Bab 27 | Sebuah Rencana

150 31 0
                                    

Cukup lama aku berdiri di tempatku. Hingga Kak Brian baru menyadari keberadaanku. Lelaki itu lantas bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan menghampiriku.

Senyum cerahnya seketika itu langsung menyambutku dengan hangat. Namun, aku masih diam terpaku di tempat. Kini ia berhenti tepat di depanku. Tanpa mengucap apapun, dia langsung meraih botol air mineral yang kupegang di tangan kiri.

Sembari dia menegak air tersebut, sebelah tangannya yang lain meraih pergelangan tangan kananku yang kebetulan memegang sehelai handuk kecil. Kemudian tangan itu ia arahkan pada keningnya.

Aku baru memahami maksudnya, maka segera mungkin aku menyeka bulir keringat yang masih tertinggal di sana. Walaupun tadi sudah diseka dengan tisu oleh gadis itu.

Sejenak diriku dibuat lupa atas kejadian tadi. Aku yakin kalau Kak Brian tahu tentang isi hatiku saat ini, karena dia cukup peka dan pintar membaca situasi. Alih-alih lelaki itu menjelaskan tentang adegan yang bisa menimbulkan salah paham itu, dia malah lebih memilih cara yang seperti ini.

Selagi aku sibuk dengan kegiatanku, bola matanya terus tertuju padaku. Dia seakan tak mempedulikan sosok lain di antara kami sekarang. Sejenak kulirik gadis itu yang ternyata mulai kesal. Ia beranjak pergi melewati kami sembari berjalan dengan menghentakkan kaki.

"Kamu ngelihat aku sama dia ya tadi?" tanya Kak Brian membuka obrolan.

Tak banyak kata yang dapat kuucapkan. Sehingga aku hanya mampu mengangguk padanya.

Lelaki itu segera mengubah raut wajahnya menjadi bersalah padaku. "Maaf ya, By. Alyana seperti itu karena lagi jalanin tugasnya. Dia harus profesional dalam bekerja."

Aku lantas mengerutkan dahi tanda bahwa tak paham dengan ucapannya.

"Dia manager baru Fivetune. Sigit yang merekrutnya kemarin," jelas Kak Brian sekali lagi.

"Oh," jawabku singkat.

Setelah itu kami saling terdiam. Kegiatanku menyeka keringatnya telah usai, kini lenganku ditarik pelan olehnya. Hingga dia menuntunku agar duduk di kursi yang tadi sempat ditempati oleh gadis itu. Sedangkan Kak Brian memutuskan duduk di kursi yang sebelumnya ia tempati.

Tanpa aba-aba, lelaki itu lantas menyenderkan kepalanya di bahuku. Kemudian meraih tangan kananku untuk ia genggam dengan erat.

"Gimana tadi, aku keren nggak?" tanya lelaki itu masih dengan posisi menyeder padaku.

Sekilas aku merasa sedikit geli, karena pergerakan mulutnya.

"Mmm..," gumamku sembari memikirkan jawaban yang tepat untuknya. Aku tak mau kalau dia sampai besar kepala setelah mendapatkan pujian dariku.

"Pokoknya aku mau jawaban yang jujur!" desaknya dengan tampang sok serius.

Kuhebuskan nafas terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaannya, "Energik, sexy, tapi gemesin."

Setelah itu ia tak berkata apapun. Dapat kurasakan kalau lelaki itu menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Ternyata dia memang sedang tersenyum puas setelah mendengarkan jawabanku.

Kini kedua kelopak matanya mulai terpejam. Kepalanya bergerak sedikit, berusaha mencari posisi ternyaman untuknya bersandar. Nampaknya ia benar-benar lelah. Maklum tadi lelaki itu sudah berusaha mengerahkan semua tenaganya saat berada di atas panggung.

"WOI! ASTAGHFIRULAH, BAPAK! TAHU TEMPAT NAPA KALAU MAU NGEBUCIN! GAK MALU SAMA YANG LEBIH TUA?!"

Di tengah heningnya suasana dalam tenda, tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara yang tak asing lagi. Bang Jevan sengaja datang sambil berteriak layaknya seorang Satpol PP yang tengah mengobrak-abrik pedagang kaki lima di terotoar depan kampus.

Space | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang