Bab 4 | Modus

457 74 16
                                    

Sejak kejadian ketika diriku tersesat di gedung Fakultas Teknik kemarin. Hingga akhirnya aku sempat melebeli Kak Brian dengan kata "sinting". Kini aku lebih sering melihatnya wara-wiri di sekitarku.

Aneh banget rasanya. Padahal selama satu setengah tahun aku kuliah di sini, hampir tak pernah berpapasan dengannya di manapun itu. Hal inilah yang semakin meyakinkanku kalau dia adalah seorang penguntit, tapi apa yang ia incar dariku? Dia saja sudah terkenal seantero kampus ini.

Katakan seperti halnya ketika aku berangkat ke kampus, di gerbang utama dia selalu menyapaku. Layaknya tokoh Dilan yang ada dalam film romantis. Dia hampir tak pernah absen menyapaku setiap pagi. Tak lupa juga lelaki itu menambahkan bumbu-bumbu ramalan yang belum tentu terjadi.

"Pagi, By. Boleh aku ramal nggak?" sapanya ketika aku sedang berjalan kaki setelah melewati gerbang utama. Saat ini lelaki itu sedang menaiki sepedanya dengan kecepatan yang sengaja ia pelankan. Sayang sekali sapaan tersebut tak pernah kugubris. Lagi pula sudah sering dia berkata seperti itu padaku.

"Aku ramal, kita bakalan ketemu di kantin nanti," lanjutnya dengan rasa percaya diri yang tak pernah pudar. Namun, lagi-lagi aku hanya meliriknya sekilas. Lalu buru-buru aku berjalan cepat dan meninggalkannya.

Modus!(1)

***

Siang harinya ketika aku sedang berada di kantin, tiba-tiba dia datang dan langsung mengambil tempat duduk di hadapanku. Dengan sombongnya lelaki itu mengatakan kalau ramalannya tadi pagi benar-benar menjadi kenyataan.

"Bener 'kan apa yang kubilang tadi? Kita ini aslinya memang sudah berjodoh, By. Jadi, ayo pacaran!" ajaknya kepalang santai. Sesantai orang yang ingin mengajak temannya pergi ngopi di warkop pojok.

"Gak, terima kasih!" jawabku sinis seraya berlalu meninggalkannya. Rara yang kebetulan sedang bersamaku hanya diam seraya menatap kami bingung, tapi tak lama kemudian ia langsung menyusulku.

"Hei, Kak Brian ngajak lo pacaran, ya? Kenapa gak diterima aja? Lumayan 'kan lo dapetnya cogan kampus," bisik Rara ketika berhasil menyamai langkahku.

"Mending lo diem deh, Ra!" ancamku padanya. Untung saja gadis itu langsung peka kalau aku sedang tidak dalam mood yang bagus. Jadi, dia tidak berani bertanya yang macam-macam lagi padaku.

Modus!(2)

***

Begitupun juga di perpustakaan, Kak Brian kembali muncul di hadapanku. Entah memang itu sengaja atau secara kebetulan kami bertemu di sini. Kali ini dia mencoba mencari perhatianku dengan bertanya tentang letak rak buku khusus mahasiswa teknik.

"Permisi, Mbak Cantik. Mau tanya dong! Buku khusus anak TI letaknya di mana, ya?" tanya laki-laki itu sesaat setelah mencolek bahuku.

Aku lantas berbalik menghadap kepadanya. Sebenarnya aku tidak ingin menjawab pertanyaan itu, tapi karena dia ini adalah kakak tingkatku. Jadi, rasanya tak sopan kalau aku mengabaikannya begitu saja.

"Ya, mana saya tahu, Kak! Saya aja anak PGSD, bukan anak TI. Jadi, bisa tolong minggir sebentar!" balasku setengah tidak ada niat untuk menjawabnya. Biarkan saja dia, toh yang terpenting aku sudah meladeninya. Daripada tidak sama sekali bukan?

Namun mau bagaimanapun situasinya, tingkah lakunya itu selalu terlihat menyebalkan di depan mataku. Buktinya saja ketika aku beranjak dari sana, dia malah tertawa puas sembari memegangi perutnya. Bahkan seluruh pasang mata di lantai dua ini langsung tertuju padanya.

Modus!(3)

***

Keesokan harinya setelah kelas Landasan Manajemen Pendidikan berakhir, aku pun bersiap-siap meninggalkan ruangan. Rencananya aku akan pergi ke perpustakaan lagi untuk mencari referensi dari beberapa buku yang akan kugunakan sebagai bahan makalahku. Namun, sialnya aku malah bertemu kembali dengan laki-laki itu di depan kelas. Sepertinya dia sengaja berdiri di depan pintu dan menghalangi jalanku.

Space | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang