Hari berlalu begitu cepat, segala persiapan yang dilakukan selama sebulan ini tak terasa rampung meski lelah tak bisa ditepis. Mama Raihan yang memiliki kenalan pemilik Wedding Organizer memudahkan segalanya, Tante Inggrid pun turut andil didalamnya. Aku dan Mas Raihan hanya datang untuk fitting baju dan kemudian tinggal menunggu hasilnya.
Dan inilah hasilnya, aku mematut diriku di depan cermin. Kebaya modern putih yang dirancang lebih islami, hijab berwarna senada menutup bagian kepala dan riasan yang membuat aku sampai tak mengenali diriku sendiri. Aku tersenyum haru, tak menyangka langkahku sampai ke tahap ini. Pernikahan, sama sekali tak pernah ada bayanganku setelah peristiwa kelam yang membuatku putus asa. Kukira selamanya aku akan membawa kesakitan itu sampai akhir hayat, kukira tak akan ada seorang pun yang mau menerima keadaanku ini, tapi ternyata ada seseorang yang rela menjadikanku pendampingnya meskipun aku tahu prosesnya berlangsung tak normal layaknya kisah cinta yang lain. Tapi aku patut bersyukur dan berjanji akan memanfaatkan kesempatan yang sudah diberikan Allah padaku sebaik-baiknya.
"Kamu cantik banget Diz. Mba sampai pangling lihatnya." Ujar Mba Dira yang tiba-tiba muncul dari balik pintu kamarku.
Aku tersenyum kearahnya dari pantulan cermin, kemudian berbalik dan menghambur ke pelukannya. Sampai hari ini aku masih belum tega melangkahinya, seharusnya dialah yang lebih dulu mengecap kebahagiaan seperti ini tapi selalu saja dia bilang semua sudah kehendak Allah, dan aku tak bisa menyangkalnya. Semoga kakakku yang cantik dan baik hati ini segera mendapatkan jodoh yang terbaik.
"Jangan nangis Diz!" Katanya merasakan pergerakan bahuku, dia melepas pelukanku dan menangkup wajahku "Jangan nodai hari bahagia ini dengan airmata kesedihan, Mba mau liat kamu tersenyum. Hemmm..." Aku lantas tersenyum kemudian memeluknya lagi.
Pintu kamar terbuka lagi dan menampilkan sosok wanita yang masih kelihatan cantik di usianya, dia tersenyum dan berkata "Sebentar lagi ijab qabulnya dimulai, kamu sudah siap sayang" Tante Inggrid menghampiriku dan Mba Dira yang duduk di tepi kasur.
Aku menatap wajah wanita itu "terima kasih Ma..ma"ucapku terbata, kulihat dia terkejut mendengar panggilanku untuknya "bolehkan aku panggil mama seperti Rasya dan Mba Dira?" Dia mengangguk sambil menangis lalu memelukku "Terima kasih sayang, mama sayang kalian semua" aku membalas pelukannya, merasakan pelukan yang terasa begitu hangat, pelukan seorang ibu yang sudah lama kurindukan.
Usai kejadian melankolis yang melibatkan kami bertiga, kini tiba saat-saat yang menegangkan, yang membuat debaran jantungku semakin meningkat. Pria diluar sana yang suaranya terdengar dari alat pengeras suara yang sengaja dipasang dikamarku, begitu lantang mengucap ijab qabul bersama Ayah. Nafasku terhenti sesaat sebelum para saksi berkata 'sah', Mba Dira dan Mama memelukku bersamaan, mengucapkan selamat atas lancarnya proses yang berlangsung. Airmataku menetes menandakan rasa haru yang teramat sangat kurasakan, kini aku sudah resmi menjadi Istri dari seorang Raihan Ardiansyah.
Beberapa menit setelah prosesi itu berlangsung, aku digiring keluar kamar menuju ruang tamu dimana tempat ijab qabul berlangsung. Diapit oleh Mba Dira dan Mama, aku melangkah pelan dengan jantung berdebar. Sebentar lagi untuk pertama kalinya aku akan dipertemukan dengan Mas Raihan setelah selama seminggu melalui masa pingitan. Kulihat dia disana, pria tinggi dengan jas putihnya, pandanganku sontak turun saat mata kami bertatapan. Ya Allah, dia tampan sekali, dia... suamiku.
Dia menyematkan cincin di jari manisku, aku pun melakukan hal yang sama sepertinya kemudian mencium punggung tangannya disusul dengan dia yang mencium keningku. Sulit rasanya menerjemahkan bagaimana perasaanku saat ini, senang, bahagia dan haru melebur menjadi satu. Airmata kembali menetes dari pelupuk mataku dan langsung kuhapus saat para orangtua memberikan nasehatnya pada kami.
●●●
Wahai Yang Maha Lembut
Manjakanlah hatiku yang sendiri ini
Bahagiakanlah aku dalam pernikahan yang penuh cinta, penuh kasih dan penuh kesetiaan
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadiza
Randomkeputusan Ayah untuk menikah lagi setelah bunda meninggal memberi kesan kalau dia sudah tidak menyayangiku lagi sebagai putrinya. Kakak perempuan yang kuharapkan bisa menjadi tempatku berbagi pun mengkhianatiku, dia menerima dengan senang hati kehad...