Bab 34 | Kilas Balik

481 42 1
                                    

September, 2015

Hari ini adalah hari pertamaku mengikuti kegiatan ospek kampus. Saat ini tengah berlangsung upacara pembukaan. Bagiku acara seperti ini benar-benar menyiksa sekali, apalagi aku harus berdiri di barisan paling depan.

Maklum saja badanku ini memang tinggi semampai jika dibandingkan dengan cewek-cewek pada umumnya. Makanya semasa sekolah dulu aku tak terlalu suka dengan hari Senin. Sebab setiap kali upacara, aku harus berdiri di deretan paling depan sambil berpanas-panas ria. Selain itu aku dituntut selalu menjaga sikap badan agar tetap tegap. Jika tidak, pasti nanti aku langsung ditegur karena nampak jelas kalau dilihat dari depan.

Sama seperti sekarang ini, matahari serasa seperti sedang menghukumku. Belum lagi ditambah seseorang yang entah siapa itu, sedang asyik berpidato di depan sana. Isi pidatonya panjang sekali seperti gerbong kereta api, tapi kalau disimak baik-baik ternyata tidak ada esensinya sama sekali.

Lama banget, ya Allah. Hayati udah lelah ini, Pak!

Beberapa menit kemudian, tiba-tiba aku merasakan ada yang salah dengan tubuhku. Mataku berkunang-kunang, panggungku terasa sakit, serta kakiku juga lemas seperti jelly. Sepertinya aku sudah tak kuat lagi menahan beban tubuhku. Hingga diriku langsung terjatuh tak sadarkan diri.

"Hng? Kamu kenapa? Mau pings–Oh, shit!"

Hal terakhir yang kuingat sebelum ambruk adalah saat aku mencoba mencari pegangan apapun. Hingga akhirnya aku berhasil mencengkeram lengan seseorang. Kebetulan orang itu sedang berdiri tepat di sampingku. Seseorang yang sebelumnya mengenalkan diri sebagai kakak pendamping untuk kelompokku.

Saat aku membuka mata, aku langsung berhadapan dengan langit-langit bercat putih. Perlahan kuedarkan pandanganku menatap seisi ruangan ini. Ternyata aku baru menyadari kalau saat ini aku sedang berada di dalam kelas yang telah disulap menjadi ruang medis dadakan.

"Oh, kamu udah sadar?"

Aku lantas menoleh pada datangnya sumber suara itu. Di sana kulihat telah berdiri seorang lelaki yang tadi sempat menolongku. Ya, aku sudah mengingat jelas semuanya.

Kupikir dia akan kembali ke lapangan dan meninggalkanku sendirian di sini. Ternyata dia masih menungguku hingga tersadar dari pingsanku.

"Udah enakan?" tanya lelaki itu sekali lagi. Mungkin dia khawatir karena tak kunjung mendapatkan jawaban dariku.

Karena merasa tak enak, aku pun mengangguk padanya. Hingga akhirnya ia bisa bernapas dengan lega.

"Kamu tadi udah sarapan?"

"Udah, Kak," jawabku yang akhirnya bersuara.

"Terus kenapa bisa sampai pingsan?"

"Cuman anemia aja. Nanti juga sembuh. Maaf, Kak. Boleh saya kembali lagi ke barisan?" ucapku lemah.

Namun, sedetik kemudian dia cepat-cepat mencegahku. "Eh, jangan! Nanti kamu pingsan lagi, gimana? Lebih baik di sini aja, ya. Nanti kalo sudah selesai, kita balik sama-sama."

Akhirnya aku mau menuruti perintahnya tanpa banyak berkomentar lagi. Lama-kelamaan aku merasa tak enak kalau terus terbaring di atas ranjang, sedangkan dia malah duduk di sampingku.

Kuputuskan untuk merubah posisiku menjadi duduk. Saat melihatku yang sedang sedikit kesusahan, membuatnya langsung dengan sigap membantuku. Namun buru-buru kutolak, karena jujur aku tidak terlalu nyaman berbagi kontak fisik dengan lelaki asing sepertinya.

Brak!

"Heh! Enak ya, duduk-duduk santai di sini! Sana masuk. Udah selesai upacaranya tuh!"

Tiba-tiba datang seorang senior yang kuyakini kalau dia adalah salah satu panitia ospek juga. Gadis itu sepertinya sengaja masuk ke dalam ruangan ini seraya menggebrak pintu.

Space | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang