Kriiiiiiiiiiinnnggggggg.......
Lagi-lagi bunyi alarm sialan itu mengganggu tidurku yang nyenyak pagi ini, ralat... ini bukan pagi karena nyatanya jarum jam masih bertengger di antara angka Empat dan Lima. Aku tau siapa orang yang kurang kerjaan meletakkan jam weker yang alarmnya sudah disetting dengan sintingnya di kamarku setiap harinya. Siapa lagi kalau bukan Nadira, perempuan aneh yang sayangnya berstatus sebagai kakak perempuanku. Perempuan yang selalu mengganggu ketenangan hidupku dengan ceramah-ceramahnya yang terdengar konyol menurutku. Yang kutahu dia perempuan yang boros, terbukti dengan tanpa bosannya membeli jam weker setiap hari hanya untuk memenuhi tempat sampah di komplek perumahan kami.
Praaaaaaaaannnnnggggg....
Dan seperti biasa jam weker itu bernasib naas seperti jam weker sebelumnya, tergeletak dilantai dengan keadaan pecah berkeping-keping. Ahh.... beruntunglah perusahaan yang memproduksi jam weker, karena barang dagangannya laris karena ulah Perempuan aneh itu. Aku kembali melanjutkan tidurku yang sempat terganggu, namun baru beberapa menit aku memejamkan mata terdengar suara pintu kamar yang terbuka dan munculah sosok perempuan memakai piyama biru laut berlengan panjang sambil membawa seperangkat alat sholat, wajahnya masih basah karena air wudhu dan bibirnya melemparkan senyum yang paling kubenci.
" Kita berjamaah yuk Diz, cepat ambil wudhu biar mukenahnya mba yang siapin....!. " perintahnya dengan suara lembutnya.
Apa mba Dira tidak lelah, setiap hari melakukan hal yang menurutku sia-sia karena ucapannya selalu kuabaikan. Tapi dengan tenang dia selalu menghadapi aku yang keras kepala ini.
" Mba pasti tau kan kalau aku ngga akan menuruti kata- kata mba. Aku ngantuk. " kataku lalu menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhku.
" Dan kamu pasti tahukan kalo mba ngga akan menyerah, baiklah... mungkin hari ini mba masih belum berhasil tapi jangan harap mba berhenti. "
Dan setelah itu mba Dira sholat sendirian dengan khusyuk dilanjutkan membaca Al-Quran, suaranya terdengar merdu. Tanpa mba Dira sadari aku memperhatikan apa saja yang dia lakukan alih-alih melanjutkan tidur seperti yang tadi aku bilang. Untuk kesekian kali perasaanku menghangat mendengar suara lembut itu melantunkan ayat-ayat Al-Quran, tapi aku berusaha mengabaikannya. Aku sudah terlanjur memutuskan untuk menjauh dariNYA sejak DIA mengambil Bundaku untuk selamanya dan aku tidak mungkin kembali. Kupejamkan mataku dengan paksa dan menulikan telingaku, LAGI.
●●●
Kulangkahkan kakiku dengan cepat menuruni anak tangga satu persatu, aku sudah terlambat sepuluh menit dari kelas Bu Sofie. Mau tidak mau aku harus berhadapan dengan dosen yang terkenal karena angker itu.
" Diza... sarapan dulu sayang. " panggil tante Inggrid, wanita yang sudah menggeser posisi Almarhumah Bunda di rumah ini alias Ibu tiriku. Tepat sebulan setelah Bunda meninggal Ayah malah menikahi wanita yang masih punya ikatan keluarga dengan Bunda itu. See, mereka bahkan tak berempati dengan duka yang sedang merundungku. Dan yang lebih menyebalkan lagi mba Dira menerima kehadiran tante Inggrid dengan senang hati, dasar pengkhianat.
Aku menghentikan langkahku, kulihat mereka berempat Ayah, mba Dira, Rasya dan tante Inggrid sedang asyik menikmati sarapannya, benar-benar keluarga bahagia, pikirku. Tapi apa peduliku, kulanjutkan lagi langkahku tapi lagi-lagi suara itu memanggilku " Hari ini tante buatin nasi goreng kesukaan kamu lho Diz, ayo dimakan sayang. " aku sungguh muak dengan tingkahnya yang sok perhatian itu. Sampai kapan pun aku takkan pernah menerima kehadirannya di rumah ini.
" Tidak perlu dipaksa jika diza tidak mau, dia tidak akan mati hanya karena melewatkan sarapan pagi ini. "
Aku sama sekali tidak terkejut Ucapan sinis itu keluar dari mulut seorang Wiratama Indrawan, Ayah kandungku sendiri. Sejak menikahi tante Inggrid 8 tahun yang lalu tepatnya setelah penolakan yang aku lakukan secara terang-terangan, hubunganku dengan Ayah memang menjauh. Dia yang dulu selalu memanjakanku kini berubah, dia lebih mementingkan istri keduanya dibanding anak kandungnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadiza
Randomkeputusan Ayah untuk menikah lagi setelah bunda meninggal memberi kesan kalau dia sudah tidak menyayangiku lagi sebagai putrinya. Kakak perempuan yang kuharapkan bisa menjadi tempatku berbagi pun mengkhianatiku, dia menerima dengan senang hati kehad...