Tujuhbelas

14.7K 698 16
                                    

Aku terpekur dalam ruanganku yang bernuansa putih gading, memandangi sebuah figura yang bertengger manis di atas meja kerjaku. Foto pernikahan kami lima bulan yang lalu, yang menampakkan wajah bahagianya. Aku tak menyangka kalau aku sudah menyakitinya sedalam ini, setiap hari hanya wajah murungnya yang kujumpai. Tak ada canda tawa yang sebelumnya selalu dia suguhkan dihadapanku, tak ada obrolan hangat yang selalu kami lakukan menjelang tidur.

Kejadian tadi malam kembali terlintas dalam ingatanku, dimana aku sudah menyatakan perasaanku. Dan dia dengan tegas menolak untuk memberiku kesempatan.

Dan pagi ini lagi-lagi aku dikejutkan dengan ucapannya.

" Secepatnya aku akan segera menghubungi pengacara dan mengurus perceraian kita."

Cerai??????

Aku bahkan tidak pernah membayangkan hal tersebut terjadi dalam hidupku, meski awalnya aku menikahinya tanpa cinta tapi aku sama sekali tidak pernah menginginkan pernikahan ini gagal, aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup.

Aku tidak membela diri, tapi aku yakin dengan apa yang kurasakan saat ini. Saat pertama kalinya aku menyentuh bibir ranumnya itu, sejak saat itulah ada dorongan kuat untuk mengubah segalanya. Aku ingin hidup bahagia bersamanya dengan anak-anak kami kelak.

Aku hanya berharap Diza mau memikirkan lagi keputusannya, pernikahan ini bukan hanya melibatkan kami berdua melainkan dua keluarga besar yang begitu bersuka cita saat pernikahan kami terlaksana. Aku bahkan tidak tahu harus bicara apa pada orangtua kami terutama Mama jika hal tersebut benar-benar terjadi.

"Dok, semuanya sudah siap." Ucap Suster Ani membuyarkan lamunanku.

"Baik, saya akan segera kesana." Kataku bangkit lalu keluar dari ruanganku menuju ruang operasi.

Aku harus profesional, sumpah jabatan yang aku ucapkan bukanlah main-main. Aku harus melupakan sejenak masalah pribadi yang sudah menggerogoti pikiranku beberapa hari ini demi keselamatan pasien.

Aku menghela nafas panjang, berharap operasi yang sudah kupersiapkan dengan matang ini akan berjalan lancar dan berhasil.

●●●

Rasa lelah menyerang tubuhku, selama berjam-jam aku dan tim dokter lainnya berusaha keras mengupayakan yang terbaik untuk pasien. Dan kami bersyukur karena bisa melewatinya dengan lancar, operasi sukses dan pasien sudah dipindahkan ke ruang perawatan.

"Kamu luar biasa Dokter Raihan, meski terbilang masih muda tapi kamu mampu menjalani semua dengan baik. Ayahmu pasti bangga sekali." Kata Dokter Indra, seniorku di Rumah Sakit.

"Dan pastinya Isterinya turut andil dalam kesuksesannya hari ini, doa Isteri selalu menyertai langkah suami." Seru Dokter Ryan yang juga menjadi tim operasi hari ini.

Aku hanya tersenyum menanggapi pujian yang mereka lontarkan. Aku tak menampik apa yang mereka katakan, karena selama ini Diza memang selalu menyelipkan namaku dalam doanya seusai shalat. Dan selalu memberiku semangat setiap aku akan berangkat kerja. Tapi kurasa itu tidak terjadi lagi setelah apa yang terjadi dan yang dikatakannya tadi malam.

Tapi aku tidak akan menyerah semudah ini? Selama ini Diza sudah berjuang dan berusaha keras membuatku jatuh cinta padanya, dan itu berhasil. Sekarang, akulah yang akan memperjuangkannya.

Bismillah.

●●●

Aku berlari sekencang mungkin menuju basement setelah menerima telepon dari Papa yang mengabarkan kalau Mama terkena serangan jantung, meskipun Papa bilang keadaan Mama sudah jauh lebih baik setelah ditangani tapi tetap saja aku khawatir. Terakhir kali hal serupa pernah terjadi dua tahun yang lalu, Mama anfal dan harus melakukan pencakokkan jantung. Seperti orang kesetanan aku mengendarai mobil dan beruntung tidak ada kecelakaan karena ulahku, dalam waktu lima belas menit aku sudah sampai dan bergegas masuk kedalam rumah.

GadizaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang