Duabelas

11.6K 606 19
                                    

Bagaimana mestinya membuatmu jatuh hati kepadaku, tlah kutuliskan sejuta puisi. Meyakinkanmu membalas cintaku.
Adakah keikhlasan dalam palung jiwamu mengetukmu, ajarkanmu bahasa perasaan. Hingga hatimu tak lagi membeku.

Haruskah ku mati karenamu,
Terpuruk dalam kesedihan sepanjang waktu,
Haruskah ku relakan hidupku,
Hanya demi cinta yang mungkin bisa membunuhku, hentikan denyut nadi jantungku,
Tanpa kau tahu betapa suci hatiku
Untuk memilikimu.

Tiadakah ruang dihatimu untukku
Yang mungkin bisa tuk ku singgahi
Hanya sekedar penyejuk disaat ku layu
Kusetia menantimu hingga akhir masa

Lagi-lagi aku hanya bisa menatapnya diam-diam seperti ini, menatap dia yang kini tertidur lelap, aku tak mengerti kenapa aku selalu melakukannya. Mungkin karena memang hanya inilah kesempatan yang ku miliki sebagai seorang istri, kesempatan untuk menunjukkan rasa cintaku terhadap pria yang sudah tiga bulan ini menjadi suamiku. Pria yang sampai saat ini masih belum bisa membuka hatinya untukku dan menerimaku sepenuhnya, pria yang selalu menghindar setiap aku menyatakan kesiapanku untuk melakukan kewajibanku sebagai seorang istri, pria yang nyatanya sudah berhasil membuatku tak mau berpaling.

Cinta tidak memiliki apapun yang ingin kamu dapatkan, tapi cinta memiliki semua yang ingin kuberikan. Tidak ada yang bisa kulakukan selain menunggu. Masa penjajakan yang awalnya kami sepakati nyatanya hanya berjalan di tempat, dia sudah menutup dirinya sebelum aku mencobanya.

Tiga bulan berlalu dan selama itu pula aku harus berpura-pura di hadapan keluarga kalau semuanya berjalan dengan baik. Seperti hari ini, Mama Shinta mengundang kami makan malam dirumahnya dan kami harus bersandiwara dihadapan mereka.

Aku masih di Rumah Sakit, ada pasien kecelakaan yang harus kutangani. Kamu pergi saja nanti aku langsung nyusul kesana.

Beginilah keadaan kami sekarang, hidup satu atap tapi hanya beberapa jam saja kami bersama. Pagi-pagi sekali dia berangkat dan pulang tengah malam, dan itu terjadi hampir setiap hari. Aku tahu itu hanyalah alasan untuk menghindariku, apa dia sama sekali tak mau memberiku kesempatan? Sekeras apapun usaha yang kulakukan untuk membuatnya jatuh cinta padaku tetap akan berakhir sia-sia.

"Lho, kok kamu datang sendiri sayang?" Tanya Mama Shinta saat aku tiba dirumahnya, "mana Raihan?" Lanjutnya lagi sambil merangkulku masuk kedalam.

"Masih di Rumah Sakit, Ma. Masih ada pasien tapi nanti Mas Raihan langsung kesini kok." Jelasku yang kini sudah berada di ruang tengah. "Mama sama papa apa kabar? Maaf aku sama Mas Raihan jarang main kesini."

Mama tersenyum "alhamdulillah kami sehat-sehat saja. Kami ngerti kok kesibukan kalian, ngga usah minta maaf sayang. Makanya mama ngundang kalian makan malam disini, mama kangen banget sama kamu Diz."

Aku memeluknya sebagai tanda aku juga merindukanya "Diza juga kangen sama Mama."

Setelahnya kami mengobrol hangat bersama papa yang baru pulang sambil menunggu waktu makan malam dan tentu saja menunggu kedatangan suamiku.

●●●

Aku memandang ke sekitar ruangan bernuansa biru laut ini dengan perasaan gamang, tanpa sadar airmata menetes satu persatu membasahi wajahku mengingat si pemilik kamar ini yang tak kunjung menunjukkan batang hidungnya padahal hari telah larut. Kulirik jam dinding yang sudah menunjuk ke angka sebelas dan ia sama sekali tak memberi kabar selain pesannya tadi sore. Mama Shinta berusaha menghubunginya namun selalu berakhir dengan jawaban sang operator, sampai akhirnya aku beserta kedua mertuaku memutuskan untuk makan malam tanpanya dan kemudian memintaku untuk bermalam disini.

Apa mungkin Mas Raihan hanya mencari-cari alasan agar dia terhindar dari sandiwara yang harus kami mainkan? Sebegitu inginnyakah dia menghindariku?

GadizaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang