Bab 19 | Curiga

199 36 2
                                    

Aku akhirnya berangkat bersama Kak Brian tepat pukul 08.30. Masih ada waktu sekitar satu setegah jam lagi sebelum perwalian dengan dosenku dimulai. Perihal liptint tadi, aku akhirnya menuruti apa kata lelaki itu.

Jangan ditanya mengenai keadaanku setelah kejadian tadi. Untungnya tubuh ini sudah mampu kukontrol kembali. Namun, berbeda dengan kondisi jantungku yang masih berdetak cepat.

Selama dalam perjalanan, atmosfir di sekitar kami terasa aneh. Begitu canggung, walaupun sepertinya yang merasa demikian hanya aku seorang. Buktinya saja dia masih terlihat santai, malah lelaki itu menyuruhku untuk memeluknya lebih erat. Katanya, supaya aku tidak terjatuh selama di perjalanan.

Saat turun dari sepeda, aku hendak kabur darinya. Hanya saja tanganku langsung ditahan oleh lelaki itu. Posisinya saat ini sedang duduk menyamping di atas jok sepeda dan menghadapku langsung.

"Gak mau bilang makasih gitu sama pacarnya?"

"Iya, makasih," balasku secara singkat, tanpa berani memandang langsung pada matanya. Lantas dia senyum manis setelah mendengar balasanku.

"Nanti pulang bareng aku lagi, ya?"

Aduh, kenapa dia malah mengulur waktu? Apa dia memang sengaja membuatku deg-degan terus?

"Mau, ya?" tanya dia lagi. Nada bicaranya terkesan lembut.

Sejak tadi tautan kami belum ia lepas. Bahkan sekarang lelaki itu malah menggenggam tanganku. Sesekali jemarinya mengusap pelan punggung tanganku.

Tiba-tiba wajahnya maju satu jengkal lebih dekat lagi, hanya demi mendesak jawaban dariku. Mataku masih tak berani menatapnya. Hingga tanpa pikir panjang, aku pun menyetujui ajakannya.

"Iya," jawabku singkat.

Senyumannya kembali melebar. Usapannya yang lembut berhasil membawaku melayang sampai ke langit ketujuh. Aku yakin pasti, kalau sekarang keadaan pipiku sukses memerah layaknya tomat segar sehabis dipetik dari perkebunan. Beruntung suasana parkiran sepeda nampak lenggang, karena ini masih libur semester.

"Mmm.. Ian. Aku ke sana dulu, ya."

Kak Brian mengangguk kecil. "Iya, nanti kalau aku udah selesai, aku samperin ke gedungmu."

Setelah genggaman kami terlepas, aku langsung berjalan cepat menuju gedung fakultasku. Selama kaki ini melangkah, aku tak berani menoleh ke belakang. Kujamin sekarang kalau dia pasti tengah menertawakan tingkahku.

***


Urusanku dengan dosen wali baru saja selesai. Kini aku dan teman-teman yang lain mulai meninggalkan kelas satu per satu. Tak lupa juga aku memberikan kabar pada Kak Brian. Takutnya nanti dia sudah lama menungguku, karena tadi sempat terjadi drama.

Biasalah, masalah dosen php ke mahasiswanya. Jadi, tadi dosen waliku yang harusnya bisa memulai perwalian tepat waktu. Namun, kami harus menunggunya selesai rapat terlebih dahulu.

Salama menuruni anak tangga, tanganku sibuk mengetikkan pesan. Tiba-tiba saja aku dikagetkan dengan suara tawa yang khas. Suara tawa itu langsung dapat kukenali. Tawanya terdengar menggelegar memenuhi seisi lobby.

Kualihkan pandangan menuju sumber suara, ternyata benar dugaanku. Ian sedang berdiri di sana bersama dengan seorang wanita. Seingatku wanita tersebut adalah Bu Dekan dari fakultasku. Loh, memang ada hubungan apa di antara mereka?

Kini aku telah sampai di lantai dasar. Tepat setelah itu, Bu Dekan masuk ke dalam ruangannya. Kak Brian terlihat mengangguk-angguk saat dipamiti oleh beliau, kelihatannya mereka begitu akrab.

Beberapa saat kemudian, lelaki itu baru sadar akan keberadaanku. Dia berdiri di sana sambil tersenyum cerah padaku. Setelahnya dia baru berjalan menghampiriku.

Space | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang