Sembilanbelas

15.3K 676 22
                                    

Sepulangnya Diza dan seluruh keluarganya, aku tak lantas bisa lepas begitu saja dari amarah orangtuaku. Mama mengompres luka di pipiku akibat tamparan kerasnya tadi, meski masih menggerutu tapi aku tahu beliau menyesal sudah melakukan hal ini padaku.

"Mama tak habis pikir bagaimana kalian bisa memutuskan untuk bercerai tanpa bicara dulu pada kami, kalian anggap apa kami?"

Aku masih melancarkan aksi diamku, jujur aku sendiri tak tahu harus menjawab apa. Ini semua adalah keputusan sepihak dari Diza.

"Kamu dengar omongan Mama ngga sih Ray?" Lagi-lagi aku membuat Mama kesal, dengan gemas beliau menekan handuk yang dipakainya untuk mengompres wajahku lebih keras hingga membuatku sedikit kesakitan.

"Awww...."

Setelahnya Mama malah tersenyum "asal kamu tahu yah, sakit di wajahmu belum seberapa bila dibandingkan sakit yang dirasakan Diza."

Aku tentu saja bingung mendengar ucapan Mama "Maksud Mama?"

"Kenapa dulu kamu ngga jujur sama Mama, Ray?

"Maksud Mama?"

"Dira sudah menceritakan semuanya beberapa hari yang lalu."

"Maksud Mama?"

Mata Mama mendelik kesal mendengar pertanyaan yang sama keluar dari mulutku, otakku memang berjalan agak lambat malam ini.

"Wanita yang dulu kamu sukai adalah Nadira, iya kan?"

Aku hanya mengangguk lemas. Kalau Mama sudah tahu kenapa tadi dia terkejut sekali saat mendengar kata perceraian bahkan sampai menamparku.

"Sekarang?"

"Tentu saja Diza Ma, aku mencintai isteriku sepenuh hati. Apa Mama juga ngga percaya?"

Mama tersenyum, beliau merangkul pundakku dan mengusapnya pelan. "Mama percaya sayang, Mama bisa liat dari sikapmu. Awalnya setelah Dira menceritakan semuanya Mama sangat merasa bersalah karena secara tidak langsung sudah egois, menikahkan kamu dengan adik dari wanita yang kamu sukai. Tapi setelah melihat sikapmu hari ini, Mama yakin kamu sudah mencintai isterimu dengan tulus. Lantas apa rencanamu sekarang?"

Aku menggeleng pelan "Aku sendiri ngga tahu Ma, sampai saat ini Diza berpikir kalau yang terbaik adalah Ray dan Dira bisa kembali bersama."

Mama menggeplak lenganku, lagi-lagi beliau melakukakan kekerasan pada anaknya.

"Kamu jangan lemah begini Ray, perjuangkan Diza kalau kamu yakin dia adalah kebahagiaanmu."

Aku menghela nafas panjang "Aku sudah berusaha meyakinkan Diza Ma, tapi dia masih tetap bersikeras untuk berpisah." Jeda sejenak "sekarang aku pasrahkan semua pada Allah, aku akan terima apapun itu."

Mama tak bicara lagi, beliau hanya menatapku dengan mata berkaca-kaca. Mama adalah orang yang paling semangat menjodohkanku dan menikahkanku dengan Diza, jadi wajar kalau dia merasa sangat kecewa dan sedih melihat kondisi rumah tangga kami yang berada diujung tanduk.

Mama memelukku sambil membisikkan kata-kata penyemangat untukku. Aku harap masih ada harapan untuk aku dan Diza.

●●●

Aku ingin engkau ada disini
Menemaniku saat sepi
Menemaniku saat gundah

Mataku nanar memandangi keadaan sekitar di Apartement. Sunyi, sepi, dan hening adalah hal yang selalu kujumpai belakangan ini sepulangnya aku dari Rumah Sakit.

Kamu selalu memberiku yang terbaik, setiap aku dilanda kegelisahan dan kegundahan kamu selalu siap menghiburku dan menyemangatiku.

Berat hidup ini tanpa dirimu
Ku hanya mencintai kamu
Ku hanya memiliki kamu

GadizaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang