak, Papa lagi ada urusan di luar kota."
Jawabannya sedikit membuatku kecewa. Jujur, aku lebih penasaran dengan papa lelaki itu daripada mamanya. Ya, karena memang aku sama sekali belum bertemu dengan beliau. Meskipun di sisi lain aku juga merasa lega karena rasa gugupku sedikit berkurang.
"Ada urusan apa?" tanyaku mencoba mengorek-ngorek sedikit informasi tentang papanya.
"Mau tahuuuu, aja!" balasnya dengan nada menyebalkan seperti biasa.
"Pelit! Pokoknya nanti aku mau tanya ke Bu Wardah soal suaminya. Biar aku gak kaget lagi. Aku udah punya firasat kalau papamu itu pemilik yayasan kampus."
"HAHA! Gak kok, By. Papa gak kerja di kampus kita."
"Ya memang gak di kampusnya, tapi kerja di lembaga yayasannya 'kan?!" desakku sekali lagi.
"Tau, ah. Udah dibilangin kok kamu ngeyel!"
***
Kami baru saja sampai di tempat tujuan. Tak kusangka kalau aku kembali lagi ke rumah ini. Kali ini sebisa mungkin aku tak menunjukkan sifat katrokku. Minimal tidak seperti kemarin yang setiap jengkal rumah selalu kukomentari dengan kata "wah" seraya menganga lebar. Sebab aku tak ingin terlihat memalukan di depan Bu Wardah."Halo sayang, kenapa baru dateng? Ini pasti gara-gara Ian yang telat jemputnya," sambut Bu Wardah padaku.
Ternyata beliau sudah siap berdiri di teras sedari tadi. Seakan kedatanganku sudah ditunggu-tunggu olehnya. Tak lupa juga beliau mengajakku cipika-cipiki layak ibu-ibu sosialita yang tak lama berjumpa.
"Bukan aku, Ma, yang telat jemput dia. Tapi Ona aja yang lama dandannya," kata Ian membela diri.
Secepat mungkin aku menatapnya sinis. Padahal sudah jelas kalau aku hampir mati garing karena terlalu lama menunggu kedatangannya tadi.
Bu Wardah lantas memukul lengan putranya. Katanya, sudah wajar kalau cewek dandannya lama. Yang gak wajar itu kalau Kak Brian tidur terus kayak orang mati.
Lucu juga melihat lelaki itu dimarahi sama mamanya sendiri. Kapan lagi coba, aku bisa melihat dia gak bisa membantah. Secara selama ini dia selalu memaksakan kehendaknya dan gak mau mengalah kalau berhadapan denganku.
"Aduh! Aku kok dipukul sih, Ma? Emang anaknya Mama itu siapa?" keluh Kak Brian dengan wajah cemberutnya.
"Anak Mama sekarang cuman Ona, bukan kamu!" balas Bu Wardah enteng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Space | Youngk DAY6
Fanfiction[Book 1] Febyona Azara atau akrab disapa Ona hanyalah seseorang yang berstatus sebagai mahasiswi biasa. Selama ini ia hanya berfokus pada obsesinya untuk mengejar gelar sarjana. Bahkan saking fokusnya, dia tak sadar kalau hidupnya selalu dihabiskan...